Stop Isu SARA dan Berita Hoax di Pemilu 2024

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Opini – Masyarakat Indonesia bakal mengikuti pesta demokrasi yakni Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota (Pemilu Legislatif) pada tanggal 14 Febuari 2024 mendatang.

Selain itu, Pilkada serentak di bulan November 2024, Pemilihan Gubenur, Wakil Gubernur, Wali Kota, Wakil Wali Kota/Bupati dan Wakil Bupati.

Hal itu, sudah dia atur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 1 Ayat 1 angka 1, Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan demikian, Pemilu adalah perwujudan dari demokrasi, dimana kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku.

Seluruh agama-agama yang ada di Indonesia melarang politik uang, ujaran kebencian dan menyebar berita bohong (Hoax), dengan adanya pemantau Pemilu diharapkan bisa memberikan edukasi kepada masyarakat pentingnya Pemilu jujur dan demokrasi. Apalagi, Politik Identitas sering digunakan elit politik demi kepentingan kelompok.

Sayangnya, terkait itu, Bawaslu tidak memiliki wewenang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), segala jenis pelanggaran lain dapat pula ditindak tegas oleh Bawaslu berkoordinasi bersama para aparat penegak hukum yaitu Polri dan Kejaksaan. Mencegah “Buzzer”, berkerjama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Dikutip dari detik.com (8 September 2022), berikut daftar 20 lembaga resmi pemantau nasional untuk mengawasi pemilu:

Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), Pemuda Muslimin Indonesia (PMI), Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Pemantau Demokrasi Pelita Sayap Putih, Netfid Indonesia, Lentera Studi Pemuda Indonesia (LSPI), PERLUDEM, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Lembaga Studi Visi Nusantara (Vinus).

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), KORPS HMI-WATI (KOHATI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indoneisa (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indoneisa (GMNI), Progressive Democracy Watch (PRODEWA), Poros Sahabat Nusantara (POSNU), Rumah Pemberdayaan Indonesia, Pijar Kedilan, Pusat Peduli Keadilan Rakyat (PKR) dan KIPP Indonesia.

Dengan adanya lembaga pematau Nasional itu, Pemilu diharapkan berkualitas dan bisa memberikan masukan setiap tahapan Pemilu 2024. Tak hanya itu, penulis menyarankan KPU dan Bawaslu berkolaborasi dengan Tokoh Lintas Agama, agar mereka dapat mensosialisasikan Pemilu ini supaya tidak terjadi isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan. Karena itu menjadi Isu sensitif ketika muncul di publik, semenjak munculnya Politik Identitas.

Padahal Pengertian Politik menurut KBBI yaitu (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan).

Sedangkan menurut Pengamat Politik Dr Ujang Komaruddin MSi yang juga Dosen Universitas Al Azhar Indonesia dan Alumnus Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia,  pengertian politik yaitu siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.

Jika tidak di antisipasi politik Identitas maka akan terjadi konflik sosial, antara sesama anak bangsa bisa tidak berteguran karena pandangan politik berbeda. Dengan demikian, Multikulturalisme masyarakat Indonesia menjadikan pemilu aman dan damai.

Sebelumnya, kita melihat dari Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, ada tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yakni Anies-Sandi, Ahok-Djarot, dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. Suhu politik kian memanas, antara pendukung Anies dan Ahok. Kasus itu bermula, penyataan Ahok menjadi blunder tentang Alquran Surat Al-Maidah Ayat 51 di Kepulauan Seribu, September 2016 silam. Imam besar Front Pembela Islam Habib Rizieq menjadi garda terdepan aksi yang ingin memenjarakan Ahok.

Isu itu terbawa hingga Pilpres 2019, ada dua pasangan Calon Presiden Republik Indonesia Joko Widodo-KH Ma’ruf Amiin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Antara pendukung Jokowi dan Prabowo tidak berteguran, karena Jokowi dianggap pro terhadap Ahok, pernah berpasangan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sedangkan Prabowo yang mendukung Anies, perang di media sosial, isu SARA muncul. Berbagai konten, gambar dan berita hoax serta perang opini, kubu Anies dan Ahok.

Hal tersebut harus dicegah dari sekarang, libatkan seluruh elemen masyarakat, pemuda, mahasiswa, tokoh agama, generasi Milenial. Selain itu, KPU dan Bawaslu untuk mengundang Ketua Umum Partai, deklarasikan Pemilu Damai, tanpa Isu SARA dan Money Politik.

Oleh : Abdul Rahim
Penulis adalah Ketua Bidang Kominfo Badko HMI Sumut yang juga merupakan alumnus Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumut.

- Advertisement -

Berita Terkini