Marak Kasus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi, Ini Kata Kohati PB HMI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, JAKARTA – Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di perguruan tinggi sampai sekarang masih menjadi kontroversi.

Menurut Ketua Bidang Kajian dan Advokasi Kohati PB HMI keberadaan Peraturan Menteri ini merupakan solusi di tengah maraknya kasus Kekerasan Seksual yang terjadi di lingkup perguruan tinggi.

“Kampus merupakan wadah belajar, tempat generasi kedepan menimba ilmu pengetahuan, sudah sewajarnya kampus menciptakan ruang aman bagi seluruh civitas akademika di perguruan tinggi, Permendikdub ristek 30 ini merupakan solusi untuk menekan dan mencegah keberulangan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup kampus,” ujar Ketua Bidang Kajian dan Avokasi Kohati PB HMI, Sri Irawati Muktar.

Meski demikian, merujuk hasil kajian yang dilakukan KOHATI PB HMI tentang peraturan menteri tersebut ada beberapa pasal yang perlu ditinjau kembali.

“Kami telah melakukan kajian intensif terkait peraturan menteri tersebut dan telah mengeluarkan rekomendasi, diantaranya unsur sexsual consent yang menurut kami justru dapat melahirkan multi-perspektif,” ungkapnya.

Ira mengungkapkan keberadaan Fakta dan data di lapangan mengenai maraknya kasus kekerasan seksual dilingkup perguruan tinggi menjadi hal mendesak adanya payung hukum yang jelas untuk menekan Kasus kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi.

“Sudah banyak kasus yang bermunculan bahkan viral di media sosial, berdasarkan laporan yang dirilis Komisi Nasional Perempuan pada Oktober 2020 terdapat 27% aduan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi, survey Kemendikbud pada 2020 sebanyak 77% dosen di Indonesia mengatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi dikampus, parahnya 63% diantaranya tidak melaporkan kejadian itu karna khawatir terhadap stigma negatif, itu data dilapangan dan menjadi hal urgen agar tersedia payung hukum untuk menekan kasus kasus kekerasan seksual agar tidak terjadi lagi,” tuturnya.

Menurutnya, diluar dari perdebatan pro dan Kontra tentang peraturan menteri ini, semangat yang harus diutamakan adalah melindungi korban dan menghapus kekerasan seksual di lingkup kampus.

“Di luar dari perdebatan panjang pro dan kontra terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kami pandang sebagai suatu langkah yang progresif di tengah keresahan akan tingginya kasus kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi, semangat kita adalah melindungi korban dan menghapuskan kekerasan seksual,” tutupnya. (**/Zak)

- Advertisement -

Berita Terkini