Seri Etika Jurnalistik : Stop Tayangkan Korban Kekerasan di Medsos!

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Mengapa saya harus melihat video atau foto/gambar berkonten negatif? Misal: korban kekerasan (vandalisme, perkosaan, KDRT dll), korban bencana (kecelakaan, gempa bumi, dll). Mengapa mereka kadang bangga menyebarkannya? Bagaimana jika itu adalah saudaranya sendiri, atau bahkan dirinya sendiri yang menjadi korban?

Selain berita palsu (hoax), foto-foto korban kekerasan merupakan konten yang juga sering disebarluaskan di media sosial serta grup Whats App. Semakin mengenaskan, saat korban kekerasan itu adalah anak-anak dan perempuan, semakin banyak pula orang yang menyukai dan menyebarkan fotonya.

Umumnya foto korban kekerasan disertai keterangan berbunyi “orangtua harus hati-hati agar anaknya tidak menjadi korban seperti anak di foto ini” atau “kasihan sekali, anak ini menjadi korban kekerasan”. Atau, “biar kapok, agar tidak terulang lagi hal yang sama. Sebarkan!”

“Niatnya adalah meminta orang-orang di media sosial agar menjaga anak-anak ataupun diri mereka, tetapi yang terjadi malah si pengunggah konten menjadi penyebar kekerasan visual,” kata psikolog anak dari Universitas Indonesia, Rose Mini, di Jakarta (Kompas).

Ia menilai, penyebab utama penyebaran foto korban kekerasan terletak pada sifat manusia yang selalu ingin menjadi yang pertama. Orang ingin menjadi yang pertama dalam mengetahui, menyebarkan informasi, serta berkomentar. Hal ini mengakibatkan netizen tidak bijak saat memilih dan memilah informasi untuk disebarkan.

Dengan kata lain, tindakan mengunggah foto korban kekerasan lebih bermotif sensasi ketimbang kehendak saling mengingatkan. Mungkin mereka akan senang jika banyak yang like n coment serta share. Ada semacam kepuasan hatinya. Tapi bagaimana dengan korban dan keluarga korban?

“Bayangkan jika keluarga, kerabat, dan teman korban melihat unggahan itu. Hal ini menambah trauma yang sudah mereka alami,” kata Rose. Sering kali, menurut dia, penyebar foto korban tidak memahami dampak negatif unggahan karena ia tidak merasakannya sendiri.

Rose menyarankan, apabila berniat untuk mengimbau masyarakat agar berhati-hati dalam melindungi anak, netizen cukup melakukannya dengan mengunggah pesan. Netizen tak perlu menyertakan foto karena melanggar privasi korban dan keluarga. Penyebaran foto juga menambah penyebaran kekerasan visual. Masyarakat bisa kehilangan kepekaan ketika dihadapkan pada situasi tidak manusiawi yang sesungguhnya.

Jadi, membagikan konten berisi kekerasan di internet, bukan lagi sebatas pelanggaran etika dan norma sosial lho. Akan tetapi, hal itu sudah melanggar peraturan hukum dan terdapat ancaman hukuman pidana tertentu bagi siapa saja yang tidak menaatinya.

Hal itu pun dijelaskan oleh Pelaksana Tugas Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ferdinandus Setu. “Ini sudah masuk perilaku yang masuk ranah hukum. Ancaman hukumnya mencapai 6 tahun penjara dan atau denda Rp 1 miliar,” kata Nando, sapaan Ferdinandus Setu.

Menurut dia, hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pada Bab VII disebutkan beberapa hal yang dianggap melanggar, salah satunya pada Pasal 27 ayat (1) disebutkan: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

So stop penyebaran video dan atau foto/gambar yang mengandung konten kekerasan. Sampaikanlah berita, tulisan atau video gambar yang baik sebagai bekal mu nanti di akhirat. Jika pun ingin menayangkan, silahkan diblur bagian wajah, luka dan darah sehingga tidak menimbulkan trauma bagi korban dan keluarganya.

Bagi sobat netizen yg merasa kesal dan geram melihat foto atau tayangan video sejenis, tidak perlu marah, karena pelaku tidak mempan dan membela diri. Cukup kirim saja artikel ini, atau jika membandel, laporkan pada admin dan aparat terkait. Jika oknum anggota grup tetap membandel meski sudah diingatkan, tidak usah banyak bicara langsung kick out deh.

Oleh : Agung Wibawanto

- Advertisement -

Berita Terkini