Pengamat Politik: Kalau KPU dan Dinas Sosial Langkat Tidak Bekerja Sama, Bagaimana Pemilunya Ingin Berintegritas?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Dr Ujang Komarudin SHI MSi menanggapi soal Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Langkat Sumatera Utara  yang diduga rangkap jabatan sebagai Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk Pemilu 2024.

Dari 11 orang, 1 (satu) orang pendamping PKH berisial AB yang rangkap jabatan sebagai PPS Desa Lalang Kecamatan Tanjung Pura sudah mengundurkan diri, dan telah diumumkan KPU Langkat. Namun, 10 orang lagi diduga belum diumumkan ke publik.

Hal ini, menurut Dosen tetap UAI itu, kekuasaan yang dilarang peraturan, dirusak moral di daerah. Sudah tahu dilarang, dan tidak boleh, tentunya jangan diam-diam saja, jangan seolah-olah tidak mengetahui, seharusnya dari dari dulu mesti mundur. Sesuatu yang dilarang dan tidak boleh, jangan dilakukan, Pendamping PKH yang rangkap jabatan sebagai penyelenggara Pemilu sangat dilarang dan tidak boleh.

“Kenapa itu terjadi? Mestinya hal ini tidak terjadi, kalau semua PKH yang rangkap jabatan itu menyadari bahwa itu dilarang dan tidak boleh. Dan jangan sampai ‘kepentingan pribadi’ lebih mendominasi dari pada kepentingan masyarakat. Mestinya kepentingan masyarakat dulu yang lebih diutamakan. Makanya kalau sudah dilarang dan tidak boleh, seharusnya jangan ikut test (daftar penyelenggara Pemilu-red). Kalau pun sudah tahu ikut test, kalau sudah masuk, mestinya mengudurkan diri,” jelas Ujang Komarudin saat dimintai tanggapan mudanews.com, Senin (27/3/2023).

Dinas Sosial dan KPU Langkat diharapkan untuk menjadikan penyelenggara Pemilu berintergritas.

“Ya Inilah mestinya dilakukan, menjaga Pemilu yang berintegritas itu, harus dijaga bersama di daerah dan pusat, kalau KPU dan Dinas Sosial Langkat tidak bekerja sama untuk membangun Pemilu berintegritas, bagaimana Pemilunya ingin berintegeritas?” kata Alumnus Magister (S-2) dan Doktor (S3) Ilmu Politik di Universitas Indonesia (UI) itu.

Pengamat Politik KPU dan Dinas Sosial Langkat
Kantor KPU Langkat (Foto: mudanews.com/Arda)

Oleh karena itu, Ujang mengingatkan KPU dan Dinas Sosial harus menyadari kesalahan dan diselesaikan bersama, PKH yang rangkap jabatan harus menentukan pilihan, di PKH atau penyelenggara Pemilu. Selain itu juga, Ujang Komarudin menyarankan Dinas Sosial, Pendamping PKH yang doble job serta KPU Langkat meminta maaf kepada publik.

“Lalu meminta maaf, apabila itu sesuatu kesalahan. Tidak ada ruginya untuk meminta maaf, kalau itu memang sebuah kesalahan. Kalau aturan yang melarang dan tidak boleh, mestinya jangan dilakukan, mestinya mundur dan meminta maaf,” kata Staf Khusus Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tahun 2016 itu.

Diharapkan 10 orang pendamping PKH lagi yang diduga belum mengundurkan diri dan belum diumumkan ke publik.

“Lebih baik mereka mundur sajalah, lebih baik menjadi orang yang berintegritas daripada seolah-olah tidak mengetahui, seolah-olah diam dan seolah-olah ‘tutup mata’,” tambahnya.

“Padahal, masyarakat Langkat paham dan tahu bahwa itu rangkap jabatan (doble job). Artinya yang 10 orang itu membangun kesadaran diri untuk mengundurkan diri secara bersamaan untuk menjaga Pemilu yang berintegritas dan berwibawa untuk menghasilkan letigimasi yang kuat bagi pemenangnya nanti, itu penting dijaga untuk seluruh daerah, kalau kita ingin menjaga demokrasi berjalan fair (adil-red) dan Pemilu berjalan berintegritas. 10 orang tersebut untuk mundur sesuai peraturan yang berlaku saja, sebenarnya itu yang harus kita lakukan dan kita jaga bersama,” tegas Pria Kelahiran Subang Jawa Barat itu.

Dinas Sosial dan KPU Langkat untuk menindak dengan tegas Pendamping PKH yang rangkap jabatan itu. Ujang menyakini PKH yang rangkap jabatan itu, diduga disengaja.

“Kalau itu sebuah kesalahan dan kelalaian atau keteledoran, apapun itu, saya yakin itu sengaja. Makanya harus diberi sanksi dan diminta mundur, itu saja sebenarnya. Kita ini terlalu rumit dan ruwet dengan diri dan instruksinya masing-masing, punya konflik kepentingan, tak taunya adanya konflik kepentingan dan 10 orang itu punya konflik kepentingan, saya mengamankan dan menjaga. Padahal, dalam keburukan ini yang harus kita hilangkan, kita awasi, kritisi. Oleh karena itu, meminta mereka mundur. Lalu diberikan sanksi kalau itu sebuah kesalahan, itu saja,” imbuhnya.

Dalam Peraturan Kementerian Sosial melalui Perdirjen Linjamsos Nomor: 58/3/OT.01/8/2022 tentang Perubahan Atas Perdirjen Nomor: 2/3/KP.05.03/2020 tentang Kode Etik SDM PKH. “Menjadi Pegawai/Petugas Pelaksana Pemilu Pusat, Provinsi, Daerah, Kab/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan atau nama lainnya yang bertugas penuh waktu/jangka panjang.”

Kementerian Sosial RI, DKPP dan Bawaslu RI dan Sumut untuk memberikan teguran kepada Dinas Sosial dan KPU Langkat.

“KPU itukan punya anggaran Pemilu dari APBN, berjalan saja sesuai koridor Undang-Undang. Kalau menyalahi Undang-Undang diberikan sanksi, itu saja. Kalau itu sebuah pelanggaran laporkan saja ke DKPP sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Sementara Dinas Sosial Langkat, tahu diri lah, kalau itu memang sebuah kesalahan, jangan diam-diam saja disuruh mundur yang 10 orang itu,” tambahnya.

Ujang menguatkan, perlunya kolaborasi antara KPU dan Dinas Sosial soal 10 orang pendamping PKH yang diduga rangkap jabatan ini.

“Harus sinergi dan kolaborasi antara Dinas Sosial dan KPU Langkat, dalam arti koordinasinya itu harus dalam kebaikan, bukan dalam keburukan, mereka bermusyawarah saja untuk agar 10 orang itu bisa mundur, agar tidak terjadi konflik kepentingan, seperti itu saja,” ujarnya.

Dua gaji yang bersumber dari APBN, menurut Ujang tidak boleh, karena gaji PKH dari APBN, penyelenggara Pemilu di KPU kan gaji APBN juga.

“Kan seperti itu aturannya tidak boleh, kalau digaji dengan dua gaji dari APBN, setahu saya tidak boleh kan begitu, kalau ada peraturan yang lain yang memperbolehkan, tidak tahu saya, yang jelas bersinergi untuk menjaga kebaikan, bukan untuk menjaga keburukan. Mereka bermusyawarah saja untuk meminta mereka mundur,” kata Staf Khusus Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tahun 2016 itu.

Publik atau masyarakat akan menilai, jika KPU dan Dinas Sosial Langkat tidak mengumumkan ke Publik sehingga masyarakat bertanya-tanya tentang itu.

“Mestinya diumumkan dipublik, biyar masyarakat Langkat mengatahui bahwa bersama-sama menjaga Indonesia dengan transfaransi selamanya, harus menjadi contoh untuk menjadikan Pendidikan Politik bagi masyarakat bahwa yang tidak boleh, ya tidak boleh, yang boleh, ya boleh. Itu harus ada batasan-batasannya, jangan sampai etika itu diterabas terus, sehingga bangsa ini menjadi bobrok dan rusak, kan itu sebenarnya,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu.

Kadis Sosial Langkat,
Kantor Dinas Sosial Kabupaten Langkat (Foto: mudanews.com/Arda)

Sebelumnya diberitakan, Dinas Sosial Langkat pernah memanggil 11 orang Pendamping PKH yang doble job menjadi PPS dan PPK untuk Pemilu 2024. Mereka dipanggil untuk menentukan pilihan sebagai Pendamping PKH atau Penyelenggara Pemilu.

Berjalannya waktu, Pendamping PKH berinisial AB yang doble job sebagai PPS di Desa Lalang Kecamatan Tanjung Pura telah mengundurkan diri. AB lebih memilih sebagai Pendamping PKH. Bagaimana dengan 10 pendamping PKH lagi?

Terkait itu, Kepala Dinas Sosial Langkat Taufik Rieza saat dikonfirmasi, menyarankan mudanews.com untuk datang ke kantor pada hari Senin (13/3/2023). “Ke kantor kita aja nanti Senin,” kata Taufik Rieza saat dihubungi mudanews.com, Sabtu (11/3).

Dinas Sosial sedang menunggu konfirmasi dari KPU Langkat terkait 10 Pendamping PKH. “Kita kan menunggu konfirmasi dari KPU, artinya mereka kan belum ada menyampaikan lagi kan itu tentang para pendamping, makanya nanti Senin bang, kita bahas, kebetulan saya lagi di jalan bang, izin bang,” kata Taufik. (Arda)

- Advertisement -

Berita Terkini