KontraS Sumut: Peretasan WhatsApp Aktivis Medan Bentuk Pembungkaman terhadap Gerakan Masyarakat Sipil

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Sejumlah aktivis mengalami dugaan peretasan aplikasi Whatsapp tepat sebelum kedatangan Presiden Joko Widodo ke Kota Medan.

Dugaan peretasan terhadap aktivis bukanlah suatu hal yang baru di Medan, hal itu pernah berulangkali terjadi sebelumnya; seperti saat aksi menolak UU Omnibuslaw, Revisi UU KPK, menolak RUU KUHP pada 2020-2021 silam, dan bahkan saat kunjungan presiden pada tahun sebelumnya.

GA salah satu aktivis mahasiswa yang menjadi korban peretasan menyampaikan, pada sekitar pukul 20.15 WIB tanggal 8 Februari 2023 WhatsApp-nya ia terlebih dahulu sempat mendapat pesan chat dari seorang pria yang mengaku sebagai oknum anggota Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara. Singkatnya, orang tersebut meminta waktu untuk berkomunikasi dan mengajak bertemu.

Dalam perkapan melalui telephone Pria itu melakukan intimidasi kepada korban, dan secara terang-terangan mendorong GA untuk membatalkan Aksi Kamisan yang akan dilaksanakan pada 9 Februari 2023 dengan mengiming-imingi sejumlah.

Namun GA menolak, dan memblokir nomor tersebut karena merasa terganggu. Setelah itu, pada sekitar pukul 01.00 WIB korban tidak bisa diakses yang diduga mengalami peretasan dan anehnya hal yang sama juga berlanjut pada 4 korban lainnya.

“Ada upaya untuk menggagalkan aksi dengan berbagai upaya, seperti adanya dugaan peretasan dan pemberian uang sebagai kompensasi menggantikan aksi adalah upaya licik mengintervensi kekonsistenan gerakan masyarakat sipil, tapi bagi kami itu tidak berlaku kami berdiri untuk menyuarakan korban pelanggaran HAM, itulah tetap kami utamakan,” tegas GA, Jumat (10/2/2023).

KontraS Sumut
Aksi Kamisan (Foto: Istimewa)

Atman Staff Media dan Kampanye KontraS Sumut menilai adanya peretasan WhatsApp pada aktivis Medan merupakan tindakan nyata untuk membungkam gerakan masyarakat sipil. Tindakan peretasan terhadap WA aktivis sudah beberapa kali terjadi dan memiliki pola yang sama, yakni upaya untuk menggagalkan gerakan-gerakan kritis.

Menurut pemantauan yang dilakukan oleh KontraS Sumut, sambungnya, saat ini ancaman represifitas tidak sebatas pada kekerasan fisik, pemukulan, intimidasi dan sebagainya, tetapi bentuk represifitas juga dapat dilakukan dengan mengusik dan memasuki ranah privat kita dengan melakukan peretasan.

“Masalahnya peretasan terhadap WA itu bukan saja dengan tujuan pembungkaman, Si penyerang bisa saja melakukan hal lain, bukan saja hanya masuk ke akses WA kita dan mencari tahu informasi percakapan yang ada di dalamnya, tetapi bisa saja dilakukan untuk kepentingan tertentu, seperti penipuan dan sebagainya,” tegas Atman.

Kepolisian telah melakukan upaya berlebihan untuk menggagalkan gerakan masyarakat sipil. Padahal, di Jakarta sendiri Aksi Kamisan dilakukan di depan Istana, seharusnya kepolisian biasanya saja menyikapi hal tersebut.

Penyampaian pendapat adalah hak demokratis yang dimiliki oleh setiap orang. Negara melalui Kepolisian seharusnya melindungi dan melakukan pemenuhan atas itu, bukan sebaliknya.

“Adanya upaya pembungkaman terhadap Aksi Kamisan seolah menegaskan bahwa Kepolisian tidak paham dengan demokrasi dan HAM, Negara Indonesia adalah Negara demokratis setiap orang berhak menyampaikan pendapat dan ekspresinya sekalipun iu dalam kondisi kedatangan Presiden,” tambah Atman.

Selain itu, upaya peretasan jelas telah melanggar hukum, UU Informasi Transaksi Eletronik melarang adanya upaya paksa mengakses media elektronik. Pasal 30 ayat 1, ayat 2, dan atau ayat 3 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), berbunyi (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apa pun.

“Dengan melihat situasi tersebut, KontraS akan mendesak kepada Polda Sumut untuk melakukan pengusutan dan menindak tegas terhadap pelaku peretasan, kami juga akan melakukan berbagai upaya hukum lainnya dengan menyurati berbagai instansi ini seperti Komnas HAM dan Kementerian Kominfo untuk melaporkan hal ini,” tutup Atman. (red)

 

- Advertisement -

Berita Terkini