Dari Perang Salib ke Perang Palestina

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Nanang Gojali (Ketua Komisi Jilit MUI Cianjur)

Saat Nabi Ibrahim AS berhijrah ke Tanah Suci, Bangsa Babilonia, Persia, Mesir, dan Cina adalah bangsa dengan peradaban yang besar, sedangkan kekaisaran Yunani dan Romawi masih belum muncul. Bangsa Eropa masih merupakan “suku yang liar”.

Saat itu hanya sedikit atau bahkan tidak ada kegiatan perdagangan dengan peradaban bangsa lain. Sebagai akibat dari isolasi yang aneh ini, bagian dunia lain tidak mengerti bahasa Bangsa Eropa, dan Bangsa Eropa pun belum memainkan peran apa-apa di panggung dunia.

Alquran menunjuk hal ini dalam Surat al-Kahfi yang menyebutkan ciri unik Bangsa Eropa:

“Mereka berkata: Wahai Dzulqarnain! Sungguh, Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) melakukan perbuatan _fasad_ (kerusakan dan kejahatan) di Tanah (kami), maka bolehkah kami memberikan upeti kepadamu agar engkau dapat membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka (sehingga kami terlindung dari mereka dan kejahatan mereka)?”
(QS. al-Kahfi: 94).

Maulana Dr. Muhammad Fazlur Rahman Ansari, guru yang memiliki ingatan yang diberkati, mengajarkan sesuatu yang sangat penting berkaitan dengan pencarian ilmu pengetahuan.

Dia mengajarkan bahwa “bagian” (dari ilmu pengetahuan) seharusnya tidak dipelajari secara terpisah dari, atau terisolasi dari “keseluruhan” yang semestinya.

Tetapi hal itu tidak mungkin kecuali seseorang menentukan prinsip kesatuan yang mengikat bagian-bagian menjadi satu. Beliau menyebut prinsip kesatuan itu sebagai “sistem makna”.

Sistem makna itulah yang harus ditemukan saat kita berusaha mempelajari subjek Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog). Tanpa metode pembelajaran tersebut maka Yahudi, Ya’juj dan Ma’juj adalah suatu subjek yang bahkan sarjana yang ahli pun dapat tersesat.

Bukti yang muncul dari Alquran dan tidak kurang dari delapan Hadits Sahih Bukhari, menandakan bahwa pelepasan Ya’juj dan Ma’juj terjadi pada masa hidup Nabi SAW, lama sebelum kembalinya Nabi Isa AS.

Usaha pertama yang harus dilakukan adalah menemukan prinsip kesatuan yang menghubungkan dua ayat Alquran tentang Ya’juj dan Ma’juj tersebut. Ayat pertama ada dalam Surat al-Kahfi, dan yang kedua ada dalam Surat al-Anbiya.

Saat Dzulqarnain memulai perjalanan ketiganya dan mendatangi suatu umat yang bahasanya tidak dapat dimengerti (QS. al-Kahfi: 93), suatu revolusi aneh dan misterius telah memajukan Eropa.

Peradaban pagan Yunani dan Romawi muncul dan mereka dengan cepat dan aneh mulai menaklukan bagian dunia lain sebanyak yang bisa mereka taklukan. Baik peradaban Yunani maupun Romawi, keduanya tampak memiliki ketertarikan khusus pada Tanah Suci.

Alexader “The Great” menaklukan Jerusalem dan menunjukkan ketertarikannya pada agama Yahudi, dan Kekaisaran Romawi menguasai Jerusalem dan Tanah Suci hingga masa hidup Nabi Isa AS dan bahkan setelah itu.

Tidak ada lagi ketaatan pada para dewa dan dewi serta pada cara hidup pagan mereka, melainkan kepercayaan pagan mereka secara misterius langsung dibuang begitu saja, padahal mereka telah menganutnya selama berabad-abad sebelum itu.

Kemudian Bangsa Eropa, yang secara misterius memeluk agama Kristen karena alasan politik, membuat kemunculan gereja Kristen-Eropa dengan Roma sebagai pusat sistem gereja baru.

