DPP GMNI, Tegaskan Kementerian Harus Berkolaborasi Hadapi Tiongkok

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia pada Rabu (1/1/2020) menyatakan klaim China terhadap Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tidak memiliki dasar sah dan melanggar UNCLOS 1982. Sehari berselang, pernyataan ini direspon Tiongkok dengan mengirim sejumlah Kapal Penjaga Pantai dan nelayan ke perairan Indonesia di Laut Natuna Utara pada Kamis (2/1/2020).

Hal itu diungkapkan Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Imanuel Cahyadi didampingi Sekretaris Jendral DPP GMNI Sujahri Somar di Jakarta, Selasa (7/1/2020).

Kemudian, seperti dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada Jumat (3/1/2020). Juru Bicara Menteri Luar Negeri Tiongkok menyebutkan bahwa Tiongkok secara tegas menentang negara mana pun, organisasi, atau individu yang menggunakan pengadilan tidak sah untuk merugikan kepentingan Tiongkok. Pernyataan ini dikeluarkan untuk menanggapi keterangan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sebelumnya.

“Seharusnya Pemerintah Tiongkok menghormati dan mematuhi keputusan Mahkamah Internasional yang telah menyatakan bahwa klaim mereka soal Sembilan Garis Putus-putus (Nine Dash Line) melanggar hukum laut internasional (UNCLOS 1982). Lebih jauh, reklamasi pulau yang dilakukan China di Kepulauan Spartly dan Paracel sama sekali tidak memberi hak apa pun kepada pemerintah Tiongkok, apalagi sampai mengklaim Laut Natuna Utara sebagai wilayah teritorial mereka,” tegas dia.

Imanuel Cahyadi menegaskan, pemerintah harus lebih tegas merespon klaim sepihak Tiongkok ini. Selain dapat mengganggu stabilitas Kawasan Asia-Pasifik, oleh karena kemungkinan besar “mengundang” intervensi negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang dan bahkan Rusia.

“Klaim sepihak ini juga jelas-jelas mengganggu kedaulatan dan keutuhan NKRI. Bahkan berpotensi menciptakan instabilitas politik di Indonesia sendiri karena kemungkinan besar muncul gelombang-gelombang demonstrasi menolak Tiongkok di kemudian hari,” bebernya.

Ketum DPP GMNI mengungkapkan, klaim “ngotot” Tiongkok tidak bisa dilihat dari perspektif kedaulatan saja. Lebih jauh, secara geopolitik posisi Laut Natuna Utara sangat strategis karena menjadi “Jembatan Penghubung” Tiongkok ke India dan Timur Tengah. Dari aspek kedaulatan energi, di Laut Natuna Utara terkandung cadangan gas alam yang besar. Dari aspek kedaulatan pangan, kuantitas sumber daya perikanan di Laut Natuna Utara sangat besar. Dari perspektif ekonomi, baik gas alam dan ikan-ikan ini dapat menunjang kebutuhan energi dan pangan Tiongkok karena populasi penduduk mereka mencapai 1,3 miliar jiwa.

“Seluruh Lembaga Kementerian dan Instansi harus satu suara dan berkolaborasi dalam menyikapi klaim sepihak Tiongkok ini. Pernyataan dan protes diplomatik dari Kementerian Luar Negeri belumlah cukup. Kementerian Pertahanan harus mengarahkan TNI untuk melakukan gelar kekuatan dan melakukan latihan militer intensif bersama dengan negara-negara lain di Laut Natuna Utara. Kementerian Perhubungan harus meningkatkan jumlah Kapal Penjaga Pantai yang berpatroli di Laut Natuna Utara,” saran Imanuel Cahyadi.

Kedepan, harapnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga dapat bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk melakukan mobilisasi penduduk (terutama nelayan) ke pulau-pulau di sekitar Laut Natuna Utara, menyiapkan sarana dan prasarana bagi para transmigran tersebut serta membangun infrastruktur dasar seperti jalan raya, pelabuhan dan perumahan disana. Berita Jakarta, red

- Advertisement -

Berita Terkini