Solusi Konkrit Atasi Radikalisme di Tubuh TNI-Polri

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jawa Barat – Jenderal Andika Perkasa telah resmi ditetapkan sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Hadi Tjahyanto yang sudah pensiun dari jabatannya.

Selain peremajaan Alutsista, salah satu PR besar bagi panglima TNI yang baru adalah bagaimana aparat TNI terhindar dari faham berbahaya bernama radikalisme.

Dalam rilisnya, Kementerian Petahanan mengeluarkan data yang menunjukkan bahwa 3 % prajurit TNI terpapar radikalisme yang menunjukkan gelagat tidak lagi memegang nilai-nilai Pancasila.

Hal tersebut tentu sangat memprihatinkan mengingat prajurit TNI merupakan anak bangsa sekaligus abdi negara yang diwajibkan mengamalkan Pancasila dalam menjalani tugas untuk mempertahankan NKRI dari ancaman perpecahan dan disintegrasi bangsa.

Aktifis muda NU Jawa Barat, Ujang Sahid, menuturkan bahwa permasalahan segelintir anggota TNI dan Polri yang terpapar radikalisme disebabkan masifnya informasi yang tidak jelas di sosial media saat ini.

“Sejak adanya sosial media, informasi hoaks saat ini seperti tidak ada batasan lagi yang terkadang, kontrol doktrin TNI-Polri yang kuat seperti itu saja bisa terkontaminasi karena masifnya informasi sosial media yang tentunya berpengaruh pada karakter dan kepribadian seseorang,” ujar Ujang Sahid pada awak media Juma (12/11/2021).

Menurut Ujang Sahid, permasalahan radikalisme di tubuh abdi negara sudah menjadi rahasia umum seperti halnya fenomena mantan anggota Kopassus, Daeng Koro, yang bergabung ke dalam jaringan terorisme adalah salah satu contoh radikalisme sudah menjangkiti ke ranah oknum TNI dan Polri.

“Memang sudah rahasia umum jika ada oknum anggota TNI-Polri sudah terpapar radikalisme yang menjurus ke dalam aksi terorisme,” tambah Ujang.

Dalam pandangan Ujang Sahid, penanaman ideologi Pancasila dan faham kebangsaan dalam tubuh TNI-Polri sudah tepat, namun kalah masif dengan informasi yang menyesatkan di media sosial.

Ujang Sahid berpendapat ada beberapa langkah nyata yang bisa diambil kedua organisasi pertahanan negara ini jika ingin memberantas paham radikalisme di dalam institusinya.

Menurutnya, jejak radikalisme di tubuh TNI-Polri bisa dimulai dengan mendata dan menginventarisir anggota yang diduga terpapar radikalisme untuk kemudian dilakukan pemetaan berupa asesmen dan konseling.

Ujang Sahid yang juga Wakil Sekretaris PCNU Cianjur menjelaskan bahwa ada langkah lanjutan yang bisa diambil TNI dan Polri setelah melakukan deteksi dan penanggulangan dini.

“Selanjutnya, dilakukan maping/pemetaan yang resisten dan mana yang bisa dibina serta bisa ditelusuri dia orientasinya ke mana berpengaruh kepada kedinasan atau tidak,” tambah Ujang.

Tetapi, ia berharap TNI dan Polri tidak salah dalam melakukan pembersihan institusinya dari paham radikalisasi. Menurutnya, radikalisme tak hanya dilihat dari ciri fisik, namun pemikiran dan perspektif kebangsaan.

“Jangan karena kelihatan jidatnya hitam dan sebagainya lantas karirnya dipersulit yang justru perlakuan itu akhirnya bisa jadi blunder,” tambahnya.

“Jika ada yang tidak bisa dibina, maka harus dipecat karena karena dia akan jadi benalu dari internal TNI-Polri yang sangat membahayakan keamanan dan persatuan bangsa,” tutupnya. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini