Jokowi Harus Lakukan Reshuffle Kabinet, Sebelum Terlambat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Untuk kali pertama popularitas Jokowi merosot tajam. Penyebabnya awalnya adalah pandemi Covid-19. Lalu penanganan yang morat-marit. Tidak sinkron komunikasi antarlembaga dan Kabinet. Mereka gagal melakukan konsolidasi penyebaran informasi. Lebih jauh lagi Jokowi harus lakukan reshuffle kabinet untuk memecat para menteri yang tidak becus; di masa Pandemi.

Hal paling penting di dunia ini sekarang: penyebaran informasi. Jokowi gagal menguasai. Gagal memanfaatkan. Kominfo berjalan sendiri. Arah sendiri. Harusnya hoaks dibabat, Kominfo tidak melakukannya. Kalah dengan Facebook dan Youtube dan platform digital lainnya.

Contoh. Di awal Pandemi karena informasi digeber setiap hari: rakyat patuh. Rasa ketakutan terbangun sehingga Jokowi mampu menekan sebaran virus. Lockdown dihindari. Benar. Ekonomi relative jalan. Sampai Jokowi mampu membuat PSBB Transisi. Artinya pengendalian benar. Kenapa? Karena seberan informasi dari Satgas Covid-19 setiap hari tiada henti. Kompak TNI/Polri dan masyarakat.

Nah karena kegatelan bisnis, maka seolah semua bisa digantikan dengan Aplikasi Digital. Ini kan proyek mengeruk untuk pembuatnya. Teriakan asli manusia PR dari Satgas Covid-19 mengendor. Hilang. Dikira dengan applikasi sebaran berita lebih kuat. Lah tidak ada sebaran lewat media secara masif.

Pandemi Covid-19 yang awalnya harus segera ditangani menjadi komoditas politik. Para politikus anti Jokowi menebar hoaks ke mana-mana. Sampai saat ini. Penanganan Covid-19 terkesan tambal sulam. Kebijakan Presiden Jokowi diterjemahkan berbeda di lapangan.

Bansos pun dikorupsi dan tidak tepat sasaran. Contoh bantuan PKH dibayarkan tidak tepat waktu. Kadang bulan ini ditransfer kadan bulan depan tidak. Kadang dirapel kadang tidak. Perlu perhitungan benar. Belum lagi penerimanya di lapangan menimbulkan masalah. Siapa yang berhak menerima tidak jelas. Beban masyarakat makin berat hanya sekedar untuk makan.

Karena pendataan yang buruk, di masa Pandemi ini hanya yang sudah terdaftar sejak awal menerima PKH dan bantuan natura, mereka yang kembali menerima. Tumpang tindih. Padahal semakin banyak rakyat yang terpuruk.

Vaksinasi pun penjadi komuditas politik dan dagang. Akibatnya tersendat dan menjadi kontroversi. Vaksin Gotong Royong dibubarkan. BPOM bermain-main soal upaya terapi misalnya Vaksin Nusantara, dan terapi sel-stem yang tidak didorong. Belum lagi obat cacing diklaim sebagai obat Covid-19.

Berantakan. Itu semua menimbulkan keresahan di masyarakat. Karena informasi tidak jelas. Tidak terpusat. Tidak terkoordinasikan dari mulai Istana sampai ke Kementerian dan lembaga. Semua berjalan sendiri-sendiri. Lainnya berantakan tak karuan.

Yang kita lihat sinkron dan rapi sebaran informasi dan pengelolaan media justru dari LBP, Mahfud MD, Andika Perkasa, TNI/Polri.

Masyarakat tidak patuh. Pemda, bupati, walikota, gubernur, sebagian besar tidak berbuat banyak soal komunikasi dan penyebaran informasi. Kondisi ini ditambah lagi carut-marut hoaks yang dibangun oleh pembenci pemerintah.

Ustadz ngaco dan palsu ikut mengeruhkan dan menyesatkan warga dengan berita hoaks: Somad nyebut Covid tentara Allah, Hidayat Nur Wahid nyinyirin vaksin Sinovac, Anies Baswedan gak jelas, Najih Maemoen mendelegitimasi pemerintah.

Dengan gambaran seperti itu, kini Jokowi pontang-panting. Juru Bicara Kepresidenan tidak berfungsi. Komunikasi Istana bergaya biasa konvensional tanpa arah: persis PR kelurahan. Tiap hari Jokowi yang berbicara. Karena Jokowi tahu kegagalan komunikasi. Karena prioritas yang berbeda.

Maka tepat popularitas Jokowi merosot. Jika dibiarkan terus maka tidak tertutup kemungkinan rakyat akan semakin marah. Dan, itu tidak baik buat Jokowi dan NKRI. Maka Jokowi harus membuat terobosan memecat para menteri yang tidak mendukungnya.

Oleh: Ninoy Karundeng

- Advertisement -

Berita Terkini