Pancasila dan Dunia

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Dalam Film Dokumenter “Ghandi” dalam perjuangannya melawan penjajahan Inggris di India tergambar sosok Muhammad Ali Jinnah, yang terkesan keras kepala dan tak mau berkompromi soal keharusan Kemerdekaan Pakistan. Di film itu Ali Jinnah digambarkan seperti tokoh yang antogonis yang melawan prinsip-prinsip Ghandi.

Berulang kali Ghandi coba menyakinkan Ali Jinnah, bahwa India bisa menjadi rumah semua suku bangsa dan agama bagi India. Tapi Ali Jinnah tetap bersikeras bahwa Pakistan mutlak harus berdiri. Ali Jinnah mengatakan bahwa tidak ada masa depan bagi visi Ghandi.

Bahkan saat proses eksodus warga Muslim dan Hindu ke wilayah-wilayah yang sudah ditentukan itu sudah terjadi saling bunuh diantara kedua pemeluk agama  itu. Akhirnya Ghandi melakukan mogok makan sebagai protes terhadap kekerasan yang dilakukan oleh bangsa yang baru merdeka itu. Ali Jinnah tetap kukuh bahwa India dan Pakistan harus terpisah karena agama, walaupun mereka bersekutu, bahu membahu dan saling setia dalam mengusir penjajah Inggris. Dan Ghandi pun akhirnya dibunuh oleh kaum radikal Hindu yang kecewa dengan Kemerdekaan Pakistan tersebut. India bukan saja terpecah oleh Pakistan tapi juga oleh Sri Lanka dan Bangladesh.

Belakangan ini ketakutan Ali Jinnah terbukti. Pemerintah India menerbitkan sebuah UU yang menyatakan kewarganegaraan India berdasarkan agama. Yang tidak beragama Hindu berarti bukan warga negara India, dan mereka pun menjadi stateless.

Disini, para pendiri Bangsa kita sangat menyadari bahwa perbedaan-perbedaan dari ratusan suku bangsa, ratusan bahasa, terpisahnya wilayah-wilayah. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan bangsa ini dengan mudahnya dijajah. Karena dengan gampang dipecah belah karena perbedaan-perbedaan itu (devide et impera). Oleh sebab itu, mereka merumuskan satu visi yang disebut Indonesia. Itulah peristiwa Sumpah Pemuda. Kata Indonesia mengambil alih dominasi suku terbesar, dominasi agama terbesar dan dominasi bahasa sehari-hari. Kata Indonesia adalah Visi Gerakan.

Saat merumuskan Dasar-Dasar Negara. Kembali para pendiri bangsa kita menyadari bahwa mereka harus menemukan Visi yang akan membawa Bangsa ini bisa selamat sampai dunia ini kiamat. Yang bermusyawarah itu bukan “kaleng-kaleng”. Bukan tokoh-tokoh yang mendadak populer di Youtube atau karena di buzzer oleh pasukan bayaran ataupun teknologi.

Mereka tokoh-tokoh yang luar biasa keberaniannya. Yang keluar masuk penjara penjajah. tokoh-tokoh yang dihormati oleh rakyat karena kehebatan otak mereka dan ketulusan dan keadilan mereka dalam kehidupan sehari-hari dan saat mereka diamanahkan menjadi pemimpin dan pejabat.

Tangan mereka, kaki mereka, keringat mereka dan ludah mereka menyentuh tanah.. mereka ulil amri minkum (pemimpin yang dari golongannya). Mereka menjadi pemimpin karena mereka benar-benar ada dalam golongannya. Sekali lagi, mereka bukan jadi tokoh karena di buzzer di smartphone. Mereka adalah aktifis-aktifis yang kongkret perjuangannya, gerakannya, perlawanannya.

Dan  mereka duduk, berdebat, bergulat agar semua golongan mendapat hak-hak yang sama dalam bangsa yang akan segera merdeka ini. Dan mereka percaya bahwa mereka bisa menyatukan bangsa ini. Mereka percaya visi Indonesia yang dirumuskan 17 tahun yang lalu dalam sumpah pemuda..

Mereka percaya bahwa kita anak-anak bangsa, generasi zaman millenial ini akan terus bersatu dan mereka merumuskan pegangan bagi bangsa ini untuk mengarungi masa depannya yaitu Pancasila dan UUD 45.  Kedua hal itulah yang menjamin bahwa kita semua akan aman, nyaman dan saling percaya. Kata Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika itu adalah bahasa Sansekerta, bahasa dalam kitab suci Hindu. Tapi Semua Pemimpin Agama, Golongan dan Suku di bangsa ini semua sepakat dan tidak pernah mempermasalahkan. Padahal bangsa kita ini jauh heterogen daripada India, China dan Eropa.

Ironisnya di negeri yang lebih homogen para Pemimpin India, Ghandi, Ali Jinnah dan lain-lain. Mereka sejak awal sudah tidak percaya bahwa mereka bisa bersatu dengan perbedaan-perbedaan itu. Juga saat ini pada bangsa China dan Eropa..

Sebaliknya Pemimpin-pemimpin Indonesia yang jauh lebih heterogen menyakini bahwa kita semua bisa bersatu hanya dengan Indonesia, Pancasila dan UUD45. Pemimpin-pemimpin kita ternyata lebih canggih dalam merumuskan dan mengaplikasi ideologi, tata nilai, tata negara dan kesepakatan-kesepakatan dalam mewujudkan Nasionalisme.

Maka disaat kita mulai mengotak-ngatik, membolak-balik apa yang menjadi visi dari pemimpin, ulama, pendeta, pejuang saat merumuskan Indonesia, Pancasila dan UUD45.. atau saat kita memelintir misi sucinya dengan menjadikannya “alat gebuk”,  “alat manipulasi”, “alat justifikasi” maka inilah akan dimulai tragedy kemanusiaan yang akan lebih parah daripada konflik yang pernah ada. Siapakah mereka-mereka yang meragukan Indonesia, Pancasila dan UUD 45 sebagai kunci eksistensi bangsa ini. Apakah mereka-mereka sudah sebanding levelnya dengan tokoh-tokoh pendiri bangsa  yang telah merumuskannya diatas?

Jika guratan ini salah maka itu datang dari saya, dan jika benar maka itu datang dari Allah Yang Maha Tahu Segalanya.

Bogor, 21 Desember 2019

Muzakhir Rida

- Advertisement -

Berita Terkini