Sesaat Tapi Selamanya

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh : Tita Rosmiati (Kopri PK PMII STAI Al-Azhary Cianjur)

Manusia mengalami proses perkembangan kehidupan dari sejak bayi hingga menuju dewasa dan menua. Proses inipun mengalami beberapa kesulitan yang harus diselesaikan untuk mensukseskan diri menuju fase selanjutnya.

Dari kesulitan-kesulitan yang tidak teratasi menimbulkan perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan nilai dan norma masyarakat atau dikenal dengan maladaptif, yang ditandai dengan penyimpangan atau gangguan mental pada individu yang mengalaminya.

Masa anak-anak merupakan masa dimana anak mengalami proses petumbuhan dan perkembangan dari berbagai aspek kehidupan. Pada masa ini mereka cenderung ingin mencoba dan mengetahui hal-hal yang dibutuhkan untuk menempuh masa selanjutnya.

Sehingga hal ini menjadi perhatian khusus dimana pada kenyataan hari ini banyak anak yang terpaksa harus berhadapan dengan hukum karena berbagai faktor.

Pada 2021 lalu saya dikejutkan dengan berita bahwa tetangga saya yang masih berusia 17 tahun ditetapkan menjadi anak yang berhadapan dengan hukum karena adanya pemerkosaan terhadap kekasihnya yang masih dibawah umur.

Berdasarkan keterangan dari Anak bahwa hal ini dilakukan atas dasar rasa suka sama suka dan tanpa ada paksaan dari siapapun. Kejadian inipun diakui oleh keduanya sudah sering dilakukan karena mereka saling mencintai. Namun faktanya bahwa hal yang telah mereka lakukan ini adalah nafsu yang berkamuflase menjadi cinta.

Hubungan interaksi yang dilakukan oleh keduanya ini berawal dari media social yakni facebook, kemudian mereka berkenalan dan memiliki ketertarikan satu sama lain sehingga membuat Anak sering mengajak kekasihnya itu pergi keluar rumah untuk jajan, jalan-jalan bahkan sampai sering menginap.

Anak pun mengatakan bahwa ia terinspirasi dari tontonan-tontonan yang sering ia saksikan baik di televisi maupun media soasial. Anak menyadari bahwa rasa rindu yang dimiliki membuat dirinya berani untuk mengajak menginap kekasihnya. Karena sudah percaya dengan Anak, kekasihnya pun tidak segan-segan memberikan dirinya kepada si Anak.

Namun pada hari itu warga menyaksikan hubungan intim yang dilakukan oleh keduanya dirumah temannya, dan tanpa adanya perlawanan akhirmya merekapun dibawa menuju kantor desa setempat untuk dilakukan pemeriksaan. Para warga memanggil kedua orangtua dari Anak dan kekasihnya itu.

Awalnya keluarga sang Anak korban yakni kekasihnya memberikan pilihan apakah Anak akan bertanggung jawab atau justru perkara ini akan dipidanakan, namun ternyata Anak memilih untuk menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib karena ia tidak mau bertanggung jawab.

Alasan Anak pun cukup membuat kekasihnya kaget karena ia menyatakan bahwa ia tidak ingin memiliki istri yang mudah begitu saja memberikan dirinya kepada orang lain. Hal inilah yang menjadi faktor mengapa anak bisa berhadapan dengan hukum dan sang kekasih harus rela menerima kenyataan bahwa dia harus kehilangan harga dirinya dan masa depannya.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut baik dari internal maupun eksternal. Untuk faktor Internalnya yaitu; tingkat pengetahuan yang kurang baik dari segi keimanan maupun pendidikan yang membuat anak mudah melakukan hal yang demikian, perubahan biologis dan sosiologis, kontrol terhadap diri yang lemah sehingga melahirkan sikap yang tidak diharapkan, dan gaya hidup.

Adapun faktor eksternalnya ialah; kurangnya peran dan pengawasan dari orangtua baik karena orangtua tidak mengerti atau justru tidak mau tahu, penggunaan media informasi yang digunakan tanpa diimbangi kesiapan mental, lingkungan tempat tinggal, pergaulan teman sebayanya yang kurang baik, tidak adanya lembaga atau forum untuk konseling, keterbatasan ekonomi atau kurangnya fasilitas bermain untuk Anak sehingga tidak bisa menyalurkan kreativitasnya dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk hal-hal yang merugikan. Pengawasan orangtua tetap menjadi penentu utama hal yang akan dilakukan oleh Anak karena proses yang mereka alami belum mencapai rasionalitas pada tindakan dan juga pikiran.

Solusi untuk menanggulangi atau mencegah hal ini agar tidak terjadi memang harus dilaksanakan bersama-sama, diantaranya adalah; Memberikan pengetahuan serta pemahaman kepada anak baik tentang meningkatkan keimanan maupun pendidikan seperti edukasi seks dan apa2 saja yang menjadi batasan seorang anak, orangtua melakukan perannya untuk memberikan kasih sayang dan perhatian dalam hal apapun agar anak tumbuh atas cinta kasih yang diberikan, pengawasan dalam penggunaan alat komunikasi dalam mengakses informasi harus dilakukan agar anak tidak membuka situs2 yang memang tidak boleh disaksikan, memberikan contoh atau menjadi role model yang baik kepada anak karena pada dasarnya anak cenderung lebih mudah menerima apa yang mereka lihat dan menjelaskan konsekuensi dari setiap keputusan yang akan dilakukan supaya anak mampu bertanggungjawab sejak dini.

Dari kisah tersebut banyak hikmah yang bisa diambil bahwa tidak ada normalisasi untuk hal-hal yang jelas-jelas sudah dilarang oleh agama, tidak perlu ada pembuktian mati-matian sebelum pernikahan, jangan sampai menghilangkan kehormatan demi kepuasan.

Tidak ada yang menyangka dari cinta bisa menjadi pidana, tidak ada yang menyangka bahwa akibat lengahnya orangtua bisa menimbulkan proses cinta yang sesaat untuk kehidupan yang selamanya.

- Advertisement -

Berita Terkini