AM Hendropriyono: Kemenangan Taliban Jadi Amunisi Narasi Perlokusi Melawan Pemerintah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Muncul peringatan AM Hendropriyono di media online. Terkait Taliban kembali berkuasa di Afghanistan. Dunia khawatir. Ini akibat kebijakan masa lalu ketika Taliban berkuasa pada 1996-2001. Kekejaman terkait perempuan, kebudayaan, pembunuhan ala barbar, penyiksaan, penghilangan pendidikan bagi kaum perempuan, menjadi catatan hitam Taliban.

Untuk aparat keamanan di Indonesia, Guru Besar Intelijen AM Hendropriyono mengingatkan agar tetap waspada karena kaum intoleran akan menciptakan narasi menggunakan bahasa perlokusi untuk membakar semangat kelompoknya agar melawan pemerintah.

“Aparat kita jangan kecolongan karena pastinya ISIS di Indonesia akan berusaha berangkat ke Afghanistan bergabung dengan Islamic State of Khurasan,” pungkas AM Hendropriyono.

Kemenangan Taliban sebenarnya tidak berbahaya bagi Indonesia sama sekali. Karena perkembangan silih bergantinya kekuasaan di Afghanistan karena intervensi dan dukungan asing. Kekuasaan silih berganti di tangan Mujahidin dukungan Amerika Serikat pada 1989, lalu Taliban yang didukung Rusia, merebut kekuasaan pada 1996-2001, lalu AS menyerbu mendudukkan Hamid Karzai pada 2001.

Taliban berkuasa sekarang ini karena adanya dukungan Rusia dan China – selain penyerahan kekuasaan oleh AS ke Taliban di Doha, Februari 2020. Rusia membalas kekalahan 1989 dari AS, sementara China memiliki kepentingan dengan OBOR, yang dikenal sebagai Belt and Road Initiative (BRI).

Kalau di Indonesia, kaum intoleran Wahabi. Ikhwanul Muslimin, kaum Takfiri selalu menunggangi setiap peristiwa. Seolah mereka mendapatkan angin. Dengan tegas AM Hendropriyono melihatnya sebagai salah kaprah.

Pasalnya, kaum intoleran di Indonesia pengikut Sakafi Haroki dan Irhabi yang akidahnya berbeda dengan Taliban. Taliban pengikut Sunni Deobandi berpusat di India dengan tokohnya Shah Waliullah, yang berfikih Hanafi, dengan tarekat sufi Naqsyabandiyah. Sedangkan pemikiran kaum intoleran di Indonesia yang berpaham Wahabi Takfiri bertentangan dengan Taliban.

Meskipun berbeda akidah Taliban dengan Salafi Wahabi, karena Salafi mengafirkan Taliban, namun aparat keamanan di Indonesia harus mencermati sikap kaum intoleran di Indonesia yang membanggakan kemenangan Taliban.

Narasi Perang Akhir Zaman untuk mendukung pembentukan Islamic State of Khurasan (IS-K) di Timur Laut Afghanistan yang dibentuk oleh ISIS yang kalah di Iraq dan Suriah, yang mengontrol aksi teror di Asia, yang merekrut milisi-milisi baru.

Taliban berseberangan dengan ISK, namun ISK selalu ingin merekrut milisi Taliban dengan iming-iming uang. Bentrokan antara Taliban dan ISK sering terjadi, seperti yang paling parah pada 2018 yang menewaskan 124 (72 Taliban dan 52 dari IS-K).

Taliban mendirikan Emirat Islam Afghanistan yang menurut Guru Besar Intelijen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) berbeda dengan ISIS dan Hizbut Tahrir. Namun yang perlu dicermati adalah Taliban masih menerapkan hudud.

“Ketika saya bertemu mantan Grand Mufti Mesir Prof. Ali Jum’ah, beliau mengatakan bahwa semua negara Islam termasuk Indonesia masih menerapkan Syariat Islam. Hanya saja membekukan hudud (hukuman) karena tidak adanya Qadli Mujtahid (hakim yang berijtihad) dan saksi yang adil. Taliban dulu menerapkan hudud tanpa Qadli Mujtahid dan saksi yang adil, sehingga terjadi kekerasan atas nama agama. Korbannya paling banyak dari kalangan perempuan,” kata AM Hendropriyono.

Sementara catatan untuk Taliban, AM Hendropriyono menyampaikan, bahwa Taliban harus belajar dari sejarahnya sendiri, yakni melindungi Al Qaeda, belajar mengimplementasikan Syariah Islam dari Al Azhar.

“Banyak ulama-ulama Al Azhar yang bermadzhab fikih Hanafi di antaranya guru besar ilmu tafsir Prof. Muhammad Salim Abu Ashi yang mengisi materi Ushul Fikih sebagai Filsafat Islam saat saya mengikuti Pendidikan Filsafat Islam di Al Azhar. Para ulama tersebut dapat menjadi rujukan bagi Taliban dalam penerapan Syariat Islam dan membentengi akidah rakyat Afghanistan dari paham Salafi Haroki dan Irhabi,” kata AM Hendropriyono.

Permintaan Taliban agar Indonesia menjadi mediator perdamaian merupakan peluang emas bagi Pemerintah Indonesia untuk membawa Pancasila sebagai filsafat utama dalam menyelesaikan konflik di tingkat global. Taliban sangat perlu mempelajari Pancasila karena merupakan filsafat berbangsa dan bernegara Bangsa Indonesia. Mengelola negara sangat berbeda dengan mengatur kelompok. Taliban harus merangkul aspirasi semua elemen Afghanistan yang majemuk.

Oleh: Ninoy Karundeng

- Advertisement -

Berita Terkini