Petani Hilang Peminat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Di Desa Bunisari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, para lulusan baru lebih memilih menjadi karyawan swasta di pabrik-pabrik di kota daripada menjadi seorang petani di kampung halamannya. Mengapa mereka tidak memilih petani? Apakah menjadi seorang petani itu mimpi buruk? Apakah pendapatannya tidak menguntungkan?

Menurut penulis, menjadi seorang petani itu bukan suatu hal yang mudah. Namun, menjadi seorang petani itu merupakan pekerjaan yang kurang menguntungkan dan sangat sulit sekali untuk dikerjakan. Biasanya hanya para orang dewasa dan orang tua saja yang melakoni pekerjaan ini. Salah satu pemuda memaparkan bahwa ia gengsi jikalau harus menjadi seorang petani karena menjadi seorang petani itu sangat melelahkan serta salah satu pekerjaan yang tidak keren. Hal itu membuktikan bahwa menjadi seorang petani merupakan hal yang memalukan bagi sebagian pemuda. Menurut mereka yang hanya memikirkan gengsi dan gaya hidup, pekerjaan ini sangat tidak cocok.

Pendapatan menjadi seorang petani sangatlah menguntungkan terlebih jika mempunyai tanah sendiri dan digarap sendiri. maka hasilnya sangatlah memuaskan, seperti mempunyai beras sendiri dan tidak kekurangan sayuran. Bahkan, jika hasil yang didapat lebih, maka bisa dipasok ke pasar setempat atau bisa dijual ke kota.

Selain itu, menjadi petani saja pun penghasilan yang didapatkan cukup menguntungkan. Seperti contohnya di Desa Bunisari ada yang disebut dengan istilah “babon”. Babon merupakan padi yang didapat dari hasil petani yang menggarap di tanah orang lain, biasanya mendapat 15% dari hasil yang di dapat. Selain itu juga, mereka mendapatkan upah dari pekerjaan mereka sekitar Rp.100.000 / bedug (6 jam). Bukankah menguntungkan?

Walaupun begitu, para pemuda tetap saja tidak mau menjadi seorang petani, tetapi mereka memilih bekerja menjadi karyawan swasta yang gajinya hanya sekitar Rp 1.500.000/bulan. Menurut penulis, gaji antara karyawan swasta dengan petani jelas lebih menguntungkan petani. Seorang petani Bunisari yang pernah bekerja di Jepang memaparkan bahwa gaji petani di sana sangat menggiurkan, ia hanya bekerja menebar pupuk dan menyiram padi. Itu pun menggunakan teknologi yang canggih, dan ia mendapatkan upah sebesar Rp 10.000.000/bulan bersih, bahkan ia menuturkan gaji bertambah jika ia melakukan pekerjaan di luar jam.

Berarti faktornya adalah kurangnya fasilitas teknologi yang tersedia di negeri ini, sehingga petani kesulitan dalam bekerja secara manual. Jika saja teknologi pertanian lebih diperhatikan, maka peminatnya akan lebih bertambah. Terlebih lagi jika pemerintah tidak melakukan impor dari negara luar dan lebih memanfaatkan sumber daya alam dan hasil tani di negara sendiri, maka kemungkinannya petani akan semakin diminati.

Dilansir dari koran Pikiran Rakyat pada bulan Oktober 2021, dikabarkan bahwa petani melakukan unjuk rasa. Hal ini diakibatkan karena hasil panen mereka tidak terjual disebabkan karena pemerintah lebih memilih mengimpor hasil panen dari negara lain. Hal ini membuktikan bahwa petani tidak didukung oleh pemerintah.

Kesimpulannya jika ingin petani banyak peminatnya maka harus lebih didukung dan lebih difasilitasi supaya pemuda lebih melihat dan memperhatikan bahwa petani adalah pekerjaan yang mudah dan menguntungkan dan petani tidak kesusahan dalam menjual hasil panen.

Oleh: Fahmi Sidik Santri Pondok Pesantren Al-Ittihad Cianjur

Fahmi Shidik, lahir di Cianjur 25 November 2003. Bertempat tinggal di Kp. Simpanglima No.14 Rt.01 Rw.02 Desa Bunisari Kec. Agrabinta Kab. Cianjur. Ia siswa kelas XII IPS 2 SMA Plus Al-Ittihad Cianjur. Lelaki yang bercita-cita menjadi jaksa ini memiliki hobi menulis sastra dengan bergiat di komunitas KATAPURI.

E-mail : fahmishidik91@gmail.com
Instagram : @fhmi.shdk_
Facebook : Fahmi Shidik
Twitter : fhmi.shdk_

- Advertisement -

Berita Terkini