Perlunya Perubahan Tujuan HMI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Mengutip pendapat A. Dahlan Ranuwihardjo “Lazimnya yang dijadikan tujuan sesuatu organisasi adalah sebuah cita-cita besar yang hendak dicapai oleh organisasi, misalnya cita-cita untuk mencapai suatu masyarakat atau negara dengan kualifikasi tertentu atau yang menyangkut suatu ideologi atau agama.” Suatu tujuan tidak hanya memandang sebuah cita-cita saja, akan tetapi rumusan cita-cita itu yang dijadikan tujuan memiliki sebab dan musababnya. Ada latar belakang yang menjadikan sebuah tujuan besar atau cita-cita mulia terumuskan.

Suatu tujuan atau cita-cita sebuah organisasi tidaklah abadi dari perputaran waktu. Tujuan dapat berjangka pendek dan berjangka panjang, tidak abadi dari hukum-hukum perubahan. Suatu tujuan juga dapat berubah berdasarkan situasi dan kondisi. Artinya, dalam tujuan itu mengandung waktu dan tempat yang sifatnya temporal dan teritorial. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bisa diambil dan dipakai pada waktu lain serta tempat lain jika kondisi atau yang dicita-citakan sama. Dalam formulasi perubahan tujuan (misi) ini pun tentunya memiliki faktor-faktor tertentu baik dari segi subjek, objek dan fokusnya. Intinya, tujuan (misi) sebuah organisasi bukanlah hal yang absolut tanpa perubahan. Tujuan organisasi dapat dirubah dan dilegalkan dalam sebuah rapat tertinggi di organisasi.

Dalam tulisan sederhana ini, kita akan fokuskan pada wacana penulis terkait perlunya perubahan Tujuan HMI saat ini. Sebagaimana kita ketahui bersama, secara historis Tujuan HMI telah mengalami perubahan beberapa kali. Tujuan HMI yang saat ini ada dalam Pasal 4 Anggaran Dasar HMI (AD HMI) serta dapat kita lafazkan secara lisan tanpa melihat teks adalah perubahan terakhir dari Tujuan-tujuan HMI yang sebelumnya.

Tujuan HMI I; “1. Mempertebal dan mengembangkan agama Islam. 2. Mempertinggi derajat Rakyat dan Negara Republik Indonesia.” adalah putusan Kontes HMI I di Yogyakarta pada 30 November 1947.

Kemudian, pada Kongres HMI ke-4 di Bandung pada 14 Oktober 1955 merubah Tujuan HMI hasil Kongres I HMI menjadi; “Ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam.” Terkait perubahan pertama ini, A. Dahlan Ranuwihardjo menjelaskan pada saat itu HMI sampai pada pendapat bahwa HMI yang isinya adalah mahasiswa, calon sarjana atau calon intelektual tidaklah tepat jika berfungsi sebagai organisasi massa, apalagi sebagai organisasi kekuatan politik praktis. Pada saat itu disepakatilah sebuah Tujuan HMI untuk memfungsikan HMI sebagai organisasi kader yang bertujuan membina anggotanya menjadi kader. Karena itu, yang menjadi fokus dan objek yujuan HMI adalah pribadi-pribadi, individu-individu para anggota. Sehingga disahkanlah tujuan HMI yang baru (Hasil Kongres HMI ke-4) menggantikan tujuan HMI hasil Kongres HMI I.

Jika Tujuan HMI I hanya mampu bertahan selama 8 tahun, Tujuan HMI II hasil Kongres HMI ke-4 mengalami perubahan kembali, dua kali lipat dari Kongres I, artinya hanya bertahan selama 16 tahun. Perubahan kedua ini terjadi pada Kongres HMI ke-10 di Palembang pada 10 Oktober 1971, dengan bunyi redaksinya; “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat dan makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala.”

Perubahan tersebut serasa sangat perlu setelah melihat perjalanan HMI selama 16 tahun. Formulasi dalam tujuan tersebut pun mengandung kekurangan belum disebutnya fungsi lebih lanjut dari “manusia akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam” itu, serta di bumi apa insan cita tersebut hidup dan bergerak. Redaksi “bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala” menjadi fungsi dari “insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam.” (Muchriji Fauzi HA dan Ade Komaruddin Mochamad, 1990:23).

