Menolak Mafsadat Lebih Utama daripada Mengambil Maslahat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Agung Wibawanto

وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ فَيَسُبُّواْ اللّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْم

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al-An’am: 108).

Allah mengharamkan mencela sesembahan kaum musyrikin. Padahal celaan tersebut merupakan kemarahan dan kecemburuan karena Allah dan sebagai bentuk penghinaan kepada sesembahan mereka. Musababnya, celaan tersebut merupakan pengantar munculnya celaan mereka kepada Allah dan maslahat tidak dicelanya Allah Subhanahu wa Ta’ala itu lebih besar daripada maslahat celaan kita pada sesembahan mereka.

2. Telah datang dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha; Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يا عائشة لو لا أن قومك حديثوا عهد بجاهلية لأمرت بالبيت فهدم فأدخلت فيه ما أخرج منه و ألزقته الأرض …

“Wahai Aisyah, seandainya kaummu bukan orang-orang yang baru meninggalkan masa jahiliah, tentu aku perintahkan agar Baitullah dirombak. Kemudian aku bangun dan aku masukkan apa yang dikeluarkan darinya, dan niscaya aku turunkan sejajar dengan tanah ….” (Muttafaq ‘alaih).

Dalam hadits ini terdapat indikasi yang jelas atas makna kaidah ini. Yaitu ketika Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam meninggalkan maslahat membangun Baitullah al-‘atiq di atas pondasi Ibrahim ‘alaihis salam demi menolak mafsadat yang dikhawatirkan terjadi (apabila beliau meruntuhkan Ka’bah kemudian membangun kembali), yatu larinya manusia dari Islam atau murtadnya mereka disebabkan perbuatan tersebut. Dengan demikian, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendahulukan menolak mafsadat ini daripada mengejar maslahat tersebut.

3. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menahan diri dari memerangi orang-orang munafik. Padahal itu mengandung kemaslahatan. Ini dimaksudkan agar tidak menjadi penyebab larinya manusia dan menimbulkan penilaian mereka bahwa Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam membunuh sahabatnya.

4. Larangan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dari memerangi pemimpin dan memberontak kepada imam (penguasa) walaupun mereka berbuat zalim, selama mereka melaksanakan shalat. Tujuannya, yaitu demi menutup pintu-pintu yang bisa mengantarkan kepada kerusakan yang besar dan kejelekan yang banyak.

Alasannya, memerangi dan memberontak terhadap penguasa menyebabkan timbulnya kemungkaran yang berlipat ganda daripada kemungkaran-kemungkaran yang sudah ada, sedangkan umat tetap berada dalam akibat-akibat kejelekan sampai sekarang.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إذا بويع لخليفتين فاقتلوا الآخر منهما

“Jika dua khalifah di-bai’at maka perangilah yang kedua.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id).

Hal itu dilakukan sebagai bentuk penjagaan terhadap fitnah (ujian, ed.).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah menyebutkan sejumlah cabang yang bersumber dari kaidah “menolak mafsadat lebih utama daripada mengambil maslahat”. Selanjutnya, beliau rahimahullah menyampaikan bahwa jika maslahat dan mafsadat bertemu, maka yang diutamakan adalah yang paling kuat dari keduanya.

Hal ini menunjukkan kaedah atau nilai-nilai kebaikan atau juga etika dalam Islam. Dalam budaya Jawa juga dikenal pitutur atau nasehat yang berbunyi, “Ngono ya ngono, nanging ojo ngono”. Filosofi yang sangat dalam maknanya hingga sedikit membingungkan bagi orang luar Jawa. Sesuatu yang bener kuwi durung mesti pener.

Jadi, meskipun itu sesuatu yang dianjurkan, harus dan wajib sifatnya, tapi lihat dan pertimbangkan dahulu kebaikan dan keburukannya yang didapat. Jika lebih banyak buruknya (kepada orang lain terutama), sementara kebaikannya hanya sedikit, maka jangan dilakukan, bahkan Al Qur’an mengatakan haram hukumnya.

Sebaliknya jika lebih banyak kebaikannya ketimbang buruknya, maka wajib dilakukan dan disegerakan. Allah SWT dalam firman-firmannya tidaklah berlaku saklek. Berkait soal tauhid jelas harus saklek, namun dalam penerapannya pun bisa sangat luwes (sesuai sikon) karena dikhawatirkan dapat memunculkan kemudharatan ataupun Mafsadat tadi.

- Advertisement -

Berita Terkini