HTI Tunggangi Kasus Tewasnya 6 Teroris FPI di KM 50

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Para pembuat kisruh mulai berkoar terkait pengadilan terhadap dengan tewasnya 6 teroris FPI. Orang seperti Aziz Yanuar, Edy Mulyadi, Roni Roslan, Marwan Batubara, Novel Bamukmin, Abdul Chair, Irwan Syaefullah, serta tersangka kasus hate speech Ahmad Khozinudin berkoar melakukan mosi tidak percaya terhadap pengadilan.

Publik juga paham. Enam teroris FPI yang mengawal pentolan gerombolan teroris Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab (MRS) tewas didor karena melakukan perlawanan. Bahkan lebih gilanya lagi fakta temuan Komnas HAM menunjukkan 6 teroris tersebut tengah melakukan jebakan kepada petugas. Mereka tewas akibat baku tembak dan melawan petugas: clear seperti dalam rekonstruksi dan laporan Komnas HAM.

Catatan tentang para teroris pengawal MRS juga benderang. Andi Oktaviawan (33), Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Faiz Ahmad Syukur (22), Muhammad Reza (20), Luthfi Hakim (25), dan Muhammad Suci Khadavi (21) adalah pasukan khusus yang dilatih di bawah arahan MRS dan Munarman, yang memang dipersiapkan untuk tindakan jihad. Dan, dilatih dan dipasok senjata api dan senjata tajam.

Bahwa Polisi memiliki bukan hanya dua alat bukti, untuk sampai akhirnya mencokok teroris Munarman. Segudang bukti telah dipegang oleh polisi. Bahwa Munarman ini adalah gembong teroris ISIS di Indonesia. Yang menggunakan FPI sebagai kedok gerakan terorisme.

Munarman juga menjadikan FPI sebagai rumah teroris di Asia Tenggara. Dia tersangkut Bom Makassar, karena ada perintahnya sebagai Panglima Laskar Khusus FPI – yang dilatih secara militer untuk melakukan teror.

Maka terkait enam orang teroris FPI yang tewas didor petugas di KM 50 Karawang, Munarman berusaha mati-matian membela anak buah. Serbuk bahan peledak dari markas teroris Petamburan. Juga kesaksian baiat ISIS oleh Munarman yang disampaikan oleh para teroris yang tertangkap terkait Bom Makassar. Semua mengarah pada aksi terorisme MRS dan Munarman.

Maka, ketika polisi bergerak melakukan upaya preliminary assessment dengan melakukan operasi membuntuti gerakan teroris. Sah tindakan yang dilakukan polisi. Secara hukum.

Mereka memelototi yang aksi perlawanan MRS di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dengan dalih pengajian, yang ternyata dipastikan adalah upaya MRS untuk melarikan diri.

Buktinya, 6 teroris FPI pengawal MRS dipersenjatai, dan terjadi kontak senjata dengan petugas. Mereka memiliki senjata tajam dan pistol: yang awalnya dibantah oleh Munarman – yang terbukti menjadi gembong teroris Indonesia bersama Abu Bakar Ba’asyir.

Keenam teroris itu menggunakan mobil Chevrolet warna hijau metalik bernomor polisi B-2152-TBN tewas ditembak polisi dari Polda Metro Jaya. Temuan Komnas HAM, polisi dituduh melakukan unlawfull killing, dan dalam rangka menjalankan tugas negara: sah secara hukum.

Mosi tidak percaya ala Ahmad Khozinudin pun tidak mengungkapkan apapun selain tuduhan, jargon-jargon agama, hati nurani yang tidak terkait dengan hukum. Terlebih lagi yang berkoar manusia seperti Aziz Yanuar, pembela teroris Munarman. Aziz Yanuar menyebut temuan bahan pembuat bom sebagai cairan pembersih WC.

Plus, sekali lagi, manusia tersangka hate speech Ahmad Khozinudin yang kasusnya sudah P21 tahap kedua. Maka, tak heran mereka terus bergerak dengan membawa-bawa umat, yakni KPAU (Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat).

Mereka pun mengecam Komnas HAM, untuk memaksakan tewasnya 6 laskar sebagai kejahatan HAM. Teroris yang tewas ditembak jelas melanggar HAM, maka HAM tidak berlaku untuk para teroris. Yang mereka percayai adalah TP3 (Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan) besutan gelandangan politik Amien Rais, Marwan Batubara, Abdullah Hehamahuwa, dan gerombolannya.

Pengadilan Jakarta Selatan dan publik tidak akan terpengaruh oleh Ahmad Khozinudin pembela HTI ini, yang tengah bermetamorfose masuk gerakan popular seperti kasus tewasnya 6 teroris FPI di peristiwa KM50.

Hanya saja, mosi tidak percaya ini semakin membuktikan gerakan intoleransi, radikalisme, ancaman HTI, terorisme, tetap hidup di tengah masyarakat. Publik dan aparat tetap harus mewaspadai gerakan seperti ini.

Juga para pembuat onar sejak 212 seperti Novel Bamukmin, Marwan Batubara, Abdullah Hehamahuwa tetap terseok untuk eksis di tengah perubahan dan ketegasan penegakan hukum. Sementara gembong teroris FPI Munarman dan MRS sudah meringkuk di penjara. Lainnya, jika terbukti menunggu waktu.

Oleh : Ninoy Karundeng

- Advertisement -

Berita Terkini