Lebih lanjut A. Dahlan Ranuwihardjo yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PB HMI periode 1951-1953 mengungkapkan bahwa formulasi Tujuan HMI yang disempurnakan itu (Hasil Kongres HMI ke-10) dikokohkan dalam kongres-kongres HMI berikutnya. Jika pun saat ini ditemukan ada sebuah kata yang sedikit berbeda seperti frasa “dan” itu tidak merubah formulasi sebagaimana yang sebelum-sebelumnya.

Perlunya Perubahan Tujuan HMI Saat Ini

Mendekati Kongres HMI ke-31 nanti, walau tugas utama saat ini adalah menyatukan dualisme PB HMI antara Saddam dan Arya, wacana perubahan Tujuan HMI saya kira perlu untuk dibahas. Memang ini bukan pekerjaan yang mudah, diperlukan kajian-kajian yang mendalam apakah Tujuan HMI saat ini masih relevan atau formulasinya perlu dirubah. Tidak perlu takut untuk mewacanakan ini.

Lantas, bagian manakah yang ingin penulis kritisi sehingga perlunya melakukan perubahan dalam Tujuan HMI? Di sini pun akan penulis bahas secara singkat dan padat saja. Mungkin dalam kesempatan lain akan kembali dibicarakan panjang lebar.

Jika A. Dahlan Ranuwihardjo menyebutkan “masyarakat yang adil dan makmur” yang saat ini kita hilangkan frasa “dan” dalam pasal 4 AD HMI, itu bersifat fungsional yang ia sebut sinonim dengan “masyarakat yang berdasarkan Pancasila”, maka formulasi Tujuan HMI yang telah disempurnakan itu sekaligus telah mengandung penunjukkan bahwa Insan Cita tersebut hidup dan bergerak di bumi Negara Republik Indonesia. Dan ini bagian dari konform dengan bunyi alinea ke-4 dari Mukaddimah AD HMI yang mencantumkan bahwa HMI bertekad memberikan dharma baktinya untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila. Nah, pada bagian inilah yang coba saya fokuskan sehingga Tujuan HMI perlu dirubah dengan artian menambahi formulasi fungsional yang saat ini dibutuhkan melihat kondisi umat dan bangsa sedangkan berhadapan dengan ancaman perpecah-belahan.

Sehingga perlu kita tambahi dan merubah redaksi Tujuan HMI menjadi; “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab mewujudkan masyarakat adil makmur serta persatuan bangsa yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala.” Tujuan ini menambahi fungsional insan cita HMI melihat kondisi umat atau bangsa di negara Indonesia saat ini.

Pengajuan Tujuan HMI yang baru ini pun perlu untuk dikaji kembali jika menurut banyak kader mengalami banyak kerancuan. Akan tetapi, perlu ditegaskan saat ini kita membutuhkan peran HMI yang dapat menjaga persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara, yang mana kondisi kita saat ini sedang rentan isu-isu dan fenomena perpecah-belahan, baik itu antar golongan, agama, suku, budaya dan ras. Hipotesa ini pun disebabkan oleh kondisi perpolitikan atau perbuatan kekuasaan, baik tingkat nasional hingga daerah, saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Tujuan ini pun tidak bertentangan dengan dasar negara, Mukaddimah AD HMI dan serta azas HMI.

Penutup
Perubahan Tujuan HMI ini bukanlah daerah terlarang untuk kita “sentuh”. Melihat kondisi kekinian dan pandangan zaman ke depan, HMI saat ini pun perlu kembali merumuskan tujuan (misi) atau cita-citanya. Mengutip hipotesa Samuel P. Huntington bahwa perbenturan peradaban yang akan terjadi bukan lagi karena benturan ekonomi dan ideologi, tapi benturan budaya.

Nah, agar benturan budaya ini tidak berdampak buruk bagi negeri ini ke depan, kita harus terus menyerukan persatuan ummat dan bangsa sehingga menjadi tujuan kita mewujudkannya. Persaudaraan sesama agama, sesama bangsa dan sesama manusia harus terus kita junjung tinggi dalam bingkai persatuan. Sehingga, kita pun dapat mejudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala.

Mohon maaf pabila terdapat banyak kelemahan dalam tulisan singkat ini. Semoga kita dapat kembali merumuskan formulasi Tujuan HMI yang baru untuk menjawab tantangan zaman. Amiin.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Instruktur HMI dan Penggiat Literasi di Sumut).

- Advertisement -

Berita Terkini