Adalah agama Kristen yang membawa Bangsa Eropa keluar dari tahap kehidupan “suku yang liar” dalam sejarah dan menyatukan Eropa dalam Kekaisaran Kristen.

Sistem gereja Eropa yang baru tersebut begitu tegas dengan kemandiriannya dari sistem Kristen yang lama sehingga bahkan mereka menentukan sendiri tanggal untuk memperingati kelahiran Isa AS.

Hari Natal bagi umat Kristen Eropa dirayakan setiap tanggal 25 Desember. Tetapi Euro-Kristen berbeda secara signifikan dan misterius dengan Kristen Ortodoks di Bizantium.

Segera setelah sistem gereja baru telah menggabungkan seluruh Bangsa Eropa, mereka menunjukkan obsesi pada Tanah Suci dengan obsesi yang sangat kuat tak tertandingi oleh umat Kristen lainnya.

Pasukan Perang Salib bukan hanya sekadar umat Kristen, melainkan mereka adalah umat Kristen Eropa. Mereka berkali-kali melakukan Perang Salib melawan Muslim untuk merebut kekuasaan di Tanah Suci.

Bangsa Eropa dapat merebut Tanah Suci hanya dalam waktu yang singkat, dan berakhir saat Sultan Shalahudin mengalahkan pasukan Perang Salib Eropa dan mengembalikan kekuasaan Muslim di Tanah Suci.

Hal yang paling penting mengenai pasukan Perang Salib adalah, bahwa mereka secara eksklusif hanya terdiri dari Bangsa Eropa.

Bahkan, meskipun pasukan Perang Salib Eropa melewati wilayah Kristen Bizantium, umat Kristen non-Eropa tersebut tidak bergabung dengan Bangsa Eropa, dan dengan demikian tidak ikut serta dalam Perang Salib.

Saat pasukan Perang Salib Eropa berhasil merebut kekuasaan wilayah Yerusalem dari umat Muslim selama periode waktu yang singkat, mereka melakukan pembantaian yang jelas-jelas menyimpang dari ajaran Kristen.

Mereka membantai semua penduduk Yerusalem. Bahkan tidak ada pengecualian terhadap wanita dan anak-anak.

Dunia Kristen terkejut dengan barbarisme dan kekejaman Euro-Kristen yang berpura-pura mencapai tujuan religius dan spiritual untuk merebut Tanah Suci.

Hal itu tentu menunjukkan bahwa jubah kekristenan dipakai oleh Bangsa Eropa untuk mencapai manfaat dan keuntungan daripada untuk mencapai keimanan.

Pasukan Perang Salib menunjukkan bahwa mereka bengis, kejam, dan tidak bertuhan, menggambarkan wajah Eropa yang tidak bermoral.

Mereka lebih cocok sebagai umat tidak bertuhan daripada sebagai penganut Kristen, dan mereka lebih cocok sebagai “suku liar” daripada umat yang beradab.

Seiring dengan berlalunya waktu, mereka mempunyai kemampuan yang mengagumkan dalam menutupi sifat aslinya dan menunjukkan diri mereka dengan penampilan yang berlawanan dengan kenyataannya.

Perhatian Muslim dalam studi tentang Ya’juj dan Ma’juj terkait fenomena aneh Bangsa Eropa ini, secara misterius dialihkan saat terjadi serangan dari Bangsa Mongolia yang merupakan umat yang ganas dan kejam dengan perilaku yang tidak berbeda dengan Euro-Kristen, meneror dunia Muslim.

Akibatnya, umat Muslim telah salah dalam mengambil kesimpulan, bahwa Ya’juj dan Ma’juj adalah Bangsa Mongolia.

Perhatian yang tidak diarahkan kepada studi kemunculan misteri fenomena aneh inilah, yang telah membuat dunia Islam tidak mampu memahami dan menjelaskan revolusi ajaib, misterius, dan sulit dipahami yang mengubah Bangsa Eropa dari Peradaban Kristen pada Zaman Pertengahan menjadi Peradaban Barat Sekuler modern yang pada intinya tidak bertuhan.

