Pakai Masker, Agar Rupiah Tidak Bergejolak

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Nyaris tak bergerak, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya ditutup naik 1,29 poin atau 0.02% di level 5.311,97. Kinerja IHSG selama sesi perdagangan hari ini IHSG nyaris tidak mampu bertahan di zona hijau selama sesi perdagangan. IHSG justru lebih cenderung untuk menguji level psikologis 5.300 ketimbang berupaya untuk mencoba melanjutkan tren positifnya.

“Dampak dari membaiknya kinerja bursa global tidak begitu banyak memberikan perubahan pada IHSG. Bahkan bursa di Eropa yang mampu dibuka menguat hanya memberikan dorongan sedikit bagi IHSG yang berbalik menguat di sesi penutupan perdagangan,” ujar Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Rabu (2/9/2020).

Selain itu, mata uang Rupiah mengalami pukulan yang cukup besar. Rupiah sempat terpuruk hingga di level 14.815 per US Dolar, sekalipun berbalik mengurangi kerugian di sesi penutupan perdagangan. Mata uang Rupiah mampu ditutup menguat di level 14.745 per US Dolar.

“Rupiah mendapatkan tekanan hebat pada perdagangan hari ini setelah Presiden Jokowi di Istana Bogor menyatakan kalau ekonomi mencapai target pertumbuhan 4.5% hingga 5.5% maka pemerintah tidak lagi membutuhkan burden sharing di tahun 2022. Dimana artinya bahwa di tahun ini hingga tahun depan pemerintah tetap membutuhkan burden sharing,” imbuhnya.

Gunawan mengatakan, target pertumbuhan ekonomi sebesar itu, rasa-rasanya sebuah keniscayaan akan tercipta laju pertumbuhan bisa sesuai target. Tetapi jika vaksin ke masyarakat nantinya benar-benar efektif dan mampu terealisasi dengan waktu cepat (sebelum 2021), saya pikir target pertumbuhan maksimal 5.5% baru terlihat masuk akal.

“Tetapi ini kan berbeda, dimana pemerintah baru meyakini akan memberikan vaksin di pertengahan tahun 2021. Jadi pada dasarnya investor pesimis akan target pertumbuhan yang dipatok sebagai landasan untuk tidak memberlakukan burden sharing serta menjaga independensi BI itu sendiri,” sambungnya.

Aturan main yang dibentuk antara sinergi pemerintah dan BI memang saat ini itu sebagai sebuah kondisi yang krusial. Atau bahasa lainnya itu ad hoc, tetapi jika kita salah mengelola kebijakan ini, justru bisa berdampak fatal. Tetapi apa boleh buat, negara lain juga mengalami hal yang sama sehingga terpaksa terus memperlebar defisit anggarannya.

“Hanya saja, yang menjadi persoalan selanjutnya adalah bagaimana kita berhadapan dengan tekanan pasar. Pernyataan Presiden kemarin sebenarnya mengindikasikan kesulitan dalam menghadapi tekanan ekonomi dalam jangka pendek akibat pandemic corona. Pasar mengetahui itu, tetapi pelaku pasar juga kerap bereaksi lebih cepat dibandingkan realita.

Alhasil, ungkap Gunawan, Rupiah menjadi korbannya. Kinerja mata uang rupiah mengalami tekanan, walaupun disisi lain saya meyakini kalau tekanan ini juga terukur nantinya. Tidak akan menimbulkan gejolak di pasar keuangan. Dan masalah ekonomi saat ini sangat bergantung dari bagaimana Covid-19 itu mampu dikendalikan atau bahkan dihentikan.

“Namun fakta yang tersaji justru sebaliknya. Jumlah pasien kasus covid bertambah, masyarakat juga abai dalam menerapkan protokol kesehatan. Alhasil pemerintah terus memperlebar defisit karena ekonomi sulit digerakkan. Yang berujung pada kebijakan cetak uang dan dibagi bagikan, yang mengakibatkan Rupiah membanjiri pasar, dan membuat harganya turun,” lanjut Gunawan.

Walhasil, masyarakat harus diedukasi bahwa tindakan sekecil apapun dalam menjaga protokol kesehatan (misal pakai masker), itu bisa memiliki dampak yang besar bukan hanya dalam dunia medis. Tetapi memberikan dampak pada ekonomi. Salah satunya menjaga agar mata uang rupiah tidak bergejolak. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini