Proses Tidak Menghianati Hasil, Apa Arti Berdarah-Darah?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Agung Wibawanto

Banyak orang, terutama motivator yang mengatakan bahwa usaha keras menghasilkan sesuatu yang maksimal. Berdarah-darah itu 99% dan 1% nya keberuntungan. Proses tidak akan Menghianati hasil. Semua orang percaya dan memang harusnya begitu.

Sebaliknya yang instan hanya menghasilkan kesuksesan semu, alias tidak bertahan lama (kalaupun berhasil). Kebanyakan justru menghasilkan sesuatu yang buruk.

Ini sebuah legacy yang baik ditunjukkan kepada anak-anak muda sebagai generasi penerus. Jangan pernah percaya jalan pintas jalan instan. Filosofinya apa sih?

Agar menambah pengetahuan, pengalaman dan akses. Yang paling utama, agar pula merasakan kegagalan bahkan melalui kegetiran hidup. Jangan takut dengan kegagalan karena bisa dijadikan kekuatan untuk semakin militan dan menjadi pejuang tangguh.

Prabowo orang yang gagal berkali-kali sebagai calon presiden. Kegagalan itu semakin membuatnya penasaran dan penuh ambisi. Tidak pernah menyerah hingga keberhasilan bukan lagi menjadi tujuannya.

Yang terpenting dia tidak jatuh terpuruk, melainkan bisa bangkit berdiri dan meneruskan langkah. Namun semuanya itu kini terbantahkan oleh teori sebaliknya. Instan itu baik, karena argumentasinya, kapan lagi? Menunggu berproses? Terlalu lama.

Nilai luhur yang awalnya kita yakini benar dan selalu kita ajarkan kepada anak-anak kita, tiba-tiba runtuh dan terbantahkan begitu saja. Proses itu tidak perlu, yang penting itu momentum.

Memangnya, apa pula itu momentum? Momentum adalah sebuah kondisi yang dipengaruhi faktor eksternal dan juga internal. Tidak semata melihat kondisi eksternalnya sudah pas, lalu mengabaikan faktor internal. Sebaliknya demikian.

Telur bisa menetas karena dierami induk ayam setelah beberapa hari. Kondisi eksternal berupa induk ayam, suhu atau temperatur dan masa atau waktu.

Sementara kondisi internal (telur) memang memungkinan atau tidak mengalami kerusakan. Kedua kondisi tersebut kemudian melahirkan momentum berupa telur menetas atau lahirnya anak ayam.

Jadi, telur ayam sebagus apapun, jika tidak mendapat suhu yang hangat (dierami atau dipanasi lampu) dan mencapai waktunya, maka tidak menetas.

Gibran, “ojo dumeh” muda dan anak presiden jika tidak ada jalan yang terbuka berupa peluang karpet merah, tidak mungkin dipilih menjadi cawapres.

AHY anak mantan presiden yang lebih berhasrat saja tidak terpilih. Sementara, dorongan apapun (dirayu, dibujuk, dibuat karpet merah), jika tidak disertai keinginan dan kompetensi dari dalam orang tersebut, maka tidak akan berhasil. Lantas bagaimana jika dicoba meski belum mencapai momentumnya, maka hasilnya akan buruk.

Sesuatu itu tidak lagi alami, atau malah bisa menjadi robotik. Bahayanya kerja mekanik itu akan menghilangkan sisi kemanusiaan ataupun unsur alaminya.

Terlebih bahaya jika menentang takdir Tuhan. Hal lainnya, kerap ada istilah atau penyebutan “berdarah-darah” dalam melewati sebuah proses, sebenarnya seperti apa?

Yang dimaksud berdarah-darah bukan hanya terkait dana, pikiran dan tenaga saja, melainkan juga faktor waktu. Waktu itu diartikan bukan sekadar jangka pendek.

Jepang dan China, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menciptakan produk dan sistem transportasi yang aman dan nyaman (kereta api, motor, mobil dll).

Amerika membutuhkan waktu beratus tahun dalam perjalanan proses demokratisasi. Rudy Hartono, Liem Swie King juga butuh waktu lama (mungkin sepanjang hidupnya) sebelum mereka memperoleh kekayaan mendapatkan juara hingga menjadi legenda. Tapi, tidak sedikit yang berproses cepat dan kemudian tidak mampu bertahan lama.

Bangsa Indonesia ini ada dan masih tetap tegak berdiri juga karena melalui sebuah proses panjang yang “berdarah-darah”. Hal ini mungkin yang menyebabkan bangsa Indonesia masih tetap berdiri hingga sekarang.

Berbeda dengan negara atau bangsa lain yang kerap dilanda kekacauan karena selalu berganti penguasa yang berbeda filosofi dan ideologinya. Nilai-nilai berbangsa yang belum teruji lama dan terus berganti akan menghancurkan sendiri. Ini pentingnya soal proses waktu.

Jangan pernah katakan berdarah-darah jika itu ditempuh dalam jangka pendek atau instan. Jikapun memang sudah berupaya keras dalam proses setahun-dua tahun, itu belum seberapa.

Kita bisa berbicara pengetahuan dan pengalaman kepada orang lain, setidaknya sudah melewati proses bertahun-tahun. Orang pun akan mengetahui dan percaya karena proses waktu panjang tersebut. Memang tidak bisa disamaratakan untuk seseorang atau sesuatu menunjukkan kemampuannya.

Bangsa Indonesia sendiri disebutkan menyatakan kemerdekaan dalam kondisi internal yang belum siap untuk bernegara. Kapan lagi merdeka jika tidak saat itu didekarasikan?

Tapi perlu diingat, bahwa perjuangan dan cita-cita merdeka dari penjajahan itu sudah lama dibayangkan (proses). Niai-nilai yang dijadikan filosofi bernegara juga sudah terkandung dan dijalankan lama oleh masyarakat Indonesia. Tidak mungkin kita menggunakan nilai-nilai baru yang tidak berasal dari kearifan lokal bangsa sendiri.

Terbayang tidak jika pada waktu itu kita menggunakan filosofi khilafah, misalnya? Untuk itu, demi bangsa dan negara, jangan melakukan sesuatu yang sifatnya coba-coba. Bangsa ini membutuhkan sesuatu yang teruji kelayakannya.

Sebuah perusahaan juga membutuhkan tenaga terampil berpengalaman. Sedangkan untuk diri sendiri, silahkan menetapkan standar kemampuan berdasar waktu yang disesuaikan, misal: bisa tidak saya mengendarai motor/mobil?

Bisa tidak saya memasak? Bisa tidak saya menanam tanaman dan tumbuh? Bisa tidak saya berternak dan sebagainya. Karena segala sesuatu biasanya ada awalnya, maka tidak perlu menunggu menjadi ahli dulu.

Tapi juga, mungkin target, skala dan ekspetasinya ditetapkan tidak terlalu tinggi. Mulailah dari kecil hingga menuju pada capaian besar. Itulah proses untuk mencapai agar kita bisa dikatakan ahli atau mumpuni. Bukan sekadar mumpung bisa tanpa perlu mengasah kemampuan diri hingga berdarah-darah.

- Advertisement -

Berita Terkini