TOR Diskusi Intelektual KAHMI Sumut Tentang “Matinya Filsafat, What Next?”

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan –  Bidang Hukum dan HAM Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Sumatera Utara (MW KAHMI Sumut) akan menggelar Diskusi Intelektual dalam rangka Refleksi Akhir Tahun 2021 bertemakan “Matinya Filsafat, What Next?” (Studi Imam Ghazali dan Martin Heidegger).

Diskusi itu bertempat Seketariat MW KAHMI Sumut, Komplek Setia Budi Indah I (Tasbih I), Block OO Nomor 3A Medan pada 14.00 WIB-Selesai, Kamis (30/12/2021) mendatang.
Peserta Diskusi bisa mengikuti melalui Join Zoom Meet link https://zoom.us/j/94211609463… Meeting ID: 942 1160 9463, Passcode: 604334.

Acara itu menghadirkan narasumber Kakanda Prof. Dr. Mahfud MD diundang sebagai Ketua Dewan Pakar MN KAHMI yang juga Menko Polhukam (Keynote Speaker), Rocky Gerung (Filosof), Prof Dr KH Syamsul Bakhri MAg (Wakil Rektor III UIN Raden Mas Said, Surakarta dan Pengasuh Pondok Pesantren Darul Afkar Klaten), Irawan Santoso Shiddiq SH (Cendikiawan Muslim) dan dipandu Moderator Dr M Iqbal Asnawi SH MH.

Sekretaris Bidang Hukum dan HAM MW KAHMI Sumut, Taufik Umar Dhani Harahap SH menjelaskan Term of Reference (TOR) dan latar belakang digelarnya Diskusi Intelektual ini. Diterangkannya, belakangan merebak teori “post truth”. Banyak yang mengartikannya “pasca-Kebenaran”. Apa maksudnya? Ada yang mengartikan bahwa itulah bukti “filsafat telah mati”. Martin Heidegger, filosof Jerman, menuliskan teori “matinya filsafat (the end of philosophy). Ini dianggap penutup kedai filsafat. Sementara filsafat sejak masa renaissance hingga melahirkan modernitas, dianggap sebagai satu-satunya penyaji ‘Kebenaran’. Lantas kemudian bergeser menjadi ‘pasca Kebenaran’.

“Satu sisi, Kebenaran hasil filsafat inilah yang melahirkan system hukum, system politik, system ekonomi, system sosial lainnya. Artinya, modernitas hanya meletakkan sumber Kebenaran itu berasal dari filsafat. Dengan “post Truth”, maka ‘Kebenaran’ ala filsafat dianggap sudah berakhir, yang hanya melahirkan ‘nihilisme’—sebagaimana disebutkan oleh Nietszche. Maka, dari situlah pertanyaan muncul, lantas Kebenaran apa yang timbul jika ‘filsafat yang dianggap sumber Kebenaran dianggap telah mati?” jelas Taufik.

Kondisi ini, tambahnya, maka diperlukan muslimin merujuk kembali pada apa yang dulu diingatkan Imam al Ghazali, hujjatul Islam. Beliau menuliskan tentang ‘Tahafut al Falasifah’, kesesatan filsafat. Masa sebelum renaissance, filsafat di-Islam-kan. Rennaisance, filsafat di-Kristen-kan. Masa mu’tazilah, Imam Ghazali telah mengingatkan tentang bahayanya filsafat, terutama dalam persoalan aqidah.

“Studi dari Imam Ghazali dan Martin Heidegger kini, memberikan kita jalan untuk “berpikir” ulang. Benarkah filsafat tak lagi bisa menemukan ‘Kebenaran?’ Lantas, bagaimana Islam menjawab atas hal itu? Diskusi MW KAHMI Sumut ini mengajak semua pihak untuk Kembali ‘berpikir’ dan Kembali pada era determinasi. Karena era ‘free will’ (kehendak bebas) telah berakhir. Islam memiliki jawaban atas “Post Truth” tersebut,” imbuhnya.

Taufik menjelaskan Tujuan Diskusi, adalah untuk memahami bagaimana filsafat tak lagi merupakan sumber dari ‘Kebenaran,’ dampak dari “matinya filsafat” terhadap segala sendi-sendi kehidupan dan mencari solusi dan jalan keluar setelah “matinya filsafat” dalam kehidupan sosial. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini