Menakar Metode Pergerakan Mahasiswa di Masa Pandemi Covid-19

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – WHO (World Health Organization) atau Badan Kesehatan Dunia, secara resmi mendeklarasikan virus corona (Covid-19) sebagai pandemi pada tanggal 9 Maret 2019. Artinya, virus corona telah menyebar secara luas di dunia.

Istilah pandemi sebenarnya terkesan menakutkan, padahal itu tidak ada kaitannya dengan keganasan penyakit, tapi lebih pada penyebarannya yang meluas.

Pada umumnya, virus corona menyebabkan gejala yang ringan atau sedang, seperti demam dan batuk, dan kebanyakan bisa sembuh dalam beberapa minggu.

Meski begitu, pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air sejak 2020 lalu, sangat memberi dampak terhadap segala sektor kehidupan sehari-hari.

Tidak pandang bulu, dari sektor kesehatan, ekonomi, pendidikan, kestabilan negara, bahkan sektor khusus di skup pergerakan mahasiswa terkena dampaknya.

Pergerakan mahasiswa saat pandemi memang tidaklah mudah seperti biasanya. Bukan hanya melawan ketidakadilan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, bahkan melawan penyakit yang tidak terlihat wujudnya.

Mahasiswa sebagai agent of change dan agent of social control bertugas untuk membawa perbaikan dalam tatanan masyarakat luas demi mendapatkan keadilan makmur yang diridhai Allah SWT, sudah seharusnya siap berjuang dalam keadaan apapun.

Meski kondisi ini membawa gerakan mahasiswa ikut terkena dampak Covid-19, tetapi tidak lah pula mahasiswa sebagai kaum terpelajar ‘menutup mata’ dari kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat.

Pola dan metode pergerakan yang sebelumnya tidak terfikirkan di saat-saat tertentu seperti pandemi hari ini, harus disiasati penerapannya.

Aksi massa, panggung rakyat, dan wadah-wadah kritik lainnya mesti tersalurkan. Meski saat pandemi, sudut-sudut kritik tidak boleh mati.

Regulasi tentang pola adaptasi baru yang didukung dengan pelaksanaan protokol kesehatan (Prokes) ketat, mesti disesuaikan dengan metode pergerakan mahasiswa.

Lagipun, sudut-sudut kritis sejatinya memang sudah mendapatkan wadah kemana harus disampaikan, dan melalui apa kritikan itu disalurkan. Hanya saja, pandemi diharapkan tidak menjadi hambatan.

Forum-forum online, tulisan-tulisan ‘pedas’, dan platfrom digital bisa menjadi solusi terkait bagaimana metode kritik itu disampaikan. Jadi, pergerakan kritis itu tidak hanya terfokus di ruang nyata, tapi juga di ruang maya.

Sejatinya perjuangan mahasiswa itu ada dalam pergerakannya sendiri bukan dipaksa oleh keadaan tertentu, bahkan diancam. Namun, kesadaran yang tinggi untuk memperbaiki keadaan.

Karena, jika pergerakan mahasiswa yang dilandasi sikap kritis itu ‘terlelap’ dalam masa pandemi Covid-19 ini, sudah bisa dipastikan bahwa matinya cita-cita menuju kesejahteraan itu adalah sebuah keniscayaan.

Oleh : Fadda Helmi Attamri Lubis

- Advertisement -

Berita Terkini