Publik Ingin Mahfud MD Jadi Simbol Gerakan Perlawanan Pemerintah yang Tidak Netral

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Agung Wibawanto

Mahfud MD pada akhir debat cawapres, Minggu (21/1), kemarin tanpa tedeng aling-aling mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi karena telah memberinya kesempatan menjadi menteri di kabinet Indonesia Maju.

Sehari sesudahnya, baru diketahui ternyata Mahfud MD memberi semacam “kode” kepada Jokowi karena ia akan mengundurkan diri sebagai Menkopolhukam. Ucapannya ini disampaikan pada acara “Tabrak Mahfud”.

Mahfud mengatakan bahwa dirinya telah mencoba selama 3 bulan bahwa dirinya sebagai cawapres tapi sama sekali tidak menggunakan dan juga memanfaatkan fasilitas negara. Meski mungkin ia berhak tapi Mahfud mengaku menghindari agar tidak ada konflik kepentingan dan abuse of power.

“Saya tidak pernah memakai fasilitas negara, tidak meminta dukungan kepada kolega sesama menteri, tidak memanfaatkan sambutan dari pemerintah daerah setempat dan sebagainya,” ucap Mahfud.

Namun sepertinya Mahfud merasa kecewa karena harus mendapatkan fakta yang sebaliknya yang dilakukan oleh kompetitornya, baik yang sesama menteri (Prabowo Subianto, Menhan), maupun walikota Solo (Gibran Rakabuming).

Ada pula menteri lain yang sudah tidak sembunyi-sembunyi lagi, melainkan secara terang-terangan mendukung bahkan ikut mengkampanyekan paslon tertentu. Meskipun menteri tersebut tidak terlibat sebagai peserta kampanye (Bahlil, Erick Thohir, Budi Arie dll).

Bahkan, presiden Jokowi yang terlihat jauh dari sikap netral. Beberapa kali Jokowi menunjukkan secara terang-terangan keberpihakannya, dan tragisnya menggunakan dan memanfaatkan fasilitas negara.

Bansos yang harusnya menjadi hak rakyat dijadikan sebagai obyek politik dikesankan sebagai bantuan Jokowi dan mestinya rakyat berterima kasih kepada Jokowi. Lalu juga membagi sembako dengan sengaja ada spanduk paslon 02 nya.

Terakhir (baru diketahui), ibu negara Iriana mengacungkan jari berbentuk V dari dalam mobil kepresidenan kepada masyarakat yang dilewati iringan rombongan presiden. Belum lagi pertemuan Jokowi dengan ketua partai koalisi pengusung 02 satu persatu.

Lalu memberi penugasan kepada ketiga Ketum tersebut membagikan bansos. Jokowi juga mengomentari debat capres yang lalu banyak dikritik karena jelas berpihak pada Prabowo.

Menteri yang tidak terkait langsung sebagai peserta pemilu tadi juga bahkan justru lebih banyak disibukkan dengan aktivitas kampanye. Cek medsos ET, atau lihat pemberitaan Bahlil dan Budie Ari di media-media.

Tidak hanya Mahfud yang mungkin kecewa, bahkan pengamat dan rakyat pun menyatakan yang sama. Pemerintah sudah tidak netral dan mempelopori keberpihakan sehingga bisa dilihat dan diikuti aparat lain. Hal ini berbahaya karena pemerintah adalah penguasa.

Ia memiliki akses besar terhadap SDM maupun anggaran yang bisa menggerakkan dukungan. Jika dikatakan tidak mungkin dan jangan berpikir suudzon, maka buktikan dengan beraktivitas melayani rakyat seperti biasa dengan adil dan netral.

Sebelumnya Jokowi menjamin dengan mengatakan bahwa pemerintah baik tingkat desa, kabupaten/kota, propinsi hingga pusat harus bersikap netral. Sungguh definisi yang sulit dimengerti kini.

Benar bahwa setiap pimpinan di masing-masing tingkat wilayah yang dipilih oleh rakyat merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Secara pribadi juga memiliki hak politik yang dijamin konstitusi.

Pengertian ini harus dipahami saat ia berada di bilik suara. Artinya, tidak seperti TNI-Polri, pejabat publik berhak memilih. Itulah hak politiknya. Berkampanye pun dipersilahkan karena juga dijamin UU pemilu. Itu hanya dilakukan pada saat kampanye.

Jadi, bukan disembarang tempat ia bisa mengekspresikan hak politiknya. Karena bagaimanapun pejabat pemerintah itu pemilik kuasa atas pemerintahan di wilayahnya. Bahkan ia bisa mengarahkan aparatur sipil maupun TNI-Polri.

Batas atau pemisahan antara sebagai pribadi dan atau sebagai pejabat sangat sulit diketahui. Menhan kerap beralasan tugas sebagai Menhan ke daerah tapi juga melakukan kampanye atas dirinya.

Begitupun dengan walikota yang kerap mangkir dari tugasnya sebagai pelayan publik dan pengambil kebijakan di daerahnya yang menimbulkan protes hingga mengusulkan Gibran untuk mundur saja dari walikota Solo.

Tidak ada kejelasan antara cuti dengan bolos yang pasti untuk kepentingan kampanye. Rakyat mungkin bisa merasakan bagaimana kesalnya Mahfud MD melihat fakta seperti itu.

Sebagai Menkopolhukam, Mahfud punya kewenangan tapi nyatanya tidak bisa berbuat apa-apa. Karena kendali kontrol sepenuhnya ada di tangan presiden. Mahfud hanya bisa memberi contoh bagaimana dirinya tidak tercampur kepentingan antara kampanye dengan tugas negara. Mahfud mengatakan rakyat yang akan menilai mana yang benar dan salah. Untuk itu, ia menyatakan siap mundur pada waktu yang tepat nanti.

Isu menteri mundur juga ditengarai tidak hanya ditujukan kepada Mahfud MD, beberapa menteri lain yang masih memiliki integritas dan tidak punya kepentingan politik sesaat, dikabarkan sudah merasa tidak nyaman.

Dengan adanya dukung mendukung secara frontal ke depan publik, menyebabkan terganggunya efektivitas kerja kabinet. Misal, Prabowo tidak pernah lagi mengikuti rapat koordinasi menteri yang dipimpin Menkopolhukam, Mahfud MD.

Selain itu, secara posisi politik Mahfud akan lebih bebas melihat dan menilai pemerintahan petahana saat ini. Bisa jadi selama ini sebagai menteri ia juga terikat etika menjaga wibawa pemerintah, namun di sisi lain ia mengakui ada banyak masalah yang harus diperbaiki ke depan.

Niat dan keputusan Mahfud sepertinya bak gayung bersambut dengan asa publik. Publik bahkan menjadikan Mahfud MD sebagai simbol perlawanan bagi pemerintah yang tidak adil, tidak netral.

- Advertisement -

Berita Terkini