Ekonomi Sumut Terkontraksi Secara Kuartalan, Bagaimana Nasib Pekerja Informal seperti Tukang Becak

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Data BPS Februari 2023 menunjukan bahwa ada 57.62% pekerja di Sumut berada di sektor informal. Sektor yang lebih mengedepankan kemampuan da keterampilan dalam bekerja ini, dibandingkan dengan latar belakangan pendidikan. Belakangan mengalami tekanan, dan saya simpulkan sebagai salah satu pemicu melemahnya daya beli masyarakat Sumut.

Hal itu dikatakan Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Jumat (5/5/2023).

“Dari observasi yang saya lakukan, ditemukan ada penurunan pendapatan pada sejumlah pekerja informal di wilayah Sumut. Tukang becak menjadi sampel yang saya observasi dalam 4 tahun terakhir. Dan hasilnya ada penurunan pendapatan dalam rentang 46% hingga 66%, jika membandingkan rata-rata pendapatan tahun 2019 (sebelum pandemi) dengan pendapatan di tahun 2023 ini. Dan pendapatan tersebut masih harus dikurangi dengan biaya operasional,” kata Benjamin.

Bahkan, lanjut Benjamin, selama pandemi Covid-19 (2020 hingga pertengahan 2022), pendapatan para tukang becak sempat terpuruk hingga 70% hingga 88% dibandingkan rata-rata di tahun 2019. Dan di tahun ini, sejumlah tukang becak menyatakan bahwa setelah tanggal 1 Mei 2023 atau masa libur panjang usai. Mereka mengklaim bahwa pendapatan mereka bisa mengalami penurunan kembali. Meskipun observasi lanjutan masih terus dilakukan dan saya belum pada suatu kesimpulan tertentu.

“Selain itu, saat melakukan survey penjualan kebutuhan sandang (pakaian dan alas kaki). Mayoritas atau sekitar 73% pedagang (pemilik usaha/toko) mempertimbangkan untuk mengurangi jumlah karyawannya. Dipicu oleh penurunan omset yang terjadi belakangan ini. Dan temuan lain seperti pedagang kaki lima, tukang bangunan, pembantu rumah tangga, buruh panggul, sopir angkot, pelaku usaha rumahan dan banyak perkeja informal lain perlu didalami kondisi ekonominya,” ujarnya.

Benjamin menambahkan, sejauh ini yang saya lihat, mereka memang terus berkarya dan tetap bekerja untuk mencari nafkah. Namun gambaran itu tidaklah menjadi gambaran utuh terkait kondisi finansial mereka. Terlebih bagi mereka yang terpaksa kehilangan pendapatan atau bahkan kehilangan pekerjaannya. Kita harus melepaskan asumsi bahwa selama mereka bekerja maka pendapatannya terjaga.

“Bekerja di sektor informal memiliki pendapatan yang berfluktuasi setiap saat. Dan sayangnya fluktuasi pendapatan mereka saat ini cenderung melemah atau turun. Sehingga rawan bagi pekerja informal untuk masuk dalam deretan penduduk miskin, yang pengeluarannya di bawah garis kemiskinan. Pemerintah perlu mendata mereka, sehingga ada rujukan kebijakan yang efektif untuk menjaga daya beli masyarakat para pekerja informal tersebut,” kata Benjamin.

Diungkapkan Benjamin, berbeda dengan pekerja formal yang terdata, memiliki kepastian pendapatan sehingga kerap dapat dengan mudah untuk mendapatkan gambaran kondisi ekonominya. Namun, pekerja informal memiliki karakteristik yang berbeda dan mereka adalah pekerja mayoritas di wilayah Sumut. Sudah semestinya kita tahu kondisi ekonomi yang mereka alami, dan upaya apa yang bisa dilakukan untuk menjaga daya belinya. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini