Agung Wibawanto: Kalau Mau Berhasil, Ganjar Harus Memperhatikan Nilai-Nilai Spiritual Leluhur

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Agung Wibawanto dari laman Facebooknya mengatakan bahwa Ganjar relatif ideal sebagai salah satu sosok Capres 2024. “Dalam arti seperti begini: usia matang, popular, ada pengalaman birokrasi dan kepemimpinan (sebagai gubernur), mau bekerja, dan berasal dari partai pemenang pemilu (PDIP, sebagai partai pemenang pemilu di parlemen yang akan menentukan bekerjanya mesin partai secara ideologis dan masif),” demikian tulis Agung, Jumat (29/10/2021).

Sementara figur lain menurutnya, bukannya buruk tapi masih di bawah standar dari seorang kandidat ideal. “Statemen saya ini sudah pasti bisa dibantah, “Ah, itu kan soal rasa dan sifatnya sangat subyektif”. Benar sekali, tapi pilihan itu kan memang subyektif dan anda semua pembaca juga dapat memiliki dan memberikan pandangan subyektif anda. Namun begini, agar pembahasannya tidak terlalu abstrak, saya mencoba membuat sebuah perbandingan,” jelasnya.

Perbandingan kepada sesuatu yang nyata ada. Sehingga kita dapat sedikit membandingkan kepada sesuatu yang bukan sekadar rasa tapi juga fakta. Hingga hari ini, saya baru melihat dua figur yang ideal. Dan kepada keduanya kemudian saya membuat semacam standar, ini lah pemimpin yang sebaiknya. Siapakah kedua sosok itu? Agung menyebut dua nama yakni: Nabi Muhammad SAW dan Presiden RI sekarang, Joko Widodo.

“Ya, saya paham sepertinya lebay menyebut kedua nama tersebut berdampingan. Yang satu ideal banget dan satunya biasa saja. Satunya nabi besar umat Islam yang dipanuti dan satunya manusia biasa yang bukan berasal dari kasta istimewa. Tapi justru di situ kita bisa menempatkan kriteria “ideal” bagi seorang pemimpin. Bukan pula berarti ingin menyamakan kedua figur tersebut, karena bagaimana pun tetap jauh bak bumi dan langit,” tambah Agung.

Lebih lanjut Agung menjelaskan, “Mumpung juga, baru saja kita (umat muslim) merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW jadi tidak salah sedikit mengupas sosok beliau. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa salllam (SAW) diberi keistimewaan berupa watak dan kepribadian luhur serta beragam kebaikan. Allah menghiasinya dengan sifat-sifat mulia yang terangkum dalam dua kata “akhlaqul-karim” (akhlak mulia). Dua kata itu melekat menjadi sebutan beliau sekaligus misi kerasulan beliau,” tulisnya.

Sayyidatina Aisyah RA merangkum akhlak Nabi Muhammad SAW dalam 3 kata: “Akhlaknya adalah Alquran”. Di riwayat lain, Aisyah juga berkata, “Beliau adalah manusia terbaik akhlaknya. Tak pernah berbuat keji atau berkata keji. Tak pernah gaduh di pasar. Tak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi memaafkan dan menjabat tangan”. Maka tak salah bila dikatakan Nabi Muhammad SAW adalah Alquran berjalan di muka bumi. Dalam diri Beliau tercermin isi kitabullah.

Hidupnya adalah replika wahyu, bagaimana kebaikan diterapkan dan keburukan dijauhi. Dengan begitu, Nabi mengajarkan kepada manusia bagaimana mewujudkan firman Allah dalam kehidupan sehari-harinya. Dan cukuplah sebagai bukti pujian Allah kepada Nabi Muhammad dalam banyak ayat serta persaksian-Nya. “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung,” (QS. Al Qalam:4).

Beliau senantiasa memperlakukan orang lain dengan lemah lembut, mengasihi mereka, menuntun mereka kepada hidayah, berlapang dada, dan tidak sempit hati. Nabi Muhammad SAW juga selalu bersikap tawadhu’ kepada setiap mukmin. Padahal, beliaulah yang lebih berhak diutamakan dan dikasihi kaum mukmin. Dalam QS At-Taubah ayat 128, Allah berfirman yang artinya:

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang mukmin.” Bahkan, Beliau adalah rahmat yang diutus untuk semesta alam (langit dan bumi). “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam” (Al-Anbiya:107).

Di antara watak dan kepribadian Nabi Muhammad adalah tajamnya akal disertai kepekaan indra dan kekuatan fisik. Jujur dan amanah, penuh cinta kasih, adil, pemalu, baik dalam bergaul, ridha, toleran, santun, tenang, berwibawa, tawadhu’, selalu memberi kemudahan, mensyukuri nikmat, tawakkal. Selain itu, murah hati, sabar, pemaaf, menepati janji, menyambung silaturrahim, gagah berani, membela kebebasan aqidah.

Bijak dan ahli strategi, teguh memegang kebenaran, optimistis, tidak gegabah serta fasih dalam berbicara. Kebaikan dan keluhuran budi pekerti Nabi yang agung ini merupakan sumber teladan dan panutan bagi semua orang. Barang siapa yang mencintai, mengikuti dan menghidupkan sunnah Beliau, niscaya hidupnya bahagia di dunia dan akhirat.

Bagaimana dengan Jokowi? Menurut Agung, Jokowi bukan siapa-siapa dan memang tidak patut untuk disejajarkan dengan Nabi Muhammad SAW. Jika dikatakan bahwa Muhammad SAW itu adalah seorang Rasulullah, utusan dan sekaligus kekasih Allah SWT, maka tidak akan ada manusia yang dapat menyerupainya, seujung kukunya pun tidak. Namun begitu, sosok yang ada dalam figur Muhammad SAW tetap dijadikan semacam tolok ukur untuk melihat dan mengukur seorang calon pemimpin.

Agung menulis, Jokowi merupakan sosok yang berbeda dengan pemimpin ataupun presiden-presiden yang pernah ada sebelumnya. Bahkan kerap dikatakan bahwa Jokowi adalah sebuah antitesa bagi sosok pemimpin yang lalu-lalu. Terutama yang menonjol adalah soal silsilah darimana Jokowi berasal. Dia benar-benar bukan dari mana-mana, hanya rakyat jelata biasa, begitu juga dengan keluarga bapak-ibu nya.

Artinya, Jokowi sejak lahir tidak terbiasa dengan hidup yang dikatakan sebagai cukup. Pemimpin seperti ini dinilai memiliki rasa dan laku prihatin yang kuat, jujur, sederhana, amanah dan mau menghargai orang lain terutama para guru dan tetua. Pemimpin yang akan baik dan loyal kepada mereka yang pernah mendukungnya (PDIP). Bukan berarti tunduk dan menjilat. Jokowi sama sekali tidak terlihat seperti itu. Namun di sisi lain dia bisa tegas memutuskan suatu perkara.

Kelebihan Jokowi lainnya, dia dikenal seorang yang pekerja keras, namun tidak hanya itu, dia juga kreatif. Pikiran dan ide-idenya selalu inspiratif dan inovatif demi kemajuan bangsa. Dia bukan tipe pemimpin yang hanya mengerjakan rutinitas dan simbolis saja. Dia selalu bergerak maju dengan energik melakukan perombakan dan perubahan-perubahan baru. Seorang yang hidupnya sederhana, beriman, rendah hati (tawaduk), pekerja keras, kreatif inovatif, empati kepada rakyat, itulah kriteria yang dibutuhkan rakyat.

Tidak heran Jokowi dikagumi bahkan para pemimpin dunia, sebagai sosok pemimpin yang berhasil mengangkat bangsa dan negaranya jauh lebih maju. Masyarakat dunia juga suka dengan gayanya yang low profile dan humble juga tidak feodal namun tetap menghormati kalangan kyai dan alim ulama. Mayoritas rakyat banyak memintanya untuk terus memimpin Indonesia hingga 3 periode, namun Jokowi menampik. Dia tidak gila kekuasaan. Agung pun bertanya, Adakah Ganjar seperti itu?

Dalam banyak hal, papar Agung, Ganjar layak disamakan dengan Jokowi, namun tetap ada yang kurang. Tidak sedikit saya berbincang dengan orang-orang yang menyoroti Ganjar dari sisi kepribadiannya. Jika dikaitkan kompetensi, mungkin Ganjar baik sebagai pemimpin. Namun dari kepribadian, Ganjar belum seperti Jokowi. Jokowi seperti sudah selesai dengan dirinya sendiri (tidak terlalu memikirkan keduniawian).

“Ah, pokoknya, Jokowi itu tipikal wong ndeso, hidup dan memiliki kebiasaan wong ndeso, gak pernah neko-neko. Sebagai orang Jawa dia juga memahami betul arti unggah-ungguh, hormat kepada leluhur dan sebagainya. Hal ini semua yang dirasa kurang dimiliki oleh seorang Ganjar. Jika ingin berhasil, maka Ganjar disarankan melengkapi itu semua. Hindari kesan jemawa dan jauh dari nilai-nilai spiritualitas tadi. Karena selain sesuatu yang tampak, maka yang tidak tampak pun penting,” tutupnya. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini