Pejuang Perintis Kemerdekaan Abdul Hamid Lubis “Benteng Kecil” Meninggal Dunia

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pejuang Perintis Kemerdekaan Indonesia, Abdul Hamid Lubis yang dimasa penjajahan dikenal dengan julukan Banteng Kecil di Sumatera Timur, telah meninggal dhnia pada jam 2.20 WIB tanggal 9 Februari yang lalu di Rumah Sakit Pelni Jakarta, setelah menjalani perawatan di sana sejak tanggal 5 Februari.

Ketika pada tahun 1930 didirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang digerakkan oleh Bung Karno dan kawan – kawan di Kota Medan, Abdul Hamid Lubis diangkat sebagai salah satu pimpinannya dan menjadi seorang agitator yang bersemangat menyala –nyala dan tidak kenal gentar. Sebagaian besar waktu dan kegiatannya digunakan untuk mengembleng semangat kebangsaan rakyat. Untuk menutupi kebutuhan hidupnya sendiri, dia bekerja sebagai penulis pada beberapa harian nasional di kota Medan, termasuk “Pewarta Deli”.

Abdul Hamid Lubis dilahirkan pada tahun 1910 di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, Putra dari almarhum Bariun Lubis, Kepala Stasiun Kereta Api Pangkalan Brandan pada saat itu, dia menjalani pendidikan H.I.S dan M.U.L.O dan kemudian menceburkan diri ke dalam dunia kewartawanan dan selanjutnya ke dunia politik.

Sejak di bangku sekolah Abdul Hamid Lubis telah dikenal kecerdasan otaknya sehingga mempunyai kesempatan untuk menjadi mahasiswa kedokteran dan kegemaranan serta ketekunannya membaca buku – buku tentang riwayat perjuangan kemerdekaan beberapa bangsa di dunia. Karena penguasaan bahasa Belandanya yang fasih, ditambah kecerdasan otaknya, Residen Penjajah Belanda di Tanjung Pura (Langkat) masa itu sangat menyenanginya dan selalu berusaha mendekatinya, tapi tidak pernah berhasil, karena jiwanya telah diresapi semangat kebangsaan yang menyala – nyala dan tak kunjung padam.

Abdul Hamid Lubis terkenal sebagai seorang orator dengan semangat yang menyala – nyala dan suara yang menggeledek, yang tidak gentar menelanjangi kekejaman imperialisme dan kapitalisme serta mengembleng semangat kemerdekaan, hingga dia mendapat julukan si “Banteng Kecil”

Sumatera Timur yang merupakan wilayah garapan gerakan PNI, adalah tempat bercokolnya onderneming – onderneming (Perkebunan-Perkebunan) teh, karet, kelapa sawit dan tembakau milik perusahaan-perusahaan Belanda yang mempekerjakan puluhan ribu kuli kontrak yang didatangkan dari pulau jawa dengan cara tipu muslihat.

Pada tahun 1932 di Sumatera Timur terjadi pemogokan buruh kereta api dan burub perkebnunan melakukan pembunuhan atas majikannya orang Belanda, sementara tokoh – tokoh pergerakan nasional melancarkan gerakan di bawah tanah.

Pembesar – pembesar Belanda di Sumatera Utara sangat khawatir terhadap gerakan politik yang dilancarkan oleh PNI, yang ternyata mendapat sambutan besar di dalam masyarakat, berkat agitasi yang dilakukan oleh si “Banteng Kecil”

Abdul Hamid Lubis ditangkap oleh penjajah Belanda dan ditahan di dalam penjara “Suka Mulia” Medan. Selama dalam tahanan itu dia dibujuk untuk meninggal gelanggang pergerakan, tapi dia menolak. Akhirnya Gubernur Jenderal Belandadi Betawi menganggap Abdul Hamid Lubis sebagai orang yang membahayakan bagi keselamatan penjajah Belanda dan mengeluarkan keputusan pengasingannya ke Boven Digoel (Sekarang termasuk Kabupaten Merauke, Irian Jaya)

Di tempat pembuangan yang terpencil di tengah hutan belantara ini Abdul Hamid Lubis mendekam selama 16 tahun bersama tokoh – tokoh pergerakan nasional lainnya. Di tempat inilah Abdul Hamid Lubis terserang penyakit malaria dan juga asma, yang kemudian ternyata merupakan salah satu penyebab kematiannya.

Pada tahun 1948, sewaktu tercapainya persatuan Roem-Royen, barulah pejuang – pejuang nasional yang diasingkan ke Boven Digoel itu memperoleh kesempatan kembali ke tempat asal dan Abdul Hamid Lubis kembali, bukan ke Sumatera Timur, tapi ke Jawa Tengah. Dari tahun 1949 sampai 1950 turut bergerilya di daerah Jawa Tengah dan baru keluar dari hutan setelah Belanda meninggal Yogyakarta dan Bung Karno serta Bung Hatta kembali ke Jakarta

Selama tahun 1950 – 1960 Abdul Hamid Lubis turut berusaha untuk menyatukan Indonesia Raya yang dicerai-beraikan NICA menjadi terpecah Belah. Terakhir dia mencoba berusaha di bidang percetakan di Kota Semarang.

Tapi penyakit yang dideritanya sejak ditempat pembuangan terus mengerayanginya. Penyakit darah tinggi dan asma membuatnya tidak dapat aktif lagi di tahun – tahun belakangan ini dan lebih banyak keluar masuk rumah sakit.

Bulan desember yang lalu penyakitnya semakin parah dan dia berdiam di rumah saudaranya di Jakarta

Almarhum Abdul Hamid Lubis meninggalkan seorang putera, tanpa sedikitpun harta kekayaan, kecuali dharma baktinya pada Tanah Air.

Almarhum kenal baik dengan beberapa tokoh perjuangan seperti Chaerul Saleh, A.K. Gani, Sutan Syahrir dan Juga Adam Malik. Bahkan Adam Malik hingga sekarang tetap mengakui Almarhum Abdul Hamid Lubis sebagai gurunya dalam pergerakan politik.

Sumber : Pers Indonesia

- Advertisement -

Berita Terkini