Laporan Hasil Survei Paling Lucu dalam Sejarah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Muhammad AS Hikam

Salah satu trick propaganda politik untuk membodohi publik yang dianggap daya kritisnya masih rendah, seperti di Indonesia, adalah dengan menyewa lembaga-lembaga survei yang pintar, lucu dan menghibur, namun juga mesti culas dan ya, ekonomis dalam hal rasa malu.

Kalau cuma soal menampilkan hasil jajak pendapat yang bertentangan satu sama lain tentang elektabilitas dan popularitas capres, cawapres, dan parpol di negeri ini, saya kira publik sudah mulai biasa bahkan bosan.

Publik berangsur-angsur familier, selektif dan teliti dengan siapa sumber-sumber dan penghasil survei-survei tersebut. Kendati harus diakui bahwa media-media (utamanya medsos) masih suka dengan laporan-laporan hasil survei yang sensasional atau kadang sulit diterima nalar karena kepentingan mengejar target jadi viral dan rating pemberitaan tinggi.

Tapi karena kompetisi antar para konsultan politik dan pasar hasil survei makin tajam, maka kini ada kebutuhan suatu “kreasi”, semacam content survei baru. Misalnya bukan saja content tentang elektabilitas dan popularitas, tetapi dimasukkan pula content tentang intelektualitas.

Entah bagaimana indikator intelektualitas itu dibuat dan diukur menurut standar atau konvensi keilmuan apa, pokoknya content ini ternyata cukup bikin publik tersentak, selain lucu dan menghibur. Tapi tentu ia tak bisa dijadikan sebagai kriteria yang sahih dalam konteks uji calon pasangan capres-cawapres ini!

Maka itu ketika ada sebuah laporan oleh sebuah lembaga survei nasional yang punya nama besar, bahwa menurut hasil jajak pendapat yang dilakukannya, level intelektualitas dari Prof. Mahfud MD, pasangan dari Ganjar Pranowo, dan Gus AMI, pasangan Anies Baswedan berada di bawah level intelektualitas Gibran Rakabuming, pasangan dari Prabowo Subianto, tak pelak publik pun dibuat terperangah!

Kekagetan publik dengan laporan tersebut bisa jadi tak akan lama dan diganti dengan reaksi lain: Cuek, walaupun ada yang merasa lucu dan terhibur dengannya. Sebab surveyor ini adalah lembaga yang pernah juga memelopori usul untuk perpanjangan sampai 3 kali masa jabatan presiden RI.

Alasannya, waktu itu, konon untuk menghindari ancaman konflik dalam masyarakat akibat pembelahan sosial para pendukung pasangan capres yang bersaing, seperti dan lebih besar dari Pilpres 2019!

Seperti kita tahu usul dan argumen lembaga survei tersebut ditolak publik dan isu perpanjangan masa jabatan presiden itu pun lantas tenggelam, kendati masih dicoba digulirkan oleh para pendukungnya lewat cara-cara lain.

Toh pihak surveyor ini tak kekurangan akal. Muncullah gagasan “kreatif” tentang content level intelektualitas tersebut dalam sebuah produk survei terbarunya itu!

Apakah kedua isu tersebut saling berkaitan? Bisa ya, bisa tidak. Silakan anda analisa sendiri.

Bagi saya, setidaknya publik patut mempertanyakan sampai di mana kapasitas “intelektual” lembaga dan pengelola survei tersebut. Saya pribadi melihat survei ini cuma sensasional saja atau paling-paling sebuah pameran kelucuan saja.

Tapi di negeri yang tidak sedang bai-baik saja ini, apapun bisa saja terjadi dan, percaya atau tidak, ada saja pendukungnya, bukan? IMHO

- Advertisement -

Berita Terkini