Inspirasi Peradaban Nusantara dari Sukmawati Soekarnoputri

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Upacara Sudhi Wadani yang akan dilakukan oleh Sukmawati Soekarnoputri sungguh menjadi catatan yang fenomenal. Bukan hanya bagi Sukmawati, namun bagi masyarakat, bangsa dan keindonesiaan. Buktinya, beragam reaksi bermunculan di media dan media sosial.

Sesungguhnya, berpindahnya keyakinan Sukmawati dari Islam ke Hindu mengingatkan kita pada peradaban manusia Indonesia, peradaban Nusantara, dan peradaban dunia. Sebelumnya pesohor lain yang menganut Hindu adalah Happy Salma dan Bunga Zaenal.

Awal peradaban manusia dimulai sejak 5,000 tahun lalu di Mesopotamia, daerah di antara dua sungai Tigris dan Eufrat di Iraq dan Iran, rumah bagi bangsa Sumeria, Babilonia, dan Asiria. Dari sanalah kemudian peradaban Mesir Kuno, India, China, dan belakangan dan Yunani Romawi – yang mengambil sub-peradaban Phoenicia yang muncul pada abad ke-12 sampai ke-8 SM.

Bangsa Phoenicia membangun peradaban Semit di Lebanon, Syria, Israel yang menghasilkan huruf alphabet yang mengubah sejarah manusia, sebagai pelanjut peradaban Mesopotamia.

India sebagai pusat peradaban bertautan dengan berkembangnya peradaban di Persia, China, yang menyebarkan pengaruhnya ke seluruh wilayah Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Pengaruh ini berlangsung ribuan tahun, dengan masing-masing local genius mewarnai peradaban di setiap wilayah.

Peradaban manusia menyebar ke seluruh dunia. Terlebih ketika mula-mula kebiasaan, tradisi, keyakinan, kepercayaan, dan peradaban manusia terbangun secara gradual dalam perjalanan sejarah manusia.

Terbentuknya aturan dan disertai dengan kepercayaan lokal (adanya esensi dasar keyakinan asli) yang dipengaruhi lingkungan kehidupan di tempat sebuah bangsa atau komunitas hidup, menghasilkan keyakinan kolektif, kepercayaan yang disebut agama.

Tatanan aturan kepercayaan dan keyakinan menghasilkan ritual; termasuk agama. Identitas kepercayaan kolektif suatu agama selalu terhubungkan dengan keyakinan local genius. Yahudi menjadi pelopor agama heriditas – agama keturunan yang ketat; bukan agama yang didakwahkan.

Tradisi penyebaran agama terbentuk ketika hegemoni kekuasaan menginginkan ekspansi. Keingian dan nafsu mewartakan kebenaran subyektif agama dilakukan untuk melanggengkan kepentingan kolektif agama sebagai bagian dari tatanan keberlangsungan survival alias bertahan hidup secara ekonomi.

Kompleksitas kebutuhan untuk bertahan hidup dalam aturan – dan persaingan elite kepercayaan dan agama menghasilkan persaingan antar keyakinan. Dan, juga persaingan di dalam suatu keyakinan; muncullah sekte, mazhab, golongan.

Semuanya terbentuk sebagai upaya sebuah komunitas untuk bertahan hidup dalam persaingan. Akibatnya, homogenitas keyakinan, tradisi, agama dan kepercayaan di sebuah entitas bangsa atau wilayah berangsur hilang; terbentuklah kelompok mayoritas dan minoritas.

Maka, perpindahan agama Sukmawati dari Islam (mayoritas) ke Hindu (minoritas) di Indonesia menimbulkan sense of losing bagi sebagian masyarakat Islam, dan sense of relieve bagi masyarakat Hindu dan minoritas.

Perpindahan agama yang dilakukan oleh Sukmawati menunjukkan secuil kisah kebenaran latar belakang yang mendasari perkembangan peradaban manusia. Hal seperti itu dilakukan oleh figur publik seperti Asmirandah, Rianti Catwright, Steve Emmanuel, Chelsea Olivia, Sandy Tumiwa, Angelina Sondakh, juga Abdul Wadud Karim Amrullah, Jusuf Roni, Nafa Urbach, Bunga Zaenal, Melly Goeslaw, Happy Salma, Marcel Darwin, Manohara, Lulu Tobing, Lukman Sardi, Deddy Corbuzier.

Atau, orang biasa seperti Yahya Waloni atau Chintya de Fretes atau Jusuf Roni menjadi perhatian masyarakat karena nilai sentimen hegemonitas, perasaan senasib sekeyakinan, dan hubungan survival sosial kemasyarakatan, perkawinan, hubungan ekonomi, politik, mayoritas-minoritas, serta alasan subyektif pribadi.

Oleh karena itu, dalam menyikapi keberpindahan agama Sukmawati Soekarnoputri, selain alasan subyektif Sukmawati sendiri, sisi perkembangan peradaban manusia bisa menjadi sisi pembenaran perpindahan keyakinan tersebut: dari Islam ke Hindu. Hal yang ternyata biasa dalam sejarah peradaban umat manusia. Pun nenek Sukmawati, ibunda Bung Karno, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben adalah pemeluk Hindu.

Untuk itu muncullah istilah toleransi dan koeksistensi. Dua kata yang harus mendampingi kehidupan manusia modern; kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Sekali lagi, perpindahan agama, termasuk Sukmawati Soekarnoputri, adalah bukti perjalanan panjang peradaban manusia selama ribuan tahun telah membentuk beragam kebiasaan, tradisi yang kemudian membentuk aturan, hukum untuk mengatur kehidupan manusia.

Oleh : Ninoy Karundeng

- Advertisement -

Berita Terkini