Muhasabah Idul Adha

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Ibrahim alaihissalam yakin bahwa mimpinya adalah wahyu. Maka dari Hebron, Palestina ia pun berangkat ke Mekah menempuh perjalanan jauh yang berat lagi melelahkan dalam rangka menunaikan perintah Allah. Perintah untuk menyembelih putra sulungnya Ismail.

Setelah berbulan-bulan menempuh perjalanan darat, tibalah Ibrahim alaihissalam di Mekah, tempat dulu beliau meninggalkan putra semata wayangnya, hanya berdua dengan Hajar, istrinya. Hatinya belum sepenuhnya ikhlas, masih terbersit keraguan untuk menyampaikan perintah Allah kepada putranya.

Maka Ibrahim alaihissalam bertanya, apa pendapatmu wahai putraku, jika ada perintah Allah untuk menyembelihmu. Allah menurunkan ketenangan ke dalam hati Nabi Ismail alaihissalam, dan dengan mantap beliau menjawab pertanyaan ayahnya, wahai Abahku, jika memang itu perintah Allah, lakukanlah! Insya Allah Engkau akan menemuiku dalam keadaan ikhlas.

Jawaban Nabi Ismail menguatkan Ibrahim. Imunitas tubuh Ibrahim naik mendengar jawaban putranya yang ikhlas menerima apapun perintah Allah. Nabi Ibrahim lalu memberitahu istrinya Hajar, agar besok pagi-pagi sekali, Ismail dipakaikan pakaian yang bersih dan terindah yang dimilikinya.

Hajar bertanya, untuk apa gerangan wahai suamiku. Nabi Ibrahim yang lembut hatinya itu, tidak ingin membuat gundah perasaan Hajar, karena seorang ibu tentulah amat sayang kepada putranya. Nabi Ibrahim menjawab, “saya ingin mengajaknya jalan-jalan”, tanpa menjelaskan maksud yang sesungguhnya.

Keesokannya, di pagi hari berangkatlah Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail keluar perkampungan bani Jurhum, mereka menuju ke daerah perbukitan antara Musdalifah dengan Mina. Dalam perjalanan, iblis datang menggoda Ibrahim, agar mengurungkan niatnya menyembelih Nabi Ismail. Dengan mantap Nabi Ibrahim melempar iblis itu dengan batu-batu yang dipungutnya di sekitar Musdalifah itu.

Iblis lari, namun tidak putus asa. Iblis kali ini berusaha menggoda Hajar, ia memberitahu Hajar, bahwa suaminya telah membawa putranya Ismail untuk disembelih, karena mengikuti perintah Allah. Mendengar itu, Hajar berkata, jika itu perintah Allah, saya pun juga bersedia melaksanakannya, Hajar lalu melempari iblis itu dengan kerikil, seraya mengatakan enyahlah engkau wahai iblis.

Iblis lari namun masih berusaha membatalkan misi Nabi Ibrahim. Kali ini dia memprovokasi Nabi Ismail. Namun tekad Nabi Ismail sudah bulat, tidak mempan dihasut oleh iblis. Nabi Ismail pun melempari iblis agar menjauh darinya. Setelah itu mengingatkan ayahnya agar menggunakan pisau yang tajam supaya proses penyembelihan dirinya berlangsung cepat.

Singkat cerita sebagaimana yang banyak diriwayatkan sejumlah hadits, Nabi Ibrahim lalu melaksanakan perintah penyembelihan putranya Ismail sebagaimana permintaan Ismail. Kesungguhan tekadnya, keikhlasan Nabi Ismail, Hajar dalam menjalankan perintah Allah, telah diterima Allah. Allah dengan kuasa-Nya lalu memerintahkan Malaikat Jibril membawa seekor kibas, atau domba menggantikan posisi Nabi Ismail. Maka tersembelihlah kibas itu oleh pisau Nabi Ibrahim alaihissalam dan terbebaslah Nabi Ismail, serta Nabi Ibrahim dari kewajibannya.

Banyak ilmu hikmah yang rerkandung dalam peristiwa ini, antara lain bahwa seberat apapun pekerjaan yang dihadapi, akan menjadi ringan jika dilaksanakan dengan ikhlas lillahi taala. Kedua, penyerahan diri secara totalitas, merupakan inti dari ajaran Tauhid. Inti dari millah Nabi Ibrahim, sebagaimana juga pernah ditunjukkan disaat Nabi Ibrahim dibakar oleh Raja Namroed, lalu Allah memerintahkan kepada api agar dingin, dan menjadi keselamatan bagi Nabi Ibrahim.

Penyerahan diri adalah jalan keselamatan (Islam). Melalui penyerahan diri secara totalitas kepada Allah, seorang muslim akan terjaga, terpelihara dari segala gangguan. Terlindungi oleh Al-Haqq azza wajalla. Penyerahan diri, melampui rasional berpikir, melampaui wilayah nalar positif para saintist. Penyerahan diri adalah kunci dari “turunnya” pertolongan Allah kepada seorang hamba.

Allah menguji orang-orang yang beriman, tidak sekali atau dua kali dalam hidupnya, namun tiap kali, tiap saat, agar dengan itu orang beriman terus menggunakan akal pikirannya dalam mencari solusi atas setiap tantangan atau ujian yang dihadapi. Dan pada momentum tertentu akal pikiran manusia tidak lagi mampu menjawab atau memberikan solusi atas problem yang mereka hadapi. Pada saat seperti itulah penyerahan diri menjadi solusi terakhir yang dapat mereka lakukan.

Namun bagi mereka yang sadar akan Allah, penyerahan diri adalah sikap hidup, dan bukan sekedar salah satu solusi. Bagi mereka yang sadar akan Allah, penyerahan diri dilakukannya sejak bangun dari tidur, saat beraktifitas, hingga jelang tidur kembali. Penyerahan diri adalah ciri khas seorang muslim. Sebab itu muslim diartikan sebagai mereka yang berserah diri. Dan itulah jalan keselamatan bagi orang-orang yang beriman.

Momentum Idul Adha tahun ini dengan berbagai ujian Allah yang menyertainya, sangat baik untuk kita bermuhasabah, sejauhmana kita mampu menerima ujian Allah dengan ikhlas, hingga membawa kita memahami cara berserah diri kepada-NYA.

Semoga Allah swt menambahkan hidayah-Nya, ilmu hikmah-Nya, bimbingan-Nya kepada kita semua. Sebagaimana firman-Nya;

{وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا (76) }

Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya. (QS. Maryam (19): 76)

Senoga kita termasuk diantara orang-orang yang diberi petunjuk dijalan yang lurus (shirat al-mustaqiim) sebagaiman firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا (66) وَإِذًا لَآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا أَجْرًا عَظِيمًا (67) وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (68) وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا (69) ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا (70)

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian dari kampung kalian,” niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka); dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid. dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. (QS. An-Nisa (4) ayat 66-70.

Dan kepada yang sedang sakit (penyakit apapun penyakitnya) semoga Allah sembuhkan, sebagaimana firman-Nya:

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (80)

“Dan apabila aku sakit, DIA-lah yang menyembuhkan aku” (QS. Asy-Syu’ara (26): 80.

Akhirnya, selamat menjalankan ibadah tarwiyah, sembari menanti hari Arafah, kepada-Nya kita semua berserah diri.

Depok, Ahad 18 Juli 2021

Oleh : Hasanuddin
Ketua Umum PB HMI 2003-2005

- Advertisement -

Berita Terkini