Surat Terbuka untuk Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara (Saudari Jaleswari Pramodhawardani)

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – “Universitas adalah tempat di mana pengetahuan dan etika tumbuh berkembang bersama pergaulan sivitas akademika. Universitas bukan tempat pejabat plesiran bicara tentang kuasa negara. Apalagi tempat orang yang kerap asal bicara dengan dalih jabatan orang Istana. Sebagai alumni saya malu, jika Universitas saya telah disusupi intelektual atau pejabat negara dengan reputasi buruk.” -ARP-

Kepada saudari Jaleswari Pramodhawardani yang saya hormati, selaku Deputi V Kantor Staf Presiden dan Anggota MWA – USU.

Izinkan untuk kedua kalinya saya kembali mengirim surat terbuka kepada anda.

Belum habis penantian saya atas permintaan maaf terbuka anda kepada Faisal Basri terkait tuduhan yang begitu melecehkan reputasi seorang inteletual yang berintegritas. Saya tidak akan kembali mengulang isi dari surat terbuka saya sebelumnya. Kendati saya sedikit mengulang dalam rangka membasahi memori anda, yang barang kali hari ini sudah mulai kering. Kering atas karena euforia rangkap jabatan yang mulai anda nikmati.

Saya rasa anda betul-betul tidak mengindahkan kekecewaan seorang Faisal Basri, serta juga mendengarkan permintaan saya. Betapa apatisnya anda sebagai pejabat negara untuk sekedar mengakui kekeliruan anda. Sudahkah kedua telinga anda yang Tuhan berikan mulai tersumpal erat-erat peluru timah. Atau kedua mata anda yang harusnya digunakan untuk melihat keadaan objektif, telah tertutup rapat tameng baja. Saya jadi bertanya-tanya, sejak kapan seorang peneliti LIPI yang sipil, menjadi penganut tindakan militeristik?

Saya tidak ingin mengada-ada dalam surat ini. Namun, saya ingin tunjukan kepada kolega dan sivitas akademika USU saya, bahwa anda bukan siapa-siapa di mata saya atas kesalahan yang anda ingkari sendiri. Tolong dicatat surat ini saya ajukan dalam posisi saya sebagai warga negara dan alumni USU, tempat di mana anda menjabat sebagai anggota MWA sekarang.

Izinkan saya bertanya pada anda saudari Jaleswari? Apa sulitnya bagi anda seorang pejabat negara, sebagai orang yang merasa pejabat Istana Negara untuk meminta maaf secara terbuka dalam media yang sama di mana tuduhan anda kepada Faisal Basri seorang influencer? Dari semua kata yang anda hamburkan di akun Twitter pribadi anda (@Jaleswari_P), saya tidak membaca satu pun konstruksi kalimat yang secara jujur mendefinisikan permintaan maaf anda secara tulus. Justru anda berusaha menjelaskan terminologis buzzer dan influencer, dan semua penjelasan anda sama sekali tidak terbaca sebagai permintaan maaf yang tulus.

Saya ulang verbatim yang anda cuit melalui akun pribadi anda (4 September 2020); “Kalaupun kami mengundang influencer adlh dlm kapasitasnya sbg narsum yg kredibel dan profesional dibidangnya, contohnya akademisi spt mas Faisal Basri.” Barang kali dalam potongan cuitan ini, di waktu yang sama saya juga menjumpai kedangkalan anda. Dangkal yang saya maksud adalah ketika anda memenjarakan seorang Faisal Basri dengan definisi influencer. Itu tertanda, sebagai Deputi V KSP anda merasa punya otoritas untuk menyetarakan definisi; aktivis, akademisi, intelektual dengan influencer.

Jika salah satu alasan anda mengatakan Faisal Basri seorang influencer adalah karena jumlah followernya di Twitter. Itu akan sama halnya ketika saya mengatakan bahwa; diri saya jauh lebih pantas menjabat sebagai Deputi V Kantor Staf Presiden karena jumlah follower saya jauh lebih banyak dari anda (anda 16K dan saya 29K).

Dalam hal yang lain, penting bagi saya sebagai alumni Universitas Sumatera Utara memastikan ruang lingkup kehidupan pengetahuan dan keilmuan sejalan dengan prinsip-prinsip integritas yang semestinya. Dan rasanya, jika ada seorang pejabat negara yang sewenang-wenang masuk dalam lingkungan kami, bukan tidak mungkin ketidaknyamanan itu bisa bertranformasi menjadi gerakan perlawanan yang nyata.

Selain membantu memperluas cakrawala kebahasaan anda, surat ini sekaligus menguji ketajaman nalar anda yang selama ini menyandang titel peneliti. Agar anda tidak terus tenggelam dengan definisi yang keliru, saya akan bantu ingatkan bahwa aktivis, akademisi, intelektual, politisi dan influencer memiliki definisi yang berbeda. Bukankah sebagai seorang peneliti anda sudah sepatutnya punya nalar distingtif dalam melihat problem.

Sebagai penutup, tidak lelah saya meminta anda untuk memenuhi permintaan Faisal Basri. Perlu kiranya anda penuhi permintaan maaf itu di media yang sama. Jika hal sederhana itupun anda enggan penuhi. Bukan tidak mungkin saya bersama-sama para kolega staf pengajar dan forum alumni USU mengundang anda untuk debat secara terbuka dalam panggung akademik, dengan kaitannya isu “influencer” sebagai mana topik tersebut begitu anda kuasai. Semoga hari-hari berkuasa anda bisa menjadi lebih bermanfaat, lagi bermartabat!

Salam #RakyatAkalSehat,
Jakarta, 9 September 2020

Oleh: Abi Rekso Panggalih (Sekjen DPN Pergerakan Indonesia – Alumni Universitas Sumatera Utara)

- Advertisement -

Berita Terkini