Gadget dan Perkembangan Anak

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Silfa Yurita, Ridha Nurmasyitah, Robi Wijaya (Fakultas Kesehatan Universitas Fort De Kock Bukittinggi)
Dosen: Shantrya Dhelly Susanty S.ST.M.Kes

WHO (World Health Orgazation) menyatakan bahwa anak baru boleh menatap layar gadjet pada usia 2 tahun. Tapi itu pun harus kurang dari satu jam. Anak usia 1-2 tahun, disarankan untuk beraktivitas fisik selama tiga jam dalam sehari dan tidak terjebak dalam posisi yang sama dalam waktu lebih dari satu jam.

The Asianparent Insights juga menyebut dalam survei yang dilakukan pada lingkup studi kawasan Asia Tenggara, dengan melibatkan setidaknya 2,417 orang tua yang memiliki gadjet dan anak dengan usia 3 – 8 tahun pada 5 negara yakni Singapura, Thailand, Philipina, Malaysia, dan Indonesia. Dengan sejumlah sampel orang tua tersebut, diperoleh 3.917 sampel anak-anak dengan usia 3 – 8 tahun. Dari 98% responden anak-anak usia 3 – 8 tahun penggunaan gadjet tersebut, 67% diantaranya menggunakan gadjet milik orang tua mereka, 18% lainnya menggunakan gadjet milik sendiri.

Di era digital dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, masyarakat semakin akrab dengan gadget. Teknologi pada gadget dapat digunakan untuk menunjang berbagai aktivias sehari-hari, baik itu bekerja, belajar, belanja, olahraga maupun beribadah. Sehingga teknologi dipercaya dapat mempermudah urusan manusia. Hal inilah yang menimbulkan adanya gaya hidup baru pada masyarakat.

Sekarang ini pengguna gadget tidak hanya berasal dari kalangan pekerja. Akan tetapi hampir semua kalangan termasuk anak dan balita sudah menggunakan gadget dalam aktivitas mereka. Hal ini didukung data dari Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menyatakan bahwa pengguna jasa internet mencapai 143 juta atau hampir 55 persen dari penduduk Indonesia yang berjumlah 262 juta jiwa. Disimpulkan bahwa pengguna aktif dari gadget di Indonesia sudah hampir mencapai setengahnya.

Selain itu, gadget juga bisa membangun kreatifitas anak. Dengan berbagai macam informasi yang diperoleh, anak akan mulai memahami dan mengembangkan kreatifitasnya, terutama dalam hal belajar sambil bermain ataupun bermain sambil belajar. Namun, penggunaan gadget secara terus menerus memberikan dampak yang buruk terhadap anak. Anak akan lebih sering bermain gadget dibandingkan dengan berinteraksi dengan lingkungan.Ini akan akan menjadikan anak kecanduan gadget.

Rohman (2017) mengatakan bahwa Gadget bisa juga berdampak negatif terhadap kesehatan anak, segi kesehatan dampak buruk penggunaan gadget diantaranya, peningkatan resiko kanker akibat radiasi, ketulian, mata perih atau bahkan rabun karena pencerahan maksimal secara berkala pada gadget. Sangat penting sekali pengawasan orang tua terhadap anak tentang penggunaan gadget yang berlebihan ini.

Susan Greenfield (Beritagar, 2018), dalam bukunya yang berjudul Mind Change, Ia menyebutkan bahwa teknologi telah mengubah cara kerja otak anak. Sehingga mengakibatkan anak yang memakai media sosial dan menggunakan gadget lebih rentan terkena depresi, memiliki self esteem yang rendah, dan menjadi lebih narsisistis.

Tingkat kematangan emosional anak juga rendah, anak akan sulit mengambil resiko, kemampuan sosialisasi yang rendah, juga identitas diri yang lemah serta kemampuan untuk memperhatikan suatu hal juga akan rendah. Dingatkan kembali bahwa sangat penting peran orang terdekat seperti orang tua untuk memberikan pencegahan terhadap dampak-dampak negatif dari penggunaan gadget.

Peran orang tua harus selalu dilakukan, dengan cara mengontrol setiap fitur-fitur yang ada didalam smartphone, orang tua harus selalu berkomukasi dengan anak-anaknya dan membatasi penggunaan gadjet dengan batasan-batasan waktu untuk anak menggunakan gadjet, misalnya seharinya anak hanya diperbolehkan bermain gadjet selama satu jam tentu tentu fitur-fitur yang mendukung perkembangannya.

Setelah bermain sebaiknya orang tua dapat menaruh gadjet dengan baik, tidak sembarangan diletakkan karena hal ini akan memungkinkan anak bermain gadjet tanpa sepengetahuan orang tua. Kemudia mengalihkan perhatian anak untuk bermain gadjet dengan mengajaknya bermain keluar bersama teman-temannya, mengenalkan anak dengan permainan tradisional dengan cara yang menarik karena jika permainan tradisional hanya dikenalkan saat di sekolah saja sangat tidak efektif.

Kita tentu berharap setiap orang tua dapat membiasakan anak untuk tidak terlalu banyak bermain gadjet. Sebisa mungkin didepan anak, orang tua pun tidak sibuk bermain gadjet. Hal ini masih menjadikan tantangan terbesar untuk orang tua dalam membatasi penggunaan gadjet pada anak.

- Advertisement -

Berita Terkini