Rinduku Kepada Ibu yang Telah Pergi Meninggalkanku

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Aku tak ingat pasti kapan Ia mulai terserang stroke. Yang ku tahu tahun 1998, emak mulai tak berdaya hingga sang khaliq menjemputnya, 19 Februari 2014. Selama 16 tahun itulah Emak melawan penyakit beratnya. Obat-obatan berbagai jenis dikonsumsi sampai rasa bosan datang menghampiri.

Namun semangatnya tak pernah pudar untuk sembuh. Emak memang luar biasa. Tak hanya berbagai jenis resep dokter. Obat-obatan herbal dari toko sampai tabib dan shin she sudah jalani.

Bahkan, bisikan saran dari kerabat (maaf) untuk minum air kencing paginya pun dikonsumsi yang konon katanya bisa menjadi penyembuh buatnya.

Semua itu dilakukan bukan atas dasar kesembuhannya semata, tetapi untuk kami anak-anaknya. Yang ada dalam benaknya, segera sembuh supaya bisa kembali menjadi Ibu yang melayani Suami dan mengurus anak dan cucunya.

Keinginan untuk menjadi Ibu yang baik terlihat jelas dengan keterbatasan fisiknya yang hanya berfungsi di bagian kiri (mulai dari tangan dan kaki). Baginya, seorang Ibu adalah yang dapat melayani keluarga.

Walau hanya tangan dan kaki bagian kiri yang berfungsi dengan jalan tertatih-tatih sambil memegang dinding rumah, emak tak pernah melupakan kewajibannya di dapur. Memasak masih menjadi bagian rutinitas yang Ia jalani dengan harapan Suami dan anaknya tak terlantar untuk urusan perut.

Walau Ia sendiri hanya dapat melihat masakannya disantap, karena begitu banyak pantangan makanan yang wajib jalani. Emak memang luar biasa hebat.

Nyaris selama 16 tahun Emak menderita melawan sakitnya tetapi tak pernah mengeluh. Bagi Emak, hanya melawan rasa sakit itulah yang bisa  dilakukan supaya kami tetap tersenyum.

Malahan, sebagai anak, saya malu akan ketaatan Emak pada Sang Khaliq yang dengan keterbatasan fisiknya selalu ingat kewajibannya sebagai hamba Allah.

Emak memang luar biasa hebat. Masih terbayang sebelum Salat Subuh, Ia menyempatkan menyeduh teh buat Suami dan anaknya. Usai salat pun Ia tetap cekatan menyediakan sarapan.

Baginya, kami anak-anaknya tidak boleh tidak mendapat perhatian darinya ditengah keterbatasan fisiknya. Mak… Aku percaya emak sekarang lebih tenang dan bahagia di surganya Allah.

Aku percaya kini emak merasakan sakit lagi selama 16 tahun engkau derita bersama kami anakmu. Doa kami selalu buat emak di sana. Aku kangen emak, aku rindu emak, aku sayang emak. Emak segala bagiku walau maut kini memisahkan kita.

Tiga tahun sudah aku hanya bisa ziarah ke makam emak begitu mudik. Hanya pusaranmu pelepas kangen rinduku. Sejak Emak meninggalkan kami, anakmu. Rumah dimana kita berkumpul terasa sepi walau kini rumah tua itu tetap dihuni anak dan cucumu.

Apalagi sejak Bapak menyusulmu, 14 Juli 2015 sore itu. Putus sudah tempatku dan anakmu yang lainnya bergantung, tak ada lagi tempat berlindung.

Hanya Al Fatihah yang selalu aku panjatkan semoga Allah menyampaikannya buat emak dan Bapak di sana. Hanya amalan itulah yang bisa kami (anakmu) lantunkan saat ini sebagai obat penawar rindu supaya emak dan Bapak semoga mendapat tempat yang layak di sisi-Nya.

Kini, Ramadan di ambang pintu. Maafkan aku anakmu yang belum mengunjungi rumah terakhirmu, Emak dan Bapak. Sebenarnya pingin sekali aku berkunjung ke pusaramu sambil mengingat kematianku. Tetapi…. Ehmmmm…. Maafkan aku sekali lagi Emak dan Bapak.

Jelang Ramadan, semua umat Islam pastilah disibukkan dengan berbagai persiapan menyambut datangnya bulan yang penuh ampunan. Akupun jadi teringat semasa emak dan Bapak masih ada.

Emak selalu menyiapkan pangir (wewangian dari daun pandan dan rempah lainnya) untuk mandi jelang malam sahur pertama sebagai simbol kepercayaan adat menyambut datangnya bulan puasa.

Apalagi jelang sahur pertama, Emak tak pernah melupakan berbagai masakan khas tradisional, ayam gulai hingga semur, anyang, dan sambal teri, sampai kue apem, termasuk buah-buahan. Tiga tahun ini kebahagian itu tak lagi kami dapatkan. Ditambah Bapak juga tak lagi bersama kami dua tahun ini.

Tetapi semua itu atas kehendak Allah. Sekali lagi dalam setiap doaku, Emak dan Bapak selalu mendapat ampunan Allah di alam sana hingga bisa berkumpul kembali di surga-Nya.

Makkkk…. Aku rindu omelan emak, aku kangen belaian lembut tanganmu, aku rindu canda tawamu, aku rindu membelikan perlengkapan salat buatmu ketika Lebaran tiba, aku rindu sungkeman denganmu sambil kau elus tempurung kepalaku.

Makkk… Pakkk…. Maafkan anakmu ini yang hingga maut menjemputmu belum dapat mampu membahagiakanmu. Makkk… Pakkk… Tidurlah dengan tenang di sisi-Nya.

Kami anakmu akan selalu menjaga amanah baikmu, kami (anakmu) akan selalu saling melengkapi satu sama lain sebagaimana permintaanmu. Al Fatihah… Doaku selalu buat emak dan bapak.

Cerita ini dituangkan dari isi hati seorang anak (Najib Gunawan) yang tlah merindukan ibunya yang telah pergi.

Penulis : Arjuna

- Advertisement -

Berita Terkini