Target Pertumbuhan Ekonomi Sumut 2021 di Atas 4.8%, Mungkin Tapi Perlu Kerja Keras

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Jika berkaca kepada ekspektasi Bank Indonesia dimana pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 akan lebih tinggi dari tahun 2020. Maka ekspektasi tersebut memang sangat memungkinkan sekali.

“Melihat sejumlah indikator ekonomi yang belakangan mengalami pemulihan. Hanya saja, yang menjadi persoalan adalah, jika angkanya dipatok 4.8% hingga 5.2% di 2021, sanggupkah pemerintah daerah merealisasikannya?” papar Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Kamis (3/12/2020).

Dalam paparan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI). Benjamin menilai BI Sumut memaparkan pertumbuhan dalam skenario yang optimis disitu. Meskipun terlihat besar, tapi angka optimis sebesar itu terbilang masuk akal.

“Namun BI Sumut harus berhati-hati, karena memang ketidakpastian masih menghantui ekonomi Sumut kedepan. Dan, akselerasi pertumbuhan ekonomi sebesar itu, belum tentu motor penggerak dari pemerintah daerah bisa berjalan maksimal dan memenuhi ekspektasi tersebut,” ujarnya.

Benjamin menilai ada banyak ketidakpastian yang akan terjadi di tahun 2021. Seperti kapan sih pandemic Covid-19 ini akan berakhir?. Sekalipun vaksin Covid-19 sudah ditemukan.

“Selanjutnya apakah masih akan berlangsung perang dagang antara AS dengan China?. Yang menurut hemat saya perang masih akan berlanjut di tahun depan nantinya,” ujarnya.

Ditambah lagi, belanja pemerintah daerah itu cenderung dibelanjakan di kuartal terakhir setiap tahunnya. Sehingga siklus fiskalnya itu procylical terhadap perekonomian.

Ia juga mengungkapkan belum lagi indikator ekonomi lain seperti penyerapan kredit yang baru tumbuh 4.3% YoY per oktober 2020. Ini artinya mesin penggerak ekonomi belum “panas”.

Ekonomi di kuartal keempat Sumut juga belum sepenuhnya bisa tumbuh di atas 0%. Artinya mesin penggerak ekonomi kita itu masih “dingin” atau kalau boleh dibilang masih “pemanasan”. Jadi jika ingin target pencapaian pertumbuhan ekonomi lebih realistis, maka yang harus dilakukan adalah bagaimana mengoptimalkan semua mesin agar berjalan optimal.

“Caranya, budaya belanja PEMDA di akhir tahun harus ditinggalkan. Majukan di pertengahan atau kalau bisa di awal tahun. Sehingga multiplier efeknya bisa dirasakan lebih dini bagi masyarakat. Ini yang bisa dilakukan Pemprov, karena selebihnya, motor penggerak ekonomi akan mengikuti dinamikan ekonomi global dan domestic,” ujarnya.

Daya Beli Masyarakat Terjaga Karena BI “Pasang Badan”.

“Kalau selama pandemic Covid-19, daya beli masyarakat yang relative terjaga. Ini juga tidak terlepas dari skema burden sharing BI yang turut membantu fiskal pemerintah dan sejumlah langkah lain yang dilakukan BI.

“Artinya dalam konteks ini, BI akan dirugikan dengan skema tersebut. Kita lihat saja nanti bagaimana laporan keuangan BI. Saya pesimis BI bisa mencetak keuntungan karena skema burden sharing tersebut,” jelasnya.

Artinya apa?, sekalipun pemerintah bisa meminimalisir dampak buruk dari pandemic Covid-19. Tetapi tetap saja, bahan bakar untuk meminimalisir dampak buruk ekonomi tersebut juga didatangkan dengan cara BI ikut menyediakan bahan bakarnya. Jadi tidak mudah untuk merealisasikan pertumbuhan diatas 5% baik nasional maupun daerah.

“Tetapi bagaimana nantinya jika kasus Covid-19 tetap meningkat. Perang dagang masih terus berlanjut atau bahkan eskalasinya mengalami peningkatan. Terjadi ketidakstabilan politik. Serta bencana alam yang sulit diprediksikan?. Jadi butuh kerja keras lagi untuk menjaga daya beli serta mempertahankan kinerja ekonomi di tahun 2021 mendatang,” ujarnya.

Terakhir, ungkap Benjamin, masih banyak variabel yang sulit diprediksikan namun tetap berpeluang terjadi. Ditambah dengan masalah geopolitik dan sejumlah sentiment negative eksternal lainnya. Tanpa sinergi dan kerja keras pemerintah, sulit untuk merealisasikan target pertumbuhan seperti yang BI inginkan. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini