Ada Apa dengan Perkaderan HMI!

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – “Apabila HMI hanya untuk HMI, sesungguhnya ia tidak akan pernah ada. Apabila HMI ditujukan dalam perebutan kekuasaan semata, ia berlaku jika singkatan dari Hamparan Manusia Iblis. Namun jika HMI untuk keharmonisan peradaban manusia tertinggi, maka itulah tujuan suci lagi mulia dari keberadaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)”.

Kutipan diatas adalah penggalan dari tulisan saya sebelumnya pada artikel berjudul “Hutang Besar HMI Cabang Padang”. Mengawali tulisan ini dengan kutipan diatas tentu bukan tanpa alasan, saya menemukan alasan terkuat tentang permasalahan terbesar tengah melanda HMI. Lebih tepatnya mengenai perkaderan HMI.

Sebelum memutuskan untuk menuliskan artikel ini, saya bertanya berulang kali dalam perenungan, “pantaskah saya membahas parkaderan HMI untuk dikonsumsi publik?”, “Bukankah HMI hanya persoalan 1 organisasi diantara ribuan organisasi di Indonesia?”, “Apa yang menjadi titik urgensi mengemukakan pembahasan ini dihadapan pembaca?”, “Kenapa editorial media harus bersedia menerbitkannya?”

Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah keresahan yang baru penulis dapatkan jawabannya sebagaimana kutipan diatas bahwasanya “HMI untuk keharmonisan peradaban tertinggi manusia”. Hal ini menunjukkan “daya publik” (kekuatan atas kebutuhan masyarakat secara luas) perihal diskursus tentang perkaderan HMI.

Alasan diatas sejalan dengan legitimasi sejarah, Panglima Besar Jenderal Sudirman dalam pidatonya pada peringatan lahirnya HMI tanggal 5 Februari 1948 di Yogyakarta, menyatakan “HMI adalah Harapan Masyarakat Indonesia”. Sudirman sengaja mengganti “I” yang merupakan singkatan dari kata “Islam” dengan kata “Indonesia” untuk menggambarkan menyatunya ke-Islam-an (religion) dan ke-Indonesia-an (nation). Begitu juga dengan Saifuddin Zuhri (Menteri Agama Presiden Soekarno) yang pernah mengecam akan mengundurkan diri dari kabinet Soekarno jika HMI dibubarkan.

Pernyataan Sudirman tentang HMI sebagai penyatu religion dan nation dalam sebuah konsep Negara adalah daya publik yang besar dan kuat. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kehadiran HMI di Indonesia menjadi Negara pembeda dengan konsep-konsep kenegaraan lainnya di dunia. Dimana kecenderungan Negara-negara didunia membentuk konsep kenegaraanya terbagi menjadi dua bentuk (dalam skala besar), yaitu sebagai state nation (Negara kebangsaan) atau state religion (Negara berbasiskan keagamaan).

Tapi tidak dengan Indonesia, dengan hadirnya HMI, konsep kenegaraannya menjadi harmonis melalui penyatuan religion dan nation. Dan tentunya bukan tanpa alasan pula sekelas Panglima Besar Jenderal Sudirman mengemukakan itu. Sudirman bukanlah anggota daripada organisasi ini.

HMI, dalam konteks garis sejarah telah memberikan kontribusi yang amat besar bagi masyarakat Indonesia. Selain daripada gagasan konsepsi keharmonisan bernegara diatas, HMI juga berjuang secara revolusioner progressif. Misalnya mengantisipasi jatuhnya korban jiwa lebih banyak saat adanya pertarungan antara TNI dan PKI dimasa orde lama, HMI bertarung disisi rakyat yang kemudian dimenangkan oleh TNI atas perebutan kekuasaan. Meskipun sejarah antara pertarungan TNI dan PKI masih diperdebatkan hingga saat ini. Tapi yang jelas, HMI memposisikan diri dengan baik untuk mempertahankan kemerdekaan dan berpihak pada masyarakat.

Begitu juga dengan Agresi Militer Belanda yang kedua, kader-kader HMI turut serta memangku senjata meskipun tidak pernah terlatih secara militer. HMI tetap komitmen dan konsisten dengan konsepsi-konsepsinya, mengorbankan jiwa dan raga demi kemaslahatan masyarakat. Itu adalah prinsip kunci dari perjuangan kader-kader HMI, dimasa lampau. Penulis tekankan, prinsip kunci perkaderan HMI itu di masa lampau! Sepertinya prinsip kunci tersebut telah dibawa kedalam kubur oleh para pejuang umat dan bangsa yang mulia itu.

Tak ada yang bisa menyangkal bahwa HMI pada beberapa dekade ini sedang mengalami kemerosotan, termasuk para kader yang merasa paling HMI sekalipun. HMI sudah jauh dari harapan masyarakat. Beraneka sisi evaluatif kerap masyarakat lontarkan, mulai dari bentuk kritik, saran, bahkan cemooh dan hujatan. Ini dikarenakan beberapa faktor, mulai dari peran HMI ikut andil mengatasi masalah masyarakat sudah sangat minim.

Lebih lanjut, penulis melihat sisi permasalahan tersebut terletak pada persoalan perkaderan HMI. Mentalitas yang terbentuk dalam tubuh kader HMI sebagian besar sudah sangat pragmatis, oportunis, miskin gagasan, minim karya, haus kekuasaan, dan bahkan tidak sedikit yang menjadikan organisasi dan masyarakat sebagai bahan dalih untuk mencapai tujuan-tujuan yang bersifat pribadi. Jika dianalogikan seperti aliran sungai akan nampak jelas letak permasalahannya.

“Aliran sungai, jika kotornya mulai dipertengahan, maka akan disapuh bersih oleh arus aliran berikutnya yang berasal dari sumber. Namun jika kotornya dari sumber, maka aliran sungai akan kotor dari sumber hingga muara.” Sumber yang dimaksudkan disini adalah ruang-ruang perkaderan HMI. Bukan berarti perkaderan HMI rusak dari awal, sejarah harum kontribusi para kader HMI untuk masyarakat telah menunjukkan bahwa persoalan perkaderan HMI dalam prinsip kunci telah terputus.

Prinsip kunci itu sangat sederhana, bersyukur dan ikhlas yang kemudian menurunkan konsep perkaderan dengan kualitas kepemimpinan profetik dimanapun berkiprah. Tasharaful imam ‘ala ro’iyah manuutun bil maslahah yang berarti kebijakan pemimpin kepada rakyatnya harus di arahkan pada kemaslahatan umat.

Tidak hanya itu, prinsip kunci tersebut telah dimanifestasikan kedalam seluruh atribut HMI untuk dapat dipergunakan oleh para kader HMI selanjutnya dalam memperjuangkan keharmonisan dan kemaslahatan masyarakat. Mulai dari teks pencerah seperti Nilai Dasar Perjuangan (NDP), teks penuntun seperti Konstitusi dan Pedoman Perkaderan, serta teks-teks pembaharu seperti beraneka buku karya kader-kader HMI.

Semua itu masih relevan untuk digunakan dalam menjawab tantangan era dan saya pikir para pendahulu telah memberikan lampu berjalan untuk para kader HMI dengan integral dalam berjuang. Namun, persoalannya belakangan ini adalah kenapa para kader HMI semakin bermental oportunis, pragmatis, miskin gagasan, minim karya, dan haus kekuasaan? Ada apa dengan perkaderan HMI!

Oleh : Al Mukhollis Siagian – Penulis Buku The Dinamics of Life

- Advertisement -

Berita Terkini