Bansos Tidak Pernah Ada, Kalau Menunggu Penyempurnaan Data

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Setelah harga BBM dinaikkan, Presiden menginstruksikan untuk menggunakan minimal 2% dana alokasi umum (DAU) maupun dana bagi hasil (DBH) pemerintah daerah, selanjutnya digunakan sebagai perlindungan sosial untuk penanganan dampak inflasi.

“Jika pemerintah daerah baik tingkat I maupun tingkat II bergerak menggunakan dana tersebut, maka potensi ditemukan masyarakat mendapatkan bantuan sosial berlipat ganda atau double sangat berpeluang, meskipun tetap ada juga yang berpeluang tidak mendapatkan sama sekali,” kata Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin di Medan, Rabu (21/9/2022).

Hal tersebut, lanjut Benjamin, dimungkinkan karena bantuan tersebut sangat bergantung pada pemutakhiran data. Sebagai contoh, Pemda memberikan bantuan uang tunai bagi driver Ojol dan Ojek konvensional. Sementara data untuk ojek konvensional (dulu saya mengenalnya RBT) ini tidak bisa didapatkan secara akurat. Misal ada kemungkinan driver Ojol juga mendapat bantuan sosial karena profesi yang lain. Yang tentunya bisa mendapatkan bantuan berlipat.

“Atau ada tukang ojek yang sudah tidak menjadi pengojek lagi, namun masih terdata sebagai tukang ojek. Atau tiba tiba ada tukang ojek konvensional baru namun belum terdata dan tidak mendapatkan bantuan, atau ada yang mengaku-ngaku sebagai tukang ojek saat mengetahui ada bantuan. Hal serupa juga berpeluang terjadi pada profesi atau pekerjaan masyarakat lainnya,” ujarnya.

Benjamin menambahkan, seperti pedagang kaki lima atau asongan, petani dan nelayan hingga supir angkot, AKAP atau AKDP dan banyak lagi. Jadi memang unjung tombak validasi datanya ada di Lurah/Kades hingga Camat, Kepala Dinas terkait, organisasi profesi atau usaha tertentu, hingga aplikator penyedia jasa ojek online.

“Lagi lagi sekalipun datanya tersedia, saya tetap yakin bahwa data yang tersedia tersebut tidak menjamin 100% bahwa Bansos akan tepat sasaran,” kata Benjamin.

Akan tetapi, kata Benjamin, jika menunggu sampai penyempurnaan data dilakukan baru Bansos diberikan. Maka sampai kapanpun Bansos itu tidak akan pernah ada. Bahkan jika sistemnya dibangun dan validasinya menggunakan NIK dengan profile masyarakat yang sangat lengkap, tetap tidak akan 100% menjamin bahwa bantuan akan tepat sasaran. Namun membangun sistem akan lebih efektif meminimalisir presentasi jumlah penerima Bansos yang tidak tepat sasaran.

“Yang paling efektif menurut saya adalah dengan melakukan kontrol sosial dan ekonomi di level kepala dusun atau kepala lingkungan (RT/RW). Dimana tugasnya adalah memantau masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi parah, untuk selanjutnya didata sebagai penerima Bansos serta secara gotong royong dibantu oleh masyarakat yang lebih mampu di wilayah sekitarnya,” kata Benjamin mengakhiri. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini