Persaingan Industri Media, Dibalik Protes Hary Tanoe Kepada Mahfud MD

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, JAKARTA – “Anda percaya jika Hary Tanoe (HT) protes tv digital dengan alasan memberatkan rakyat miskin? Artinya, apakah dia benar-benar memperhatikan rakyat miskin, bukan karena bisnisnya yang akan terganggu? Jika memang percaya, maka Anda memang sudah menjadi korban sinetron Ikatan Cinta. Sebuah sinetron yang jelas-jelas drama tontonan bisa dianggap sebagai nyata,” demikian diungkap Agung.

HT seperti diketahui protes dengan kebijakan pemerintah yang menyuntik mati tv analog dan beralih ke tv digital. Protes ini dianggap telat karena kebijakan tersebut telah melalui proses tahapan yang lama. Kebijakan ini sudah tertuang dalam UU Cipta Kerja dan sudah pula disosialisasikan serta melalui pembahasan bersama stake-holder, termasuk pengusaha media.

Pada bulan April merupakan tahap I berlaku ASO (Switch Off Analog) di sebagian wilayah Indonesia. Lalu bulan Agustus dan terakhir pada 2 Nopember 2022 kemarin, “Lantas mengapa baru protes sekarang? Dengan alasan memberatkan rakyat miskin? Tepatkah alasan tersebut? Atau lebih tepatnya, Benarkah HT berpikir rakyat miskin? Bukan semata demi selamatkan keuntungan bisnis medianya?” Kembali Agung mengajak masyarakat berpikir kritis.

Jika melihat negara lain di dunia, apa yang dilakukan Indonesia saat ini terhitung sudah sangat terlambat. Karena berdasar kesepakatan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa pada 2006, seluruh negara anggota ditargetkan untuk sudah melakukan penghentian siaran TV analog atau analog switch off (ASO) secara penuh pada 17 Juni 2015.

Indonesia tertinggal dari banyak negara. Mulai dari mayoritas negara-negara Eropa yang sudah menghentikan seluruh siaran TV analog sejak lebih dari se-dekade lalu. Negara Asia seperti Korea Selatan yang sudah sejak akhir 2012. Hingga negara tetangga di Asia Tenggara, Brunei pada 31 Desember 2017 dan Singapura pada 2 Januari 2019 lalu. Hanya Indonesia dan Timor Leste yang belum.

Agung Wibawanto, pengamat media menjelaskan bahwa gurita bisnis media MNC Grup diduga sudah mulai menyalakan alarm Siaga 1, terlebih saat HT juga pernah menggugat keberadaan layanan berbasis Over The Top (OTT) seperti Netflix dan Youtube. Agung mengatakan sudah menduga sejak lama, bahwa alasan HT semata soal persaingan bisnis industri media miliknya.

“Ini era digital kan? Kita tahu betapa media cetak kini terkapar sulit menjalankan produksinya karena semua orang kini beralih ke online. Begitu pun giliran media broadcast mendapat saingan dari media narrowcast. Makanya tidak hanya sekarang, kapan itu juga HT kan protes kepada Netflix dan YouTube. Ya semata menjaga pangsa pasar pemirsa tv nya agar tidak beralih dari RCTI dll nya itu,” ujar Agung.

Agung menambahkan alasan HT tidak tepat jika dikatakan memberatkan rakyat miskin, karena pemerintah komitmen memberi STB kepada mereka, demi lancarnya kebijakan migrasi tersebut. Terlebih, Agung tidak percaya HT memikirkan rakyat miskin, “Ya hanya dijadikan tameng saja. Karena alasan utamanya menjaga bisnisnya supaya tidak merugi. Kita pernah dengar kan dua tahun lalu Global Mediacom dipailitkan,” terang Agung.

Global Mediacom sebagai induk usaha stasiun televisi free to air (FTA) milik HT memang pernah digugat kepailitan di PN Jakarta Pusat. Perkara itu didaftarkan pada Selasa, 28 Juli 2020 dan mendapat nomor perkara 33/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Adapun, pemohon dalam perkara ini adalah KT Corporation yang diwakilkan oleh Warakah Anhar.

“Menyatakan PT GLOBAL MEDIACOM Tbk., beralamat di MNC Tower lantai 27, Jl. Kebon Sirih No.17-19, Jakarta 10340 (Termohon Pailit) pailit dengan segala akibat hukumnya,” demikian bunyi petitum (permohonan) yang tertulis di Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (dikutip dari berbagai sumber).

Namun HT beruntung lolos dari gugatan pailit yang diajukan oleh KT Corporation. Informasi tersebut disampaikan dalam surat bernomor 009a-BEI/MCOM-CS/INT/II/202 kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diumumkan di situs resmi otoritas bursa pada Rabu, 3 Maret 2021.

Global Mediacom adalah induk usaha media yang menaungi seluruh perusahaan media Grup MNC. Termasuk PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) yang menaungi televisi free to air (FTA) swasta RCTI, GTV, MNC TV, serta iNews. Kemudian televisi berlangganan PT MNC Vision Networks Tbk. (IPTV) dan PT MNC Sky Vision Tbk. (MSKY).

HT sendiri tercatat sebagai konglomerat terkaya ke-32 di Indonesia versi majalah Forbes 2019. Kekayaan Hary Tanoe ditaksir mencapai US$1 miliar setara Rp15,5 triliun yang berasal dari industri media, properti, jasa keuangan, dan investasi. HT juga seorang Ketua Umum Perindo. Dengan kekayaan yang dimilikinya, Agung menyarankan agar HT tidak hanya bisnis media konvensional.

“Kalau mau lebih untung, ya dia harus berani beralih ke media online. Investasi, atau seperti Elon Must membeli Twitter. Jangan cuma protes kepada teknologi yang menjadi saingannya. Ibarat dia naik motor lama, kok protes dengan motor baru yang bisa melaju lebih kencang? Ya kan aneh?” Tambah Agung yang pernah mengelola redaksi Swara Kampus di SKH Kedaulatan Rakyat.

Mengomentari perseteruan HT dengan Mahfud MD meski anak HT menjadi staf ahli Presiden Jokowi, Agung mengatakan, “Setahu saya presiden Jokowi orang yang patuh hukum dan tidak ingin intervensi. Tidak peduli siapa, meski staf presiden, meski anak HT, melalui Mahfud MD, diserahkan semuanya. Kalau bapaknya bandel, mosok dibelain karena anaknya?” pungkas Agung.

- Advertisement -

Berita Terkini