Jokowi, Tuan atas Tuannya Partai

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Lusius Sinurat, SS, M.Hum (Penulis dan Pengamat Budaya)

Pagi-pagi sudah melihat banner di atas. Tampaknya spanduk ini merupakan ungkapan rasa bangga para caleg PSI atas dukungan tuan dari tuannya. Atau, bisa jadi sebagai penegasan kepada publik bahwa tak banyak pilihan pada Pemilu 2024 mendatang.

Setelah Kaesang Pangarep, anak bungsu Jokowi melejit sebagai ketua PSI dalam 24 jam saja, maka Gibran Rakabuming Raka, anak sulungnya juga mendapat hadiah dari pamannya di MK: “memenuhi persyaratan jadi wapres (Prabowo).

Saat sidang berlangsung, berikut gemuruh protes para pengamat politik menggema di media elektronik dan media sosial, sang ayah tetap sumringah saat nelawat ke RRT dan Arab Saudi.

Pokoknya, “Selama Jokowi merasa senang, maka para pengikutnya juga harus senang. Lagipula tak sulit membuat Jokowi senyum sumringah. Kita cukup mendukung anak-anak, menantu, dan adik iparnya,” tegas Iwan pengikut fanatis Jokowi saat kami mampir di sebuah warkop.

Iqbal yang duduk di samping Iwan dan kebulan seorang Jokowist juga menambahkan, “Apa yang dilakukan Jokowi saat ini bukanlah soal dinasti politik. Saya pikir, apa yang dilakukan Jokowi tak lain adalah karma kepada para politisi dan ketum partai yang selama ini sudah lebih dulu menjadikan partai sebagai rumah kedua bagi keluarganya.”

Apa yang dikatakan Fahri Hamzah bisa jadi ada benarnya, “Di negara demokrasi tak ada istilah dinasti politik. Ini terjadi karena sistem yang kita bangun bersama, tepatnya orang cukup punya elektabilitas untuk mencalonkan diri jadi capres. Partai dipandang tak punya peran penting dalam memilih capres.”

Atas berbagai tuduhan “membangun dinasti politik” kepadanya, mungkin saja Presiden Jokowi akan menjawab begini pada waktunya:

“Wahai para mantan presiden/wapres, mantan gubernur/wagub, mantan bupati/wabup, mantan walikot/wakil walkot, dan para ketua partai, pimpinan dan anggota DPR(D) dan DPD, para hakim tinggi, jaksa, dirjen dan mayoritas menteri saya sudah lebih dahulu mendistribuskin uang dan kekuasaan di negara ini untuk keluarga dan kerabat kalian.

Mari kita bertanya pada diri sendiri. Benarkah kita bersih dari praktik KKN? Yakinkah kita tak pernah samasekali mengutamakan anggota keluarga sebagai staf ahli, mitra bisnis, asisten, honorer, atau jadi mitra korupsi kita?

Anak siapa yang membunuh pacarnya dengan keji, kalau bukan anak pejabat tajir? Siapa yang dengan santai membunuh pengawalnya tanpa rasa bersalah kalau bukan pejabat polisi di negeri ini? Rektor PTN atau kepala sekolah negeri mana memaksakan seluruh anggota keluarganya menjadi guru, dosen atau pejabat penting di kampus mereka?

Saya baru mau nyoba-nyoba selama 5 tahun terakhir. Itu pin karena ada peluang untuk anakku Gibran dan mantuku Bobby. Paling tidak keduanya belum pernah menyetor ke saya. Toh saya punya uang lebih besar, bukan? ha ha ha…”

Perkataan dan tindakan Jokowi di atas bisa kita tilik sebagai “ekspresi kesal” Jokowi, karena menteri-menterinya sendiri sangat mahir korupsi, kendati selalu diingatkan dan diawasi secara ketat. Akhirnya Jokoei pun tahu apabila sebagian besar hasil korupsi beberapa menterinya itu ternyata disetor ke partainya.

Bukankah ini membuktikan betapa nikmat menjadi ketua umum sebuah partai? Bolehlah Jokowi mencoba menjadi ketum partai di masa pensiunnya, bukan?

Lahi, segala tindak-tanduk dan ocehan Jokowi hari-hari ini selalu multi tafsir. Itu disengaja. Bukankah Jokowi itu seorang Jawa? Lihatlah, betapa Ia tetap hadir dan menyemangati capres Ganjar sebagai rekan satu partainya saat rakernas PDIP, tapi disaat yang nyaris bersamaan ia juga menggiring relawannya ke Prabowo.

Jokowi memang hebat. Tagline Indonesia Hebat sungguh melahirkan presiden yang hebat dalam berpolitik.

Jokowi tak sekedar “membuat Indonesia seolah-olah hebat di mata bangsa lain”, tapi juga sekaligus menunjukkan kepada dunia, khususnya partainya bahwa anak-anaknya jauh lebih hebat dafipada anak-anak para mantan presiden sebslumnya.

Satu hal penting lainnya adalah Jokowi sudah membuktikan bahwa para ketum partai yang pernah menyepelekan dia kini justru tunduk dan setia menunggu titahnya.

Mungkin hanya Bobby, sang mantu yang tak memanfaatkan peluang ini. Bisa jasi karena Bobby sudah identik dengan lampu pocong ya g meruoakan proyek yang dikerjakan keluarga dan koleganya sensiri.

Ya, selam sebulan terakhir ini Pakde sibuk banget deh. Paling tidak ia harua melawan nurani dan sisa-sisa ketulusannya demi meluluskan permintaan istri, kedua anak, mantu dan iparnya.

Mungkin inilah alasan paling tepat mengapa para pengikut Jokowi memunculkan istilah “Jokowisme”, tepatnya ketika apa yang dipikirkan Jokowi bukan sekedar anomali.

Paham Jokowisme juga merupakan sebuah strategi politik yang mumpuni dalam menjadikan dirinya sebagai tuan (politis) atas para tuan/puan ketum partai politik yang sudah sejak Refornasi merasa diri sebagai pemilik negeri ini.

Jokowi, Jokowi. Sampeyan hebat tenan toh, pakde. Siapa sih guru pakde di pemerintahan dan partai?

- Advertisement -

Berita Terkini