Revolusi tersebut juga membawa Bangsa Eropa pada revolusi ilmu pengetahuan, industri, dan sistem ekonomi berbasis riba yang menyebabkan Bangsa Eropa yang tidak bertuhan menjadi semakin kuat dibandingkan dengan gabungan bagian dunia lainnya, dan membuat mereka menjadi penguasa dunia yang tak tertandingi. Inilah cikal bakal peradaban barat moden.

Dalam keadaan Eropa yang baru, Inggris yang merupakan pulau berjarak satu bulan perjalanan laut dari Tanah Suci (yang dideskripsikan dalam Hadits Tamin Ad-Dari ketika berjumpa dengan dajjal di sebuah Pulau), menantang semua kekuatan Bangsa Eropa, sehingga muncul sebagai pemimpin Eropa dan penguasa dunia.

Tetapi Eropa baru yang sekuler yang pada intinya tidak bertuhan itu, berpura-pura menganut agama Kristen, dan menunjukkan obsesi aneh yang sama pada Tanah Suci yang pernah ditunjukkan oleh Pasukan Perang Salib Kristen Eropa lama.

Mereka bergabung dengan Suku Khazar, suatu suku yang tinggal di bagian timur Eropa, yang pada intinya tidak bertuhan, berpura-pura menganut agama Yahudi, untuk melanjutkan usaha mengejar obsesi merebut Tanah Suci. Inilah asal-usual lahirnya aliansi aneh Yudeo-Kristen Eropa, yaitu cikal bakal zionisme.

Sementara pasukan Perang Salib yang lama yang dilakukan oleh Bangsa Eropa, yang berpura-pura menjadi umat Kristen gagal, sedangkan pasukan Perang Salib yang baru, yang dilakukan oleh Bangsa Eropa sekuler yang tidak bertuhan, malah berhasil. Keduanya, yang berusaha merebut Yerusalem dan Tanah Suci, adalah Bangsa Eropa, dan keduanya adalah pasukan Perang Salib.

Kenyataannya, Jenderal Allenby sendiri mengkonfirmasi hal ini dalam pernyataan yang dia buat saat memasuki Yerusalem sebagai seorang penakluk: “Hari ini Perang Salib berakhir”.

Dengan begitu, jelas bahwa usaha merebut Tanah Suci berkaitan dengan pemain misterius yang baru muncul di panggung dunia, yaitu Bangsa Eropa.

Setelah itu, Inggris memperoleh kekuasaan di Tanah Suci Palestina sebagai mandat dari Liga Bangsa-Bangsa dan melangkah pada tujuan pembentukan Negara Yahudi. Dari sini lahir Deklarasi Balfour pada 2 Nopember 1917.

Deklarasi Balfour adalah pernyataan publik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris di tengah Perang Dunia I (1914-1918), yang menyatakan dukungannya terhadap pendirian “rumah nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina, yang saat itu merupakan wilayah Utsmaniyah dengan populasi Yahudi minoritas.

Buku ini mengajukan pertanyaan: Ada apa dengan obsesi misterius Bangsa Eropa pada Tanah Suci yang sekarang menganut sekulerisme, materialisme, dan hanya sebagai umat Kristen pada tampilan luarnya saja?

(Syekh Imran, _Yerusalem dalam Al-Qur’an”,_ Bab 10. Edisi Internet, versi yang dipadatkan dari buku aslinya _Jerusalem in The Qur’an_. Buku asli _Jerusalem in The Qur’an_ dapat dipesan ke _Islamic Book Trust_ di: ibtkl@pd.jaring.my).

Catatan: Syekh Imran menggunakan istilah Yerusalem/Jerusalem, dan bukan Palestina, atau Baitul Maqdis, atau Al-Quds, karena buku ini dimaksudkan juga untuk menjangkau pembaca non-muslim.

- Advertisement -

Berita Terkini