Metode Berpikir Benar Untuk Mendapatkan Pengetahuan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Kita sebagai manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berpikir. Hal ini pulalah yang kemudian membedakan kita dengan makhluk-makhluk lainnya, seperti hewan dan tumbuhan. Kegiatan berpikir ini akan memberikan pengetahuan yang mempengaruhi bagaimana kita bertindak dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Kreativitas dan keberlangsungan serta hal apa pun dalam kehidupan kita saat ini tidak lepas dari berpikir, jika dia masih ingin menjadi makhluk yang bernama manusia.

Jujun S. Suriasumantri (1984) menjelaskan bahwa proses berpikir adalah penalaran yang kemudian menarik suatu kesimpulan berupa pengetahuan. Kaitan antara penalaran dengan proses berpikir benar ini untuk menghasilkan pengetahuan benar dari kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, walau pun hati mempunyai logika tersendiri sebagaimana pendapat seorang filsuf bernama Pascal.

Mengapa hal demikian dikatakan oleh Jujun? Hal itu disebabkan karena tidak semua kegiatan berpikir menyadarkan diri pada penalaran. Ia menegaskan bahwa penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Dengan karakteristik penalaran ini maka akan timbul kegiatan berpikir yang logis dan analitis.

Nah, pertanyaannya sekarang yang sangat perlu kita ketahui dan pahami jawabannya adalah bagaimanakah serta seperti apakah metode berpikir yang benar itu agar mendapatkan pengetahuan yang benar pula?

Metode Berpikir Benar

Dalam ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum berpikir atau yang sering di sebut logika, ada dua cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dari sebuah penalaran, yaitu dengan metode induksi dan metode deduksi. Dari dua metode ini maka dalam kajian filsafat dan atau kajian logika akan selalu kita dengar istilah logika induktif dan logika deduktif.

Mundiri (1994) menjelaskan bahwa metode induksi adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penalaran ini dimulai dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas kemudian diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Sebaliknya, metode deduksi adalah cara berpikir dari pernyataan yang bersifat umum, menuju kesimpulan yang bersifat khusus atau individual.

Penjelasan Mundiri di atas sejalan dengan penjelasan Jujun dalam bukunya yang tidak asing lagi bagi setiap para akademisi dan pencinta filsafat yang ada di Indonesia ini, yaitu buku yang berjudul “Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.” Buku ini sama-sama terkenal dengan buku Mundiri yang berjudul “Logika”. Kedua buku ini menjadi rujukan banyak orang, demikian juga dengan tulisan sederhana ini.

Terkait dua metode di atas tadi, dengan rigid Jujun menjelaskan bahwa penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan memiliki ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi kemudian diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan, deduktif adalah penalaran di mana pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam metode ke dua ini (deduktif) kata Jujun, penarikanan kesimpulan biasanya memgunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus atau yang sering kita dengar dengan istilah silogisme.

Silogismus atau silogisme ini disusun dari dua pernyataan kemudian menarik satu kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut premis. Premis ini terdiri dari dua premis dan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu premis mayor dan premis minor. Dari dua premis tadi ditarik kesimpulan yang merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran induktif. Dalam kesempatan lain akan kita bicarakan terkait silogisme ini sebagai pembicaraan tersendiri.

Nah, untuk membantu kita memahami cara berpikir induksi (logika induktif) dan cara berpikir deduksi (logika deduktif) mari kita perhatikan beberapa contoh yang utarakan Mundiri dan Jujun di bawah ini:

Contoh pertama metode induksi:
Besi dipanaskan memuai
Seng dipanaskan memuai
Emas dipanaskan memuai
Timah dipanaskan memuai
Platina dipanaskan memuai
Jadi: Semua logam jika dipanaskan memuai.

Cara penalaran metode induksi ini mempunyai dua keuntungan. Pertama, kita dapat berpikir secara ekonomis. Maksudnya, meskipun eksperimen kita terbatas pada beberapa kasus individual, tetapi kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih umum tidak sekedar kasus yang menjadi dasar pemikiran kita. Untuk mendapatkan pengetahuan bahwa; Semua logam memuai bila dipanaskan, kita tidak usah membuat penyelidikan terhadap setiap logam, tetapi cukup sebagian logam saja.

Keuntungan yang kedua adalah pernyataan yang dihasilkan melalui cara berpikir tari memungkin proses penalaran selanjutnya, baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif kita dapat menyimpulkan pernyataan tadi kepada pernyataan yang lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tadi dari pernyataan “semua logam jika dipanaskan memuai”, maka dapat ditarik lagi kesimpulan bahwa semua benda memuai bila dipanaskan.

Contoh kedua metode induksi:
Kambing mempunyai mata
Gajah mempunyai mata
Singa mempunyai mata
Kucing mempunyai mata
Ayam mempunyai mata
Buaya mempunyai mata
Ular mempunyai mata
Ikan mempunyai mata
Jadi: Semua binatang mempunyai mata

Kesimpulan yang bersifat umum ini sangat penting sebab mempunyai dua keuntungan juga. Keuntungan pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis, sebagaimana yang sudah kita tuliskan di atas. Kehidupan yang beraneka ragam dengan berbagai corak dan segi dapat direduksikan menjadi beberapa pernyataan saja. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia, kata Jujun, bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan fakta-fakta tersebut. Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek tertentu, melainkan menekankan kepada struktur dasar yang menyangga ujud fakta tersebut.

Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya, baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Umpamanya melanjutkan contoh kedua di atas tadi, dari kenyataan bahwa semua binatang mempunyai mata dan semua manusia mempunyai mata, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.

Dua contoh cara berpikir dengan metode induksi atau sering disebut logika induktif memiliki kesamaan. Tentunya dari dua contoh serta penjelasannya tadi dapat kita tarik sebuah pengetahuan dalam memahami metode induksi. Metode ini pun sering dipergunakan dalam menggali pengetahuan yang bersumber dari pengalaman atau empirisme. Kaum empiris menjadikan metode ini sebagai metode utama dalam menggali pengetahuan-pengetahuannya yang benar. Hal ini sebagaimana yang sudah pernah kita bahas dalam tulisan sederhana saya yang berjudul “Mengenali Sumber Pengetahuan”.

Selanjutnya, contoh metode deduksi serta keuntungannya dapat kita perhatian dari dua contoh di bawah ini.

Contoh pertama metode deduksi:
Semua makhluk mempunyai mata (Premis mayor)
Si Polan adalah seorang makhluk (Premis minor)
Jadi Si Polan mempunyai mata (Kesimpulan)

Seperti yang telah kita jelaskan sebelumnya, metode ini menggunakan yang namanya silogismus atau silogisme yang terdiri dari dua bangun pernyataan yaitu pernyataan premis mayor dan premis minor kemudian ditarik sebuah kesimpulan.

Kesimpulan contoh pertama metode deduksi ini; Si Polan mempunyai mata adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pertanyaan apakah kesimpulan itu benar maka hal itu harus dikembalikan pada kebenaran premis yang mendahuluinya. Jika kedua premis yang mendukungnya benar, maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditarik juga adalah benar. Akan tetapi, jika cara penarik kesimpulannya tidak sah atau tidak tepat maka kesimpulan akan salah walau dua premis yang mendahuluinya benar.

Dengan demikian, ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran dari premis minor dan keabsahan penarikan kesimpulan. Jika salah satu di antara yang tiga ini tidak terpenuhi, maka kesimpulan yang ditarik akan salah.

Contoh kedua metode deduksi:
Semua logam bila dipanaskan akan memuai (Premis mayor)
Tembaga adalah logam (Premis minor)
Jadi Tembaga bila dipanaskan akan memuai (Kesimpulan).

Dengan penalaran deduktif ini, tegas Mundiri, kita mendapat pengetahuan yang terpercaya, bahwa tembaga bila dipanaskan memuai, meskipun pengetahuan ini kita dapatkan tidak melalui penelitian terlebih dahulu. Ini keuntunganan cara berpikir deduktif.

Jika metode induktif sering digunakan oleh kaum empirisme untuk menggali pengetahuan yang bersumber dari pengalaman, maka metode deduktif ini sering dipergunakan oleh kaum rasionalis yang melandaskan sumber pengetahuannya dari rasio atau akal.

Penutup

Perlu kita ketahui bahwa dua metode ini (induktif dan deduktif) memiliki sangkut paut, walau perdebatan kaum empirisme dan kaum rasionalisme tidak terhindari. Sebab, masing-masing membuat cara dan metodenya tersendiri sesuai titik pangkal sumber pengetahuan yang didapatkannya. Sehingga dari perdebatan itu memberikan pengetahuan pada ketika kaum empirisme yang fanatik dengan kaum rasionalis yang fanatik juga memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing.

Dalam hal ini Mundiri memberikan catatan bahwa, mula-mula orang menggunakan penalaran induktif untuk mendapatkan pernyataan yang bersifat umum. Pernyataan umum ini menjadi dasar pemikiran deduksi. Dengan deduksi kita dapat mengetahui pengetahuan baru yang dicakup oleh pernyataan indukif.

Lebih lanjut Mundiri menyimpulkan dengan menekankan bahwa, pengetahuan yang benar dapat menggunakan dua metode ini secara cermat dan kritis. Pengembangan pengetahuan semata-mata menggantungkan penalaran induksi akan sangat lambat dan boros. Sebaliknya deduksi meminta jasa induksi dalam menggunakan dasar pemikirannya. Sehingga kedua-duanya menurut Mundiri diperlukan dalam menggali pengetahuan yang benar.

Demikian tulisan sederhana ini, kiranya kita sebagai makhluk yang bernama manusia dapat mengoptimalkan aktivitas berpikir kita dalam kehidupan sehari-hari dengan benar, tentunya menggunakan metode-metode yang benar pula. Mohon maaf apabila ada yang kurang, semoga tulisan sederhana ini bermanfaat untuk membantu mengaktifkan nalar kita dalam kehidupan sehari-hari. Semoga![]

Penulis : Ibnu Arsib (Penggiat Literasi di Sumatera Utara)

- Advertisement -

Berita Terkini