“Iming-Iming” Kok Hanya Makan Siang dan Susu Gratis? Efektifkah?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Agung Wibawanto

Di luar negeri, seperti AS, di masa kampanye, hanya pendukung yang mengenakan kaos bergambar kandidat yang didukungnya.

Itupun sebatas di arena kampanye. Setelah selesai acara, mereka akan melepas dan mengganti dengan baju biasa. Tidak ada relawan yang membagikan kaos ke penduduk dari rumah ke rumah.

Panitia kampanye biasanya hanya menyediakan makanan ringan dan minum sekadarnya, guna mengantisipasi pendukung yang merasa lapar atau haus.

Yang biasanya banyak itu mereka membagikan setangkai bunga ataupun pin kandidat yang bisa dipasang di baju, topi ataupun tas gantung. Tidak ada iming-iming yang sifatnya langsung bisa dinikmati pendukung.

Dalam sebuah perdebatan di grup wa, pendukung Prabowo menjelaskan bahwa maksi dan susu gratis merupakan salah satu program yang dijanjikan untuk siswa sekolah yang tidak mampu.

Dengan alasan perkenalan yang bersifat langsung (tidak retorika), Tim Prabowo membagikan maksi gratis dan susu di 100 titik dan selama masa kampanye atau 75 hari.

Sebagai alasan pembenar, mereka berargumen bahwa adu gagasan itu tidak nyata, belum dirasakan langsung oleh rakyat. Rakyat membutuhkan makan ketimbang gagasan. Malah dikatakan, “Makan tuh gagasan!” Tentu ini menjadi aneh bagi pendukung kandidat lain.

Yang mengritik maksi dan susu itu hanya iming-iming, sedangkan gagasan penting untuk mengetahui bagaimana pandangan atau konsep kandidat mengelola negara ke depan.

Memang benar, gagasan itu tidak harus menunggu, ‘Kalau saya nanti terpilih.” Ini juga pernah saya tuliskan pada sebuah artikel soal caleg atau cakada atau capres yang berjanji saat kampanye.

Pertanyaan dalam artikel saya itu, iya kalau jadi (itupun sering lupa), bagaimana kalau tidak jadi? Karena janji itu sesungguhnya komitmen.

Komitmen itu lebih bersifat tanggungjawab, bukan kewajiban. Maka, jadi atau tidak jadi pejabat, mengapa komitmen terhadap janji itu tidak dilaksanakan?

Misal, saya janji dan berkomitmen kelak terpilih akan lakukan penghijauan lingkungan. Nah, itikad ini kan tetap bisa dilakukan meski tidak terpilih. Teman saya juga pernah “jualan” program saat nyaleg 2014.

Program desa wisata itu memang sudah dijalankan dan saat tidak terpilih pun komitmen tersebut tetap dilakukan. Sekarang kita bahas “makan siang gratis” dikatakan sebagai wujud dari program yang digagas Prabowo.

Dikatakan pula tidak sekadar retorika. Sebetulnya, jujur, saya baru tahu jika ada calon pemimpin setingkat capres yang melakukan gagasannya di saat kampanye.

Sebenarnya tidak masalah dan boleh-boleh saja. Bahkan gagasan kandidat lain yang sudah pernah dilakukan pun juga ada. Contoh gagasan SMK negeri gratis untuk orang tidak mampu dan berkebutuhan khusus.

Satu keluarga satu sarjana juga ada, meski tidak masif secara nasional karena kewenangannya baru tahap Gubernur Jateng. Atau ingin bangun stadion bola di tiap daerah setara JIS, misalnya.

Gagasan itu ada yang nyata dan ada yg retorika. Tidak ada yang salah. Bukankah Prabowo juga punya program yang retorika seperti hilirisasi ala Prabowo (ceritanya melanjutkan Jokowi)?

Selain makan siang gratis, program Prabowo hanya melanjutkan (jika tidak mau dikatakan menjiplak) apa yang sudah dilakukan Jokowi (janjinya). Ketika kandidat lain mengawali dengan, “Akan..”, maka Prabowo dimulai dengan “Sudah… (oleh Jokowi).”

Meski mengatakan “sudah…”, tetapi tidak mungkin hilirisasi ala Prabowo dilakukan sekarang saat kampanye karena Prabowo tidak atau belum punya wewenang.

Yang dia bisa lakukan riil saat ini yaitu membagi makan gratis dan susu. Kembali kepada pertanyaan di atas, mengapa hanya sebatas masa kampanye jika itu memang dikatakan komitmen? Jika itu juga bersifat sedekah, maka harusnya istiqomah.

Jika begitu, apa bedanya dengan bagi sembako, bagi kaos, bagi kalender dan bagi-bagi lainnya di masa kampanye termasuk bagi amplop seperti Zulhas? Berbeda, karena amplop itu isinya duit dan dilarang, kalau ini kan nasi dan lauk pauk.

Tapi substansi dari tujuannya sama-sama ingin mencari suara dengan “membeli” melalui iming-iming. Gagasan pemikiran dan narasi sebenarnya juga “iming-iming” tapi nanti bukan sekarang.

Dikatakan ada 100 titik selama 75 hari masa kampanye. Misal saja satu titik ditarget 100 org, dan satu porsi maksi plus susu itu 20.000, maka kita hitung 100 titik x 100 org x 20.000 x 75 = 15 M.

Terlalu kecil dana tersebut bagi kubu Prabowo dan kecil juga jumlah orangnya hanya 10.000. Pasti targetnya lebih dari itu, hanya untuk satu item program ya (belum kebutuhan lainnya, seperti akomodasi, transportasi, perlengkapan alat peraga dan lain-lain).

Efektifkah? Apakah rakyat mau begitu saja memilih hanya karena dikasih makan siang gratis? Pendukung Prabowo menyebutkan bahwa gagasan narasi dan pikiran hanya konsumsi bagi masyarakat menengah atas, sementara kelas bawah butuhnya makan (saya agak khawatir ini merendahkan rakyat kecil). Realitanya, masyarakat bawah memang tidak terlalu peduli tapi bukan berarti mereka mudah diakali.

Justru Tim Prabowo yang bisa diakali. Warga di kampung saya di Sukoharjo, Jateng, misalnya, banyak yang mengatakan, “Kok mau-maunya disuruh nyoblos hanya dikasih makan siang gratis?” Saya tidak tahu mereka sudah cerdas atau karena gak dapat jatah (anaknya).

Pertanyaannya kenapa gak dapat? Sudah tepat sasaran kah bagi-bagi maksi itu? Atau mungkin juga akan pilih-pilih target wilayah dan calon pemilih?

Ada lagi yang bilang, misalkan dia dikasih maksi gratis, ya tetap dia terima tapi soal nyoblos lain lagi. Kembali ke pertanyaan saya, efektifkah? Tapi ya sudah, kembalikan saja kepada tim pendukung.

Pastinya banyak publik mengatakan ini program receh yang ditawarkan ke rakyat yang mudah diiming-imingi. Dampak langsung untuk kesejahteraan dan kesehatan masyarakat juga tidak ada apalagi hanya 75 hari.
‌
Andai Prabowo dan tim atau partai Gerindra melakukan program selama setahun, mungkin ngefek. Dan harusnya dilakukan setahun lalu, pasti lebih berpotensi menang.

Sedangkan tim pendukung lain selain ada yang bagi-bagi makan gratis (tidak rutin), juga kegiatan sosial, misalkan periksa kesehatan gratis, donor darah, bersih lingkungan, senam, dan banyak kegiatan kreatif lainnya yang memang bersifat karitatif sebatas masa kampanye.

- Advertisement -

Berita Terkini