Jika Tren Penurunan Harga Minyak Terus Terjadi, Negara Arab Bisa Chaos

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Harga minyak mentah dunia yang terpuruk, bahkan diperdagangkan minus pada penutupan perdagangan senin sebesar -$37 per barel menjadi indikasi buruk bagi perekonomian di negara-negara penghasil minyak. Yang pada umumnya adalah negara-negara dengan penduduk muslim mayoritas. Kinerja harga minyak yang terpuruk belakangan ini memberikan pukulan berat bagi sejumlah negara arab dalam menopang roda perekonomiannya.

“Mengacu kepada data IMF (International Monetary Fund), harga minyak mentah yang dibutuhkan untuk menopang kebutuhan fiscal masing-masing negara arab itu berbeda. Kita ambil contoh Arab Saudi, negara ini setidaknya mengharapkan harga minyak di level $76,1 per barel untuk memenuhi semua kebutuhan fiskalnya. Artinya jika total produksi minyak Arab Saudi dikalikan dengan harga $76, maka semua kebutuhan fiskal di tahun ini terpenuhi,” kata Analis Pasar Keuangan, Gunawan Benjamin di Medan, Selasa (21/4/2020).

Nah, jika ada pendapatan diluar minyak seperti perjalanan umroh dan haji ke Arab Saudi, itu jadi bonus buat negaranya. Dan Qatar menjadi negara dengan ketergantungan minyak yang paling rendah untuk memenuhi segala kebutuhan pengeluarannya (fiskal). Qatar di tahun ini membutuhkan rata-rata harga minyak di level $39.9 untuk memenuhi semua pengeluarannya. Dan Libya menjadi negara dengan mengharapkan harga minyak sebesar $57 untuk memenuhi kebutuhan fiscal di tahun ini. Selebihnya, negara pengekspor minyak di timur tengah membutuhkan harga di atas $60 per barel.

Benjamin mengatakan, di tahun 2020 ini, harga minyak bergerak turun dari kisaran $50 per barel menjadi $ 1.36 per barel hari ini, setelah sempat terpuruk hingga -$40 per barel. Artinya, hanya Qatar yang memiliki posisi pernah diuntungkan (fiscal surplus) karena harga minyak sempat menyentuh $50 per barel di tahun ini. Selebihnya jika negara arab bergantung 100% terhadap minyak, jelas akan terjadi defisit fiscal.

“Nah bagaimana negara Arab saat ini bertahan di tengah pandemic dan penurunan harga minyak?. Arab Saudi memang pernah mengklaim bahwa total biaya produksi minyak itu dikisaran $10 per barel. Tetapi dengan aktifitas umroh dan haji yang terhenti, pandemi membuat ekonomi terhenti, ditambah dengan harga minyak saat ini. Biaya produksi minyak akan menjadi lebih mahal dan tidak menguntungkan sama sekali,” beber Benjamin.

Jika harga minyak terus berlangsung murah dibawah biaya produksinya. Maka akan ada banyak perusahaan minyak di timur tengah yang gulung tikar. Penurunan harga minyak mentah ini juga tidak bisa dilepaskan dari perang harga sebelumnya antara Saudi dengan Rusia. Pandemi telah menggerus permintaan minyak. Di Indonesia saja tren konsumsi minyak turun dan sudah mencapai 30% dibandingkan hari normal.

“Jika pandemic terus berlangsung, ekonomi global terpuruk, tren konsumsi BBM dunia menurun. Ini bisa memicu terjadinya chaos di sejumlah negara penghasil minyak (timur tengah). Negara Arab saat ini akan terus memutar otak untuk memenuhi belanjanya disaat harga minyak terpuruk,”  ungkap dia. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini