Deflasi di China Bisa Ganggu Ekonomi di Tanah Air, Harga Emas hingga Rupiah Melemah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Pada perdagangan akhir pekan ini, kinerja IHSG mengalami pelemahan selama dua hari berturut turut. Setelah rilis data inflasi di AS, IHSG mengalami koreksi yang cukup signifikan sebesar 0.82% pada hari kamis, dan -0.71% di level 6.707,76 di akhir pekan ini.

Hal itu dijelaskan Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin di Medan Sumatera Utara, Jumat (12/5/2023).

“Pelaku pasar pada dasarnya ditopang oleh sejumlah kabar baik, dimana kebijakan kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS memudar setelah rilis data inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya,” kata Benjamin.

Namun, tambah Benjamin, IHSG tidak lantas berada di zona hijau setelah kabar tersebut. Beberapa sentimen lain yang turut mempengaruhi adalah aktifitas ekonomi di China yang mengalami perlambatan. Dimana China justru mencetak deflasi selama dua bulan berturut-turut, ditambah juga dengan indeks manufaktur China yang justru memasuki periode kontraksi karena nilai indeksnya di bawah 50.

“Saya menilai masalah pada ekonomi China akan memberikan tekanan pada kinerja ekonomi domestik. Dan dalam jangka pendek hingga menengah sangat potensial memberikan dampak negatif bagi perlambatan bagi perekonomian nasional, dan tentunya bukan menjadi kabar baik bagi pasar saham. Selain itu penurunan harga komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara dan sawit, juga turut menjadi beban bagi sejumlah emiten di pasar saham yang membuat IHSG harus ditutup di zona merah,” kata Benjamin.

Sementara itu, jelas Benjamin, kinerja mata uang rupiah pada perdagangan akhir pekan ini juga mengalami pelemahan. Rupiah di akhir pekan turun dikisaran 14.800 per US Dolar, melemah dibandingkan dengan sehari sebelumnya dikisaran 14.720 per US Dolar, atau dibandingkan dengan kinerja di akhir pekan sebelumnya di level 14.678 per US Dolar.

“Kinerja mata uang rupiah justru mengalami tekanan sekalipun inflasi di AS yang melandai memberikan angin segar bahwa suku bunga acuan US Dolar mungkin tidak akan dinaikkan lagi. Meskipun disisi lain menunjukan bahwa resesi dan krisis perbankan tetap akan menghantui pasar keuangan secara keseluruhan. Dan tentunya kabar baik inflasi tersebut tetap menyisahkan kabar buruk bagi pasar keuangan global,” kata Benjamin.

Di sisi lain, jelas Benjamin, tekanan terjadi pada harga emas yang turun hingga mendekati level support $2.000 per ons troy. Harga emas melemah dikisaran $2.001 per ons troy pada perdagangan sore ini. Atau sekitar 955 ribu per gramnya.

“Saya menilai koreksi yang terjadi pada harga emas lebih dikarenakan faktor teknikal. Karena secara fundamental emas massih tetap memiiki prospek yang bagus seiring dengan buruknya kinerja US Dolar belakangan ini,” kata Benjamin mengakhiri. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini