Ketidakstabilan Ekonomi dan Politik di Era New Normal

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Pemerintah mulai menerapkan New Normal, yang mana masyarakat akan dapat beraktivitas seperti biasa dengan syarat–syarat tertentu dan tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid–19. Sebelum menerapkan New Normal, pemerintah sudah terlebih dahulu menerapkan peraturan seperti Social Distancing, berganti menjadi Physical Distancing, kemudian berganti menjadi Lockdown serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah sebagai upaya pemutusan rantai Covid – 19.

Namun, perlu kesiapan yang matang yang harus dilakukan oleh pemerintah, karena jika pemerintah ternyata tidak benar – benar siap, maka Covid–19 gelombang kedua bisa saja terjadi bahkan dapat dikatakan bahwa kasus positif Corona akan semakin meningkat.

Tentu, pemerintah telah melakukan persiapan sebelum menerapkan New Normal seperti saat ini. Namun, apakah Pemerintah sudah benar–benar siap? Atau New Normal ini hanya sebagai alternatif saja bagi masyarakat agar dapat sedikit lebih tenang dan pemerintah terlihat sepenuhnya bertanggung jawab? Bagaimana jika ternyata Pemerintah masih belum sepenuhnya siap akan New Normal ini? Seperti pada saat Covid–19 belum menyebar ke Indonesia dan Pemerintah terkesan ‘remeh’ dalam menghadapi Virus ini, sehingga kita sempat kewalahan dalam menghadapi virus ini di fase–fase awal penyebarannya di Indonesia. Berbagai pertanyaan yang belum terjawab masih berputar di kepala saya, selaku penulis dan juga masyarakat biasa yang terkena dampak luar biasa dari adanya pandemi ini.

Jika kita melihat upaya yang telah dilakukan pemerintah terkait penerapan New Normal yang diharapkan dapat memutus rantai penyebaran Covid – 19, sampai sekarang dinilai masih belum signifikan bahkan korban semakin bertambah setiap harinya. Adanya maksud dan tujuan diterapkannya New Normal ini adalah menggerakkan kembali laju perekonomian yang merosot saat ini, bahkan sempat terpuruk di angka 2,97% pada kuartal I–2020, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Melambatnya pertumbuhan ekonomi ini terutama disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang merosot hingga 2,84 persen dan investasi yang tumbuh 1,70 persen saja. Sementara itu, konsumsi pemerintah masih tumbuh walau sedikit yakni 3,74 persen, ekspor 0,24 persen, sedangkan impor kontraksi 2,19 persen.

Kita juga dapat mengatakan bahwa semua kalangan merasakan dampak dari Covid – 19 ini, para pengusaha terpaksa mengurangi produksinya, yang mana itu akan berdampak pada berkurangnya pemasukan (omzet) dikarenakan berkurangnya aktivitas masyarakat dari luar rumah. Disertai juga dengan adanya PHK Massal yang menyebabkan para pekerja kehilangan pemasukan, masyarakat yang masih dan ingin mencari pekerjaan juga terhambat karena banyaknya lowongan pekerjaan yang ditiadakan, para pekerja seni juga terpaksa menjual alat seni mereka agar tetap dapat melangsungkan hidupnya. Dan, bagaimana nasib para pemulung diluar sana? Saya pikir, kita sudah tahu jawabannya.

Apa yang akan terjadi jika situasi kita terus seperti ini? Krisis Ekonomi dan Krisis Politiklah jawaban yang tepat untuk menggambarkan kondisi Negara Indonesia kedepannya. Apa itu Krisis Ekonomi? Krisis Ekonomi ialah perubahan drastis yang terjadi pada sektor perekonomian, yang mengarah pada situasi yang tidak stabil dan berbahaya yang dapat berdampak kepada perekonomian Individu, kelompok, komunitas serta negara.

Krisis Ekonomi sangatlah wajar kita alami saat ini, karena perekonomian dunia juga sedang mengalami guncangan. Bahkan, khususnya kita warga Negara Indonesia, sudah terbiasa hidup dengan ekonomi lemah yang disebabkan oleh kurangnya pemberdayaan SDA dan SDM yang sebaik – baiknya oleh pemerintah. Sehingga pemerintah terkesan kurang berinisiatif untuk memakmurkan dan menyejahterakan masyarakatnya. Juga dapat dikatakan, bahwa sebelum Covid – 19 menyebar ke Indonesia, pertumbuhan ekonomi kita masih tergolong lemah yaitu 2,97% saja.

Sungguh, kita berharap agar pemerintah dapat meningkatkan laju perekonomian Indonesia sesegera mungkin. Karena dengan adanya krisis ekonomi seperti ini, tak menutup kemungkinan akan terjadinya krisis politik, yang mana krisis politik disebabkan oleh hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemimpinnya, yakni Presiden. Hal mendasar lainnya adalah keamanan dan kestabilan ekonomi negara.

Krisis ekonomi dan krisis keamanan ini akan berimbas kepada krisis politik. Isu-isu mengenai ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menangani kasus Covid–19 ini dapat berpotensi menjadi ‘boomerang’ bagi pemerintah, yang mana isu-isu tersebut dapat menjatuhkan pemerintah. Masyarakat juga menilai, banyak terjadi keanehan belakangan ini mulai dari penerapan RUU yang baru. Yang mana ini membuat masyarakat semakin resah, aksi demonstrasi juga banyak dilakukan oleh gabungan rakyat dan mahasiswa yang menandakan bahwa negara ini sedang tidak baik–baik saja.

Masyarakat kini juga semakin sadar bahwa mereka harus benar–benar turun ke jalan untuk mengetahui secara langsung seperti apa tanggapan pemerintah mengenai kekecewaan masyarakat yang juga diwakilkan oleh mahasiswa.

Sebagai contoh, RUU Omnibus Law merupakan suatu momok yang menakutkan bagi masyarakat yang juga menyandang ‘label’ sebagai pekerja buruh, pertanian, perkantoran, dan sebagainya. Mengapa semenakutkan itu? Menilik lebih dalam tentang RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang akan menghapus waktu kontrak kerja, sehingga pekerja dapat dikontrak seumur hidup tanpa kepastian status kerja.

Hal ini tentu merugikan pekerja dan hanya menguntungkan para pengusaha. Dan, durasi waktu untuk bekerja akan dihapuskan, yang berarti pemilik perusahaan dapat memanfaatkan para pekerja untuk bekerja lebih lama dibandingkan sebelum adanya Omnibus Law. Jaminan upah berdasarkan jam kerja dan jaminan sosial juga akan dihapuskan dalam RUU Cipta Kerja Omnibus Law ini.

Sehingga, tentu saja ini berdampak buruk bagi pekerja karena perusahaan tidak bertanggung jawab atas aktivitas dan keselamatan para pekerja saat bekerja. Serta, RUU Cipta Kerja Omnibus Law akan membuat para pekerja mudah di PHK dengan upah pesangon yang kecil, bahkan tidak ada sama sekali. Dikarenakan RUU ini menerapkan prinsip “Easy Hiring, Easy Firing”.

Baiklah, mari kita sama-sama berharap agar Indonesia kembali baik–baik saja dan pemerintah dapat bekerja secara optimal dalam upaya memajukan segala sektor inti demi mencapai Indonesia yang kita idam–idamkan.

Penulis : Farizky Syah

- Advertisement -

Berita Terkini