Eksepsi Perkara Vaksinasi Kosong Ditolak, Kuasa Hukum Terdakwa Akan Hadirkan Banyak Saksi dan Ahli

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Terdakwa perkara dugaan suntik vaksin kosong, dr G, menangis usai majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan, menolak nota keberatan (eksepsi) terdakwa. Hakim tetap melanjutkan sidang dengan pemeriksaan pokok perkaranya.

Majelis Hakim dalam amarnya, menyatakan, menolak eksepsi terdakwa yang diajukan oleh dr G melalui tim penasehat hukumnya.

“Menyatakan, keberatan penasehat hukum terdakwa tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara ini,” ungkap Immanuel, dalam putusan selanya di Ruang Cakra 8, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (19/7/2022).

Majelis hakim menilai, berkas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah memenuhi syarat formil. Dikatakan Immanuel, surat dakwaan yang dibuat JPU untuk menjerat terdakwa dr G, sudah memenuhi unsur Pasal 143 ayat 2 KUHAP.

“Dalam surat dakwaan JPU telah memuat secara jelas identitas dan peristiwa pidana yang dilakukan,” tegasnya.

Eksepsi Perkara Vaksinasi Kosong Ditolak
Dokter G didampingi Kuasa Hukumnya saat mendengarkan keputusan Majelis Hakim terkait Eksepsinya

Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum Terdakwa, Dr Redyanto Sidi SH MH menegaskan akan menghadirkan banyak saksi dan ahli. “Karena memang dalam konstruksi eksepsi kita sampaikan bahwa kita akan buka seluas-luasnya dan sedetail-detailnya dan kita akan buktikan bahwa ini bukan disangkakan dan bukan didakwakan kepada klien kita,” tegasnya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Humaniora itu mengingatkan ini perkara vaksinasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara, yang bertugas sebagai vaksinator. “Kenapa kita dilaporkan, anehnya pelapornya penyelenggara, tidak korban, kita akan buka semua di persidangan,” pungkas Ketua Prodi MHKes UNPAB itu.

Eksepsi Perkara Vaksinasi Kosong Ditolak
Prof. DR. Wila Chandrawila Supriadi SH (Foto: Tangkapan Layar Chanel YouTobe Kang Hadi Conscience)

Sebelumnya diberitakan, viralnya dimedia sosial soal dugaan suntikan vaksin kosong ke salah seorang siswa SD di Medan. Setelah dilakukan pemeriksaan, polisi menetapkan dokter G sebagai tersangka.

Pakar sekaligus Guru Besar Hukum Kesehatan Universitas Parahyangan (Unpar) Prof. DR. Wila Chandrawila Supriadi SH mengatakan memang betul terjadi kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Namun, sambungnya, dugaan penyuntikan vaksin kosong itu tidak ada akibatnya.

“Fokuslah, gitu akibatnya tidak ada luka berat, tidak ada kematian, itu bukan ranah pidana,” sebut Prof Wila sapaan akrabnya ketika diskusi dengan Ketua MKEK Pusat IDI dr. Pukovisa Prawiroharjo SPS(K), Prof. Dr. dr. Herkutanto, SpF(K)., SH., LLM., FACLM, dr. Hadi Wijaya MPH., MHKes disiarkan langsung di Chanel YouTobe Kang Hadi Conscience, Minggu (30/1/2022).

Alumni Fakultas Hukum Unpar itu mempersilahkan kasus tersebut masuk kedalam kedisiplinan atau etika kedokteran.

“Kelalaian Nakes ini, unsur kerugian itu tidak ada, kalaulah pidana kerugiannya harus luka berat, cacat, kematian. Kemudian kalau mau dengan gugatan perdata, bisa gak sih, kerugiannya apa? Karena biar bagaimana pun satu tuntutan atau gugatan, mau gak mau atau suka gak suka, faktor akibat itu sangat penting,” kata Wila yang pernah mendapatkan gelar guru besar untuk lima bidang ilmu, yaitu Ilmu Hukum Perdata, Hukum Waris, Sosiologi Hukum, Hukum Kesehatan, dan Metode Penelitian Hukum itu.

Ditegaskannya, polisi sudah mengambil alih kasus viral ini, tentunya ada proses penyelidikan. “Pada saat penyelidikan itu seharusnya dan saya kira sudah, ada kuasa hukum, digelar, barulah naik tingkat penyidikan, ditetapkanlah sebagai tersangka, tentunya ini adalah realita,” jelasnya.

Prof Wila mengungkapkan, kalau kita bicara fakta, harus mencari penyebab dokter G ditetapkan tersangka. Lanjutnya, untuk menetapkan G tersangka itu harus ada dua alat bukti.

“Pertama, ada pengakuan dari dokter dan mengucapkan salah. Kedua, saya tidak tau bukti kedua itu apa, seharusnya bahwa menetapkan tersangka ada pihak dari dokter G, apakah itu advokat atau mengerti “hukum”. Dalam gelar itu harus ada ahli yang mengatakan bahwa ini bukan ranah hukum pidana,” papar Prof Wila yang pernah belajar enam bulan tentang spesialisasi Hukum Kesehatan di Belanda dan dia mendapatkan bimbingan langsung dari Profesor W.B. van Mijn, seorang Guru Besar Hukum Kesehatan dari Erasmus Universiteit Rotterdam itu. (Arda)

 

- Advertisement -

Berita Terkini