Cak Imin Dan Monaslimin

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, OPINI – Minggu-minggu ini duet Anies-Cak Imin menjadi bahan pembicaraan di semua jagat. Pasangan ini seolah-seolah menabrak logika linear kebanyakan orang.

Kok Cak Imin mau jadi bacawapres Anies yang tahun 2017 menang Pilkada DKI Jakarta dengan dukungan kaum monaslimin. Yah, begitulah dunia politik praktis. Sulit dibaca dengan logika biasa.

Sebab itu, dalam politik praktis semua dibawa santai. Bagi pelaku, pendukung dan penyimak jangan bersikap fanatik. Jangan mutlak-mutlakan. Jangan kapir-kapiran. Dan jangan minhum-minhuman. Biasa saja.

Cak Imin dan temen-temen PKB pasti punya kalkulasi, logika dan rasionalnya sendiri ketika memutuskan berkoalisi dengan Nasdem. Nasdem pun demikian. Biarlah plus minus koalisi ini menjadi tanggungan mereka.

Bagi jajaran pengurus dan anggota Nasdem dan PKB mau tidak mau harus setuju, mendukung, mensukseskan dan memenangkan pasangan Anies-Cak Imin pada Pilpres tahun depan. Jika menolak, ya, mengundurkan diri sebagai pengurus dan anggota.

Sedangkan bagi kita yang bukan siapa-siapanya Nasdem dan PKB bebas mau mendukung atau tidak. Itu hak konstitusional kita yang dijamin UU.

Politik apalagi politik praktis bukan masalah aqidah, kecuali bagi kaum syiah dan khawarij. Bagi Aswaja bab siyasah masuk dalam pembahasan bab syariah dan fiqih.

Jadi, kolaborasi Timses Cak Imin dengan kaum Monaslimin di Pilpres 2024 sangat mungkin terjadi karena mereka semua pada umumnya beraqidah sama, aqidah Islam. Tidak sedikit dari kaum Monaslimin yang beraqidah Aswaja.

Pada level aqidah tidak ada kendala. Tinggal bagaimana masing-masing pihak beradaptasi satu sama lain. Soal jaringan dan militansi, kaum Monaslimin tidak perlu diragukan lagi. Terbukti mereka sukses turut menghantarkan Anies ke kursi DKI 1.

Cuman, masalahnya mesin penggerak kaum Monaslimin adalah politik identitas. Tanpa itu mesin sulit bergerak optimal.

Secara teoritis Nasdem dan PKB cenderung menolak politik identitas. Akan tetapi pada tataran praktis apakah mereka akan membiarkan politik identitas bergulir supaya mesin politik kaum Monaslimin bergerak optimal guna meraih suara maksimal?

Oleh : Ayik Heriansyah

- Advertisement -

Berita Terkini