Menjunjung Tinggi Pluralisme Untuk Merawat Kesatuan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pluralisme merupakan suatu kata yang ditarik maknanya ke dalam perdamaian, mengingat dalam hakikat manusia yang mana meyakini perbedaan maupun dalam hal spritualis atau dalam hal kebudayaan masing-masing. Ini merupakan suatu istilah yang menekankan suatu kelempok untuk saling menghargai dengan kelompok lain.

Pluralisme diambil dari kata “Plural” yang artinya adalah lebih dari satu, majemuk, bermacam-macam, atau beragam dalam hal keragaman. Kata pluralisme masuk dalam sebuah dogma yang menuntut kita agar saling menghargai hakikat dari perbedaan, banyak persoalan yang memungkin akan terjadinya suatu pertumpahan darah dikarenakan perbedaan pandangan dalam konteks kemajuan.

Perselisihan yang mengatas namakan keyakinan atau kepercayaan yang bersifat privasi. Sudah banyak kita temui di negeri ini, rasisme adalah salah satu faktor terjadinya konflik internal di Indonesia yang mengakibatkan korban berjatuhan, kalau kita menarik garis historis yang terjadi pada masa lampau yang mengatas namakan keyakinan privasi, kasus kasus konflik yang kita temuai banyak sekali tentang minoritas dan mayoritas, kelompok etnis yang berbeda salah satu faktor tentang lemahnya atas pemahaman tentang persatuan dan saling menghargai.

Dalam sejarah kelam Indonesia, tercatat ada 5 kasus konflik besar yang terjadi, faktornya ialah tentang keyakinan spiritual, banyak kasus yang terjadi di daerah besar maupun kecil menandakan bahwasanya bangsa Indonesia masih banyak yang belum menerima perbedaan. Menurut saya mengapa itu terjadi ialah adanya suatu kesalahan sistem yang di
buat oleh pemerintah yang tak bisa diterima oleh semua etnis atau semua golongan masyarakat. Timbulnya spekulasi negatif di dalam masyarakat yang mana mereka merasa dikucilkan di negeri sendiri yang membuat gejolak yang terjadi dimasyarakat. Pluralisme seharusnya dijunjung tinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

Jika kita tarik secara filosofis tentang kesatuan, mama kesatuan merupakan arti dari penggabungan berbagai kelompok atau berbagai latar belakang yang berbeda yang di satukan dalam satu wadah yaitu negara, bertujuan untuk memakmurkan seluruh masyarakat tanpa ada satu pun yang dibedakan. Dalam konteks kesatuan Indonesia adalah Negara yang memiliki suku terbanyak di dunia yaitu kurang lebih 740 suku bangsa/etnis. Nah, dari sebagian besar warga yang memiliki berbagai latar belakang etnis yang berbeda seharusnya Indonesia adalah suatu Negara yang mengerti betapa pentingnya penerapan pluralisme.

Memasuki faktor terjadinya perselisihan membuat kita mulai menemukan titik kesalahan dalam asupan yang bersifat spritualisme dalam diri kita, egosentrisme adalah hal yang sangat tidak diperkenankan tumbuh dalam benak jiwa kita, ketika egosentrisme mengendalikan jiwa dan pikiran kita maka di situlah akan hancurnya Negara kesatuan di bumi pertiwi ini.

Pahaman hal-hal tentang pluralisme tak bisa di anggap sebagai angin lalu saja, seharusnya tentang persatuan dan keanekaragaman yang di miliki Indonesia yang mana itu disebut juga dengan kata pluralime harus masuk dalam pembelajaran sejak dini, agar tujuannya ketika seorang anak sudah mulai beranjak ke dunia yang sangat menguras pikiran ia sudah bisa memaknai tentang hakikat manusia ini dan tak lagi mengkelompokkan diri dalam kehidupan berbangsanya.

Kita masuk dalam pikiran seorang tokoh dunia yang sangat mendukung adanya perdamaian di atas dunia. Mahatma Gandhi adalah tokoh pluralisme India. Gandhi sangat menyukai pemikiran pemikiran dari keyakinan lain, satu stegtmen Gandhi yang bisa di pedomani atau ditanamkan dijiwa kita ialah, semua manusia sama tanpa melihat dari latar belakang spiritualnya dan memiliki hak hidup yang sama untuk hidup bersamaan atau berdampingan dengan damai. Penjelasan dari pendapat Gandhi itu menunjukan betapa buruknya perpecahaan dalam kehidupan manusia, logika yang dimaknainya sangat sederhana ketika kita hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda maka disitu kita dapat banyak pelajaran hidup yang tak kita ketahui. Contohnya dalam hal geografis, sosial, budaya dan hal-hal lainnya.

