Beruntung! Jokowi Hadapi Covid-19 Tanpa FPI tapi PR Masih Banyak

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Benar. Indonesia beruntung saat menghadapi Covid-19 relatif damai tanpa organisasi teroris Front Pembela Islam (FPI). Tanpa Munarman. Tanpa Dengkul Zul. Kini masih tersisa pengasong khilafah Hizbut Tahrir Indonesia, Wahabi, dan Ikhwanul Muslimin (IM). Tiga gerakan inilah yang merongrong dan sumber terorisme di Indonesia selain FPI. PR Presiden Jokowi masih banyak.

Tiga ajaran berkedok Islam HTI, Wahabi dan IM menjadi inspirasi bagi kalangan pemusuh NKRI. Di tengah pandemi manusia sengkleh otak seperti Ustadz Abdul Somad (UAS) yang menyebut Covid-19 adalah tentara Allah, yang melindungi Uighur.

Hidayat Nur Wahid pengikut pentolan ISIS Syekh Yusuf Al-Qaradhawi bersama Anies Baswedan, juga nyinyir soal vaksin. Ketika Presiden Jokowi divaksin Sinovac, dia justru mengeluarkan pernyataan bersayap. Tentang efikasi vaksin yang disuntikkan kepada Presiden Jokowi, dengan membandingkan dengan Brazil.

Di bidang pemerintahan Anies Baswedan kesulitan menyebut yang dikerjakan dengan duit triliunan untuk atasi Covid-19. Korupsi Formula-E, kasus korupsi lahan DP 0 Persen, tidak ada yang benari mengusut. KPK pun ketakutan karena masih ada Novel Baswedan dan antek-anteknya. Maka Anies yang juga pengagum pentolan teroris Yusuf Al-Qaradhawi ugal-ugalan.

Korupsi dibungkus dengan istilah kelebihan bayar. Tercatat Rp773,8 miliar dari tiga badan usaha milik Pemprov DKI. Yang lebih gila lagi BPK juga menyebut kelebihan bayar. Kalau tidak ketahuan kan enak bener. Korupsi kalau ketahuan disebut: kelebihan bayar. Hahaha.

Semua pihak memermainkan peran korup. Bertolak belakang dengan misi BPK dan KPK. Ketakutan dengan manusia seperti Anies Baswedan dan Novel Baswedan – yang didukung kalangan IM, Wahabi, dan Anies sendiri pendukung Al-Qardhawi. Sudah jelas peta salahnya. Mental korup yang sulit dibunuh karena melibatkan bungkusan agama.

Belum lagi BUMN yang carut marut. Vaksin pun dipermainkan. Obat menjadi alat tawar-menawar dipermainkan oleh BPOM – dalihnya uji klinis dan sebagainya. Sense of urgency tidak dibangun. Ego kelembagaan menjadi acuan. Sementara keputusan cepat darurat diperlukan.

Semua ini terkait dengan AKHLAK BUMN yang tidak mencerminkan moto orang bekerja. AKHLAK dibangun untuk memenuhi hasrat infiltrasi kelompok intoleran dan bahkan teroris seperti di PT Krakatau Steel dan BUMN di Makassar dan temppat lain.

Ingat! Slogan K3 diganti dengan Utamakan Sholat dan Keselamatan Kerja. Kegilaan yang mengerikan. Meski sekarang sudah dibuang namun jejak digital dan infiltrasi tidak terhapus.

Dalam kondisi manipulasi keyakinan agama, logika yang tumpul, ketika bencana dijadikan peluang usaha, ketika politikus justru mengeruk keuntungan, di situlah PR Jokowi semakin banyak. Rakyat hanya bisa menonton.

Masih beruntung Jokowi masih memiliki TNI dan Polri yang tegak lurus, bukan manusia nyinyir seperti HNW dan kawan-kawan. Dan, pendukung Jokowi dan relawan yang tetap tegak lurus mencintai NKRI.

Untung Jokowi merangkul Gerindra dan Prabowo, hingga kelompok kanan radikal dan kadal gurun kehilangan arah tak punya induk. Mereka tidak bisa menggunakan Prabowo dan Sandi sebagai news-makers dan raison d’etre mereka. Meski HTI, Wahabi, IM tetap mengancam. Salah satunya kampanye film Nussa dan Rara yang ditunggangi ideologi HTI.

Maka, beruntunglah Indonesia tanpa teroris FPI. Meski PR Jokowi tetap banyak karena mereka masuk di BUMN, lembaga negara lainnya, yang sangat sulit untuk ditumbangkan. Belum lagi kaum oportunis di lingkaran Jokowi. Seperti kasus vaksin gratis dan mandiri, Gotong Royong, dan lain-lain. Makin sesak dada Jokowi. Salam sehat Pak Jokowi.

Oleh: Ninoy Karundeng

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -

Berita Terkini