Omnibus Law dan Ancaman Terhadap Keutuhan NKRI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Hasanuddin (Ketua Umum PB HMI 2003-2005)

(Serial : Suara Dari Neraka)

MUDANEWS.COM – Mencermati pandangan para pakar di masing-masing bidang/cluster terhadap substansi dari Undang-Undang Omnibus Law yang saat ini telah berada di tangan Presiden, tidak dapat dipungkiri bahwa Undang-Undang tersebut sangat “ramah” kepada investor asing.

Berbagai kemudahan bagi para investor asing memang terpampang di setiap kalimat, pasal demi pasal dalam Undang-Undang tersebut.

Kami telah menyimak pandangan Forum Rektor, pandangan para Guru Besar, pandangan Fak Hukum UGM, pandangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pandangan Ketua Umum PBNU.

Pandangan Ketua Umum PP Muhammadiyah, pandangan ICMI, dan sejumlah pandangan pakar yang disampaikan dalam kapasitas pribadi, seperti Faisal Basri, Rizal Ramli, Didin S Damanhuri, Refly Harun, Bivitri Suansti (untuk menyebut beberapa diantaranya), juga telah menyimak orasi para pimpinan serikat buruh, orasi para pimpinan organisasi kemahasiswaan dalam berbagai aksi-aksi mereka, pandangan para tokoh lintas agama.

Pada intinya semuanya menolak UU tersebut bagi secara keseluruhan karena alasan cacat formil maupun materiil, maupun karena alasan yang lebih luas menyangkut tata kelola pembangunan nasional, dalam rangka menjalankan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Secara psikoreligie, maupun psikososial kami menangkap pesan yang sangat kuat, munculnya pandangan diberbagai elemen masyarakat bahwa Negara Republik Indonesia, sedang berada dalam penguasaan olighakhi yang membentuk tirani mayoritas. Juga terdapat pandangan bahwa pemerintahan Jokowi anti kepada umat Islam.

Hal terakhir untuk saat ini kami liat secara verbal hanya disampaikan dalam spektrum yang kecil, namun kamu meyakini bahwa di bawah kesadaran subjektif ummat Islam, mayoritas telah berpandangan demikian. Tentu diperlukan survey yang valid untuk mengetahui angka sesungguhnya.

Situasi sosial politik yang mengharu biru, ditengah tekanan aparat kepolisian yang bertindak anarkhis, refressip terhadap para kelompok-kelompok masyarakat yang menyuarakan penolakan terhadap Undang-Undang tersebut, kami melihat adanya potensi perlawanan massa, terutama buruh dan mahasiswa yang hingga kapan akan berakhir.

Juga terbaca, dalam berbagai media sosial, bahwa umumnya masyarakat sedang anti-pati terhadap pemerintah, nampak dari mudahnya terjadi trending topic terhadap prilaku yang dipandang kurang baik atas apa yang dilakukan pejabat pemerintah.

Ketidakpercayaan kepada wakil-wakil rakyat di DPR, yang tentu beririsan dengan ketidakpercayaan kepada partai-partai politik, bergerak naik. Demikian dengan ketidakpercayaan kepada KPK, kepada MK, kepada Kejaksaan Agung dalam menjalankan tugas penegakan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi.

Menyaksikan hal demikian, kami berpandangan bahwa negara dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Keutuhan NKRI sedang dipertaruhkan oleh Jokowi dan pemerintahannya melalui sejumlah kebijakan yang tidak sensitif terhadap masyarakat pribumi.

Tidak sensitif atas fakta-fakta terjadinya jurang pemisah yang semakin lebar antara yang kaya dengan yang miskin. Tidak sensitif terhadap ketidakadilan dalam penegakan rasa keadilan.

Depok, Kamis 15 Oktober 2020.

- Advertisement -

Berita Terkini