Jadi dalam prespektif saya, kehidupan itu sepatutnya harus beragam. Mengapa? Karena ketika kita ingin melihat keindahan dunia, kita harus melihat perbedaan. Perbedaan itu banyak mengandung seni, dengan banyaknya perbedaan semakin paham kita atas pluralisme.

Melihat dari sudut pandang prespektif tokoh-tokoh yang berkontribusi pikirannya untuk perdamaian, satu tokoh Indonesia yang sangat hebat dalam menanamkan benih-benih perdamaian pasca gerakan reformasi, ialah Abdurahman Wahid atau akrab disapa dengan panggilan Gus Dur. Pemikiran-pemikiran Gus Dur tentang pluralisme banyak disebut sebagai asupan pemahaman tentang kesatuan dan perdamaian.

Ada suatu kisah unik tentang Gus Dur, yang mana beliau pernah melakukan tugas kunjungan kenegaraan ke suatu daerah di Provinsi Papua, kisah ini saya dapat dari suatu tulisan artikel, yang mana ada seorang bapak yang merupakan penduduk asli Papua yang mana bapak tersebut menanyakan tentang indentitas dari daerahnya, bahwasanya apakah diperkenankan oleh Negara untuk mengibarkan bendera Papua di tanah Papua yang mana tanah Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan tersenyum Gus Dur menjawab dengan lemah lembut, ia (Gus Dur) menjawab bahwasanya diperbolehkan karena mereka memiliki suatu identitas etnis, tetapi jangan terlalu tinggi dari bendera Merah Putih.

Dari jawaban Gus Dur itu kita bisa melihat bahwasanya semua etnis diperbolehkan dalam hal menunjukan identitas mereka, itu hal yang sangat merdeka, bukankah semua itu sifat nasionalismenya yang mana mereka tetap menjunjung tinggi indentitas mereka sebagai Negara kesatuan.

Hal-hal seperti ini seharusnya ditanam dalam generasi muda saat ini, untuk menunjukan bahwasa Indonesia itu berbeda dari Negara lain yang ada di dunia ini. Pandangan pluralisme banyak perbedaan karena pluralisme bukan bersifat monoton untuk suatu bentuk persoalan saja, dengan konteks pluralisme manusia akan hidup dengan damai tanpa menyampingkan identitas dari etnis/budaya. Singkronisasi dengan hak asasi manusia jugak bisa kita tarik garis singkroniasinya, yang mana ketika kita sudah paham tentang bagaimana menghargai pandangan orang dengan menyampingkan egosentrisme maka persatuan akan tetap hidup subur di negeri tercinta ini.

Banyak pesan-pesan kehidupan sosial ketika kita sudah menemukan titik klimaks dari pencarian makna kehidupan, yang mana semua manusia itu sama tak ada perbedaan di antara mereka, saya sangat mengingatkan bahawasanya semua manusia menyetujui adanya perdamaian.

Indonesia adalah negara yang memiliki budaya menjunjung tinggi, saling menghormati. Banyak asupan-asupan negatif yang mendoktrin pikiran dengan dalih keyakinan, tak menganggap keyakinan dari luar adalah suatu persoalan yang sangat menentukan kelangsungan negara kesatuan. Pemerintah harus menggunakan suatu metode untuk menanamkan nilai-nilai kesatuan, menyampingkan mayoritas dan minoritas, pribumi dan pendatang dan perbedaan perbedaan lainnya.

Moral yang tertinggi di negeri ini ialah menghargai satu sama lainnya, seperti kata Ir. Soekarno, Islam tak perlu menjadi orang arab, Kristen tak perlu menjadi orang Eropa, Hindu tak perlu menjadi India. Kita Indonesia, kita satu, kita saudara, kita setanah air, junjung tinggi norma-norma kehidupan yang bersatu tanpa adanya perselisihan. Memungkinkan semua elemen masyarakat harus memaknai wawasan kesatuan menurut filosofisnya maupun menurut garis historinya.[]

Penulis: M. Sofyan Harahap (Mahasiswa FP UISU dan Kader HMI Cabang Medan)

- Advertisement -

Berita Terkini