Hari Bhayangkara, KontraS : Kondisi Keamanan di Sumut Memprihatinkan, Marak Pelanggaran HAM, hingga Pemerasan dalam Penegakan Hukum

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) memberikan catatan kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Polda Sumut, bertepatan dengan HUT Bhayangkara ke-77. Catatan terhadap Kepolisian kali ini terkait kinerja dalam satu tahun ini. Terutama pada sektor penerapan hak asasi manusia, penegakan hukum dan keamanan.

Koordinator KontraS Sumut, Rahmat Muhammad menyatakan bahwa dari segi penegakan hukum dan perlindungan HAM kepolisian di Sumatera Utara masih tidak ada perubahan dari tahun ke tahun. Ini berdasarkan pengumpulan data baik pemantauan ataupun advokasi secara langsung oleh KontraS.

Catatan KontraS pada bulan Juni 2022- Juni 2023 terdapat 38 Kasus Kekerasan. Kasus penembakan menjadi paling banyak dilakukan, terdapat 36 luka-luka dan 4 orang meninggal akibat timah panas kepolisian. Data tersebut tidak jauh berbeda dengan tahun lalu dimana terdapat 33 kasus kekerasan.

Dalam proses penegakan hukum; praktik kekerasan masih kerap dilakukan terutama dalam penggunaan kekuatan berlebihan, penyiksaan, arogansi dan tindakan kesewenang-wenangan lainnya.

Sejauh ini bahkan penembakan menjadi dalil bagi Kepolisian sebagai penghukuman untuk memberikan efek jera dan rasa takut pada pelaku. Dan sayangnya itu tidak berdampak sama sekali pada turunnya angka kejahatan.

“Sangat mudah bagi kepolisian melakukan penembakan cukup hanya dengan dalil pelaku melarikan diri dan melawan petugas sudah cukup menjadi syarat,” sebut Rahmat dalam pers rilisnya kepada mudanews.com di Medan, Sabtu (1/7).

Logo KontraS

Selain itu, praktek penyiksaan dalam mencari alat bukti kerap dilakukan oleh Kepolisian. Selama 2 tahun terakhir kami mencatat setidaknya ada 21 kasus penyiksaan yang terjadi.

“Penyiksaan adalah bagian dari pelanggaran HAM yang sepatutnya sudah ditinggalkan, dari data yang kumpulkan prakteknya masih kerap terjadi dilapangan, bahkan pada kasus-kasus tertentu seperti begal, narkoba, curanmor penyksaan terhadap pelaku adalah hal yang wajar,” jelasnya.

Ironisnya penyiksaan terus berulang meskipun Kepolisian telah memiliki berbagai instrumen ketat dalam proses penegakan hukum, seperti Perkap No 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, serta Perkap No 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi HAM harusnya dapat membatasi ruang untuk tidak terjadi penyiksaan.

Selain berbagai isu tersebut, Rahmat juga memberikan catatan penting yakni persoalan keamanan di Sumut, Keamanan di Sumut sangat parah, banyak perkara-perkara viral yang sering terjadi dan itu hampir setiap hari, seperti pencurian sepeda motor, narkoba, begal, pembunuhan, kekerasan antar geng motor, hingga pungli.

Dia mengungkapkan kami melihat bahwa penerapan pencegahan (preventif) masih belum berjalan. Kepolisian hanya menunggu laporan korban lalu melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tanpa ada melakukan pencegahan. Alhasil praktik kejahatan semakin meningkat akhir-akhir ini.

“Sumut itu seperti gotham city, kejahatan hampir terjadi setiap hari tanpa henti, bahkan para pelaku seolah berani melakukan kejahatan disiang bolong tanpa khawatir sama sekal,” ujar Rahmat.

KontraS Sumut (Foto: Istimewa)

Lebih lanjut, Rahmat juga memberikan kritikan terkait praktek pemerasan dalam proses penegakan hokum. Kami memiliki berbagai laporan dari masyarakat bahwa ketika berhadapan dengan kepolisian (penyidik) masayarakat kerap dimintai sejumlah uang untuk menghilangkan suatu kasus, atau mendorong suatu kasus berjalan (pelican), atau dengan dalih perdamaian (restorative Justice).

“Pemerasan dalam proses penegakan hukum bagian lain yang harus di benahi oleh Kepolisian. Ada beberapa kasus yang terjadi, salah satunya terjadi di Polrestabes Medan, dimana tahun lalu Kapolrestabes Medan di copot karena diduga menerima suap dari pelaku narkoba, dan kini seorang mengklaim diperas 100 juta oleh Polda Sumut,” tambah Rahmat.

Berbagai persoalan tersebut harus dibenahi oleh kepolisian Polda Sumut, sektor penegakan hukum dan HAM, serta Keamanan masih sangat jauh dari harapan.

”Hari Bhayangkara harusnya dijadikan momentum oleh Kepolisian untuk mereformasi diri, kepolisian harus melakukan evaluasi secara holistic, menghindari praktik kekerasan dan lebih humanis, saya kira dengan cara itu Kepolisian akan mendapatkan kepercayaan dari publik,” tutupnya. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini