Negara “Sekarep” Mu Pak Presiden

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : H. M. Rizal Fadillah, SH
Pemerhati Politik dan Kebangsaan

MUDANWS.COM – Omnibus Law bikinan Pemerintah mendapat reaksi keras. Aspirasi rakyat menghendaki segera ada pembatalan. Undang-Undang yang prosedur dan kontennya tidak adil dan sarat kepentingan ini buruk secara filosofis, yuridis, dan sosiologis. Terburuk dalam sejarah perundang-undangan Negara Republik Indonesia.

Atas aksi-aksi penentangan baik oleh buruh, mahasiswa, cendekiawan, ormas keagamaan, maupun beberapa Kepala Daerah, Presiden telah mengumumkan langkah dengan instruksi kepada Kapolri untuk bertindak tegas dan melarang Gubernur untuk menolak UU Cipta Kerja tersebut.

Ada lagi tuduhan, bahkan penangkapan, penyebar hoax RUU Cipta Kerja. Sementara RUU otentik yang ditetapkan oleh DPR pun tidak ada. Darimana Polisi bisa menyatakan bahwa konten RUU yang disebarkan itu hoaks sementara belum ditemukan RUU otentik yang absah. Penetapan pidana penyebar hoaks ini termasuk “sekarep”nya juga.

Tiga hal penting bahwa Presiden telah bertindak “sekarep dewek” seolah dirinya sebagai pemilik negara :

Pertama, apapun alasan rakyat harus terima Omnibus Law ini karena dalihnya demi kepentingan penciptaan kerja. Lupa bahwa impor tenaga kerja asing adalah ikutan utama dari proyek produk Omnibus law ini.

Kedua, instruksi bertindak tegas dapat ditafsirkan oleh oknum Polisi untuk bertindak keras, brutal, dan abai soal pelanggaran HAM karena “demi menyelamatkan negara” versi instruksi Presiden. Lupa bahwa Polisi adalah alat Negara bukan alat Pemerintah atau Presiden. Polisi itu pengayom bukan pembantai.

Ketiga, Gubernur atau Kepala Daerah tidak semata kepanjangan tangan Pemerintah Pusat apalagi Presiden. Lupa bahwa Gubernur dipilih oleh rakyat di Provinsinya. Bukan pembantu Presiden yang bisa disuruh suruh.

Presiden Jokowi tanpa disadari telah menerapkan prinsip Negara adalah Aku. Ini negara demokrasi berdasar “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Jadi no way otokrasi dan merasa kuasa sendiri. Tidak boleh “sekarep” mu pak Presiden.

Harus diingat bahwa kekuasaan itu selalu berputar, sekarang di atas besok di bawah. Sekarang mulia, besok hina.

“Katakanlah (Wahai Muhammad) : Wahai Allah pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan pada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS Ali Imron 26).

Tidak percaya ? Tidak beriman ? Silahkan tunggu pembuktian.

“Wantadhiruu Inna muntadhiruun”

Dan tunggulah (akibat perbuatanmu). Sesungguhnya kami pun sedang menunggu. (QS Huud 122).

Bandung, 11 Oktober 2020

- Advertisement -

Berita Terkini