Bagaikan Menantang Badai, IHSG, Rupiah dan Harga Emas Kompak Menguat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Pekan ini sebenarnya ada begitu banyak sentiment negatif yang mempengaruhi pasar keuangan. Namun pasar keuangan global mengalami penguatan, yang ditandai dengan kinerja indeks burs asaham yang tetap menghijau. Penguatan kinerja indeks saham global tersebut justru mengabaikan kunjungan ketua DPR AS ke Taiwan, yang memicu meningkatnya ketegangan antara China, Taiwan dan AS.

“Sebenarnya tensi geopolitik di kawasan asia memanas dalam sepekan terakhir. Tetapi sepertinya hal tersebut belum memberikan pukulan yang besar bagi kinerja pasar keuangan global. Termasuk pada kinerja IHSG. Dan kinerja pasar keuangan domestik juga membukukan kinerja yang positif, dimana Rupiah dan Emas juga tidak mengalami tekanan hebat,” ujar Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Jumat (5/8/2022).

Benjamin menjelaskan, IHSG pada akhir pekan ini ditutup menguat 0.39% di level 7.084,66. Sementara itu mata uang rupiah diperdagangkan stabil di kisaran 14.900 per US Dolar. Akan tetapi jika ditarik kinerja Rupiah dalam 5 hari terakhir itu berada di kisaran 14.829 hingga 14.942 per US Dolar. Artinya dalam sepekan terakhir kinerja mata uang Rupiah itu mengalami tekanan.

“Semenara itu harga emas dalam sepekan terkahir juga mengalami penguatan. Emas saat ini ditransaksikan di level $1.786 per ons troy. Atau kalau dirupiahkan dikisaran harga 858 ribu per gramnya,” imbuhnya.

Jika dilihat, kata Benjamin, kalau melihat sentimen di akhir pekan ini, sebenarnya data penting dari AS yakni data ketenagakerjaan akan segera dirilis. Tetapi dampaknya terhadap pasar keuangan baru akan dirasakan di pekan depan. Dan tensi geopolitik yang berpeluang untuk kembali memanas nantinya akan tetap menjadi fokus perhatian pasar selanjutnya.

“Jadi sentiment negative pada dasarnya beum benar-benar pulih. Sejauh ini pelaku pasar masih perlu membuktikan kemungkinan resesi yang dinilai belum tentu akan terjadi oleh beberapa Negara besar, serta agresifitas kenaikan suku bunga acuan yang berpeluang melemah,” kata Benjamin. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini