Politik Identitas Sudah Tidak Laku, Gagasan PKS Ditolak

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Tahun 2024 memang masih lama, tapi gelanggang dan panggung sepertinya mulai disiapkan oleh partai politik. Belum lama PKS menggagas pembentukan poros partai politik Islam atau Poros Islam.

Hal ini dianggap sebagai langkah politik persiapan agenda 2024. Menariknya, gagasan itu mendapat kritik hingga penolakan dari parpol Islam sendiri. Pertanda tidak laku?

Seperti diketahui, Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan Ketum PPP Suharso Monoarfa sempat bertemu. PKS dan PPP membuka peluang membentuk poros partai Islam pada Pemilu 2024. “Itu ide bagus.

Why not? PKS prinsipnya adalah partai yang visinya rahmatan lil’alamin. Kita ingin menyambut siapa pun yang ingin bergabung dengan kita dan kita akan menyatukan kerja sama besar kita untuk keumatan maupun dari yang lain.”

“Jadi sangat mungkin,” ujar Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Al Habsyi di DPP PKS, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (14/4) lalu.

Sementara penggagas Partai Ummat, Agung Mozin justru menanggapi sinis gagasan PKS. Agung menduga koalisi poros partai Islam ini sebetulnya digagas oleh partai yang mulai ditinggalkan pendukungnya.

Selain itu, dia menilai koalisi poros partai Islam ini terkesan seperti bentuk kepanikan.

“Saya melihatnya itu kepanikan dari partai-partai Islam yang sudah mulai ditinggalkan pendukungnya, yang kemudian mereka mencoba bermanis-manis seolah-olah membangun koalisi Islam. Jangan sampai artinya koalisi partai Islam digagas suatu partai yang mulai ditinggalkan oleh pendukungnya.”

“Jadi partai partai yang sudah tidak mendapat dukungan publik kemudian mereka mencoba untuk menyuarakan seolah-olah menyuarakan suara Islam, padahal nggak juga tuh,” ucapnya.

Lebih lanjut, Agung menyinggung koalisi poros partai Islam ini mungkin dibentuk oleh partai yang saat ini memiliki elektabilitas di bawah 1 persen. Dia menyebut partai itu tidak pernah bersuara terkait persoalan umat Islam.

“Partai-partai yang sudah mulai 0 koma, 0 koma itu kan, mereka itu kan label Islam, tapi ketika ada persoalan Islam mereka tidak pernah bersuara, tidak pernah menyuarakan apa yang menjadi keprihatinan umat Islam, termasuk yang saat ini umat Islam dikriminalisasi dan lain lain, itu mereka nggak, tokoh-tokoh islam ya, mereka diam-diam aja tuh,” ujarnya.

Sedangkan Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi menegaskan partainya menolak pembentukan koalisi poros partai Islam.

Ia mengingatkan semua pihak agar berhati-hati menggunakan politik identitas berbasis agama sebagai “merk jualan” ke publik.

“Meskipun ciri atau identitas khas partai politik atau ideologi politik partai dijamin UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik,” tegasnya.

“Namun kita harus hati-hati menggunakan politik identitas berbasis agama sebagai merk jualan ke publik,” kata Viva Yoga di Jakarta, Sabtu (17/4).

Dia menilai simbol-simbol agama sebaiknya jangan dimasukkan ke dalam turbulensi politik karena dapat menyebabkan keretakan kohesivitas sosial dan dapat mengganggu integrasi nasional.

Viva Yoga mencontohkan beberapa kasus di pilkada dan pilpres adalah bukti serta fakta lapangan yang seharusnya menjadi pelajaran sejarah bagi bangsa Indonesia.

Politik identitas (Islam) dalam sejarah pemilu Indonesia memang terjadi, namun tidak pernah menang. Yang dihasilkan dari politik identitas itu hanyalah pengotakan dan sentimen agama.

Di beberapa pilkada, politik identitas bisa menghasilkan kemenangan karena skupnya kecil (lokal), mudah mengawalnya. Namun dalam konteks pemilu nasional seperti pilpres, politik identitas tidak pernah menang.

Dalam sejarahnya, jika ingin memenangkan pilpres haruslah mengusung platform nasionalis yang digabung dengan religius (agama namun tidak hanya Islam).

Oleh : Agung Wibawanto

- Advertisement -

Berita Terkini