Penganiaya Jurnalis Nurhadi Divonis 10 Bulan, Ini Kata Pakar Hukum UGM

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Surabaya – Kasus penganiayaan terhadap Junalis Tempo Nurhadi oleh Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi. Kedua terdakwa bersalah melanggar pasal 18 ayat (1) UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dijatuhi vonis hukuman penjara 10 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan juga diwajibkan membayar restitusi kepada Nurhadi sebesar Rp 13.813.000 dan kepada saksi F sebesar Rp 21.850.000.

Menyimak pertimbangan putusan dan amar putusan Majelis Hakim itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Herlambang P. Wiratraman mengatakan patut diapresiasi karena menjadi bagian sejarah penegakan hukum pers. Pesan utamanya, mekanisme peradilan membuktikan upaya akhiri impunitas.

Putusan itu tidak sesuai dengan harapan publik. “Meskipun demikian, belum sepenuhnya memenuhi harapan publik, terutama berkaitan dengan konstruksi peristiwa hukum yang sebenarnya melibatkan begitu banyak pihak/aktor, termasuk aktor yang memerintahkan kekerasan, berikut hukuman yang dirasakan kurang optimal sebagaimana disebut UU Pers,” kata Pakar Hukum UGM dalam keterangannya, Rabu (12/1/2021).

Hal yang penting dicatat, tegas Wiratman, penggunaan kerangka hukum pasal 18 ayat 1 UU Pers yang selama ini jarang digunakan dalam proses penegakan hukum atas kasus-kasus kekerasan yang terjadi. PN Surabaya menunjukkan kualifikasi baik dalam memanfaatkan kerangka hukum tersebut.

Selain itu, sambungnya, Hakim tak menemukan alasan pembenar dan pemaaf, maka terdakwa harus bertanggung jawab secara hukum. Ratio decidendi tersebut tegas nan lugas untuk menegaskan perlunya memghormati dan melindungi peran dan fungsi jurnalis dan pentingnya jaminan kebebasan pers.

Pertimbangan kerugian atas dasar penilaian LPSK, lanjut dia, menjadi dasar untuk menjatuhkan putusan hakim. Ini perkembangan baik dan maju, mengakui mekanisme hukum kelembagaan negara dalam melindungi korban dan saksi.

“Putusan ini menjadi penanda kemenangan kebebasan pers yang harus tetap dijaga, dihormati oleh semua pihak, tak terkecuali aparat penegak hukum, agar tak berlaku sewenang-wenang dalam kegiatan jurnalistik sebagaimana diakui UU Pers No. 40 Tahun 1999,” jelas Wiratman yang juga Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan, vonis 10 bulan penjara terhadap dua terdakwa sebenarnya belum sesuai harapan AJI yang mendorong agar dua terdakwa divonis maksimal, minimal sesuai dengan tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Tetapi ini juga merupakan preseden baru karena pada akhirnya ada polisi yang menjadi aktor kekerasan terhadap jurnalis, yang dibawa ke pengadilan lalu divonis bersalah dan dijatuhi hukuman. Kami berharap tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis,” katanya.

Sasmito juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengembangkan perkara ini mengingat masih banyak pelaku lain yang belum terungkap, termasuk sosok yang memerintahkan Purwanto dan Firman Subkhi.

“Berdasarkan fakta persidangan dan berdasarkan pengakuan korban Nurhadi, masih ada belasan pelaku lain yang belum diusut. Karena itu kami mendesak agar aparat penegak hukum mengembangkan perkara ini dan mengusut para pelaku lainnya,” imbuh Sasmito.

(red)

- Advertisement -

Berita